Kaku dan kelu! Itu yang terasa di badanku seketika. Harapan atas jawabku adalah dia pergi dari toko. Jika sudah begini aku sendiri yang malah kebingungan. Semua pekerjaan sudah selesai, aku hanya menghindar darinya malah dia sendiri yang ingin tinggal.
"Jadi apa yang bisa kubantu?" Tangannya menyingsingkan lengan kaos panjang yang dipakainya seraya mencari-cari sesuatu disekelilingnya.
"Emm, tapi ini sudah malam. Aku baru saja merapikan pekerjaanku." Jawabku lirih.
"Lalu mengapa kau tak pulang?" Kali ini tatapannya menusuk.
"Pesanannya akan di ambil sebelum jam 9, aku hanya perlu menyiapkannya sebelum itu. Aku hanya berbaring sebentar lalu akau akan pulang." Jawabku membuatnya tersenyum kecil.
"Jadi kau punya tempat tidur disini?" Jhope melangkahkan kakinya menuju pintu di belakangku.
Ini adalah kali pertamanya masuk tokoku. Seperti halnya pesan dan informasi ku, semua hal dalam diriku juga tak membuatnya tertarik. Toko ini salah satunya. Jhope tak pernah tau sepak terjangku bertahan dalam pernikahan bersamanya jika tanpa toko ini.
Ruangan kecil penuh dengan barang-barang yang unik dan berwarna-warni membuatku tetap waras dan berguna. Melihat pembeli tersenyum keluar toko adalah bonus besar untuk mentalku. Setidaknya di sini aku merasa dihargai dan dibutuhkan sekalipun hanya dalam bentuk transaksi jual beli barang.
"Jadi kau tidur disini?" Tanyanya dari ruangan sebelah.
"Iya."
Jhope menyapukan pandangannya berkeliling. Kepalanya manggut-manggut seperti mengerti dan sadar jika aku punya banyak tempat berlindung selain rumahnya. Jhope mendekati tempat cuci piringku dan melihat ada mug didalam sana.
"Aku ingin minum kopi, apa kau punya?"
"Ahh iya, akan ku buatkan."
Tak ada perbincangan lagi diantara kami. Sepi! Hingga kopinya jadi.
"Oppa silahkan." Ucapku seperti pada pelanggan.
"Somi-aa, apa kau yakin akan mau bercerai denganku?"
Salah satu pertanyaan yang kuhindari sekarang terdengar. Aku memilih duduk di kursi seberang Jhope.
"Bukankah memang sebaiknya begitu? Mina sudah kembali, aku tau jika oppa tak pernah mencintaiku. Aku juga dari awal tau jika aku hanya...pelampiasan." aku tak berani menatapnya.
"Somi-aa..."
"Tak apa oppa, setidaknya begitulah jika bersahabat. Aku sebagai sahabatmu akan bersedia membantu." Setengah mati kupertahankan intonasi suaraku.
Tak ingin terkesan jumawa juga terhina, torehan luka itu makin dalam. Jhope kehilangan suara, mungkin karena terkejut mungkin juga dia berbahagia mendapat jawaban yang ingin dia dengar.
"Terima kasih Somi-aa."
Demi apapun, aku sudah tak sanggup untuk menahan lebih lama air mata ini. Mendengarnya berterima kasih alih-alih meminta maaf atas kesalahan terbesarnya sungguh diluar dugaan. Malam ini aku yakin seribu kali jika pria yang kucintai tak akan pernah mencintaiku sebagaimana aku mencintainya.
Dalam otaknya hanya ada dia dan Mina tak pernah ada aku secuil pun. Kalimat sombongku pada Mina dulu menjadi puing hancur karena kelakuan suamiku sendiri. Tak pernah ada aku di hatinya, tak pernah ada!
"Besok, aku akan mengurus berkas-berkasnya, oppa hanya perlu menandatangani saja. Itu tidak akan lama." Lanjutku tetap menyembunyikan teriakan dalam diri.
Tak ada setitik pun cahaya terang dalam masalah kami ini. Semuanya sepertinya stagnan dan berpisah jalan satu-satunya. Sudahlah, aku mencoba untuk iklhas toh aku yang akhirnya menyerah. Demi kebaikan semuanya demi kebahagiaan pria yang kucintai juga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake apologize, The Path I Choose
FanfictionDia bersamaku, namun masih berkutat dengan cinta lamanya juga. Apa alasannya menikahi ku? Apakah kata cintanya bukan kebohongan? Orang bilang bahwa cinta abadi berawal dari persahabatan. Itu tidak berlaku untukku. Start may, 21 2022