28. Hari itu akhirnya datang

34 7 17
                                    

Sepanjang perjalanan pulang, sikap Jhope berubah menjadi seperti dulu. Dingin dan tak mengajakku bicara. Ku lirik dia yang menyetir dengan masam sedang kesal. Aku tau siapa yang membuatnya kesal tapi mengapa sampai dia kesal aku penasaran.

"Oppa, bagaimana kau mengenal kakak Aery?" Inisiatif saja bertanya daripada kami harus saling diam selama perjalanan satu jam kedepan.

"Emm?" J-Hope agaknya cukup kaget dengan sikapku.

"Aery bilang, jika dulu kalian teman sekolah." Lanjut ku.

"Emm, kami sekelas di TK."

Jawabnya tak masuk akal. Teman TK? Sedangkan keluarga Aery ku dengar berasal dari Busan dan pria ini dari Gwangju.

"Aku pernah dititipkan di rumah nenekku di Busan."

Senyumku muncul, tanpa ku kejar sangkalan otakku dia luruskan.

"Apa kau masih sering bertemu dengan pria itu?" Mata Jhope menatap jalanan.

"Nugu?"

"Pria yang tempo hari menemuiku di kantor. Kakak Taehyung."

"Tuan Kim? Kekantor oppa? Kapan? Untuk apa?" Saking kagetnya tubuhku bahkan sampai tegak menghadap kearahnya.

"Entahlah, ku pikir jika pria sukses maka akan mencari wanita lajang tapi agaknya istri orang lain lebih menggoda." Kalimat satirnya membuatku kembali bersandar.

Lalu apa yang dia sendiri telah lakukan dibelakang dan didepanku selama ini? Bukankah dia juga sama suksesnya dengan NamJoon? Dia juga melakukan kesalahan lebih fatal malah. Menyelingkuhi istri sendiri dengan masa lalunya. NamJoon hanya ingin menolongku lepas dari pria yang sekarang seperti melimpahkan kesalahan pada orang lain.

"Mengapa kau diam? Kau tau atau malah memintanya menemuiku?" J-Hope curiga.

Dahiku berkerut, rahangku mengeras, dadaku mendidih. Aku tau jika ku teruskan maka kami akan berakhir dengan pertengkaran seperti sebelumnya. Selama berapa bulan ini, kami sudah jarang bertengkar hanya bicara seperlunya.

"Jangan bilang kau tak tau jika dia menemuiku dan memintaku melepaskan mu." Jhope menoleh sejenak.

Wajahnya terlihat benar-benar tak suka. Terus terang saja, aku juga tak tau jika NamJoon senekat itu. Pastinya, aku sudah tegas menolak pria itu. Namun, aku cukup bangga diperebutkan seperti ini. Setidaknya Jhope tau jika wanita yang dia sia-siakan diharapkan oleh pria lain dan itu membuatnya tak nyaman.

"Aku hanya ingin bertanya lagi pada mu. Apa kau benar-benar serius ingin bercerai dengan ku?"

Kepalaku menoleh keluar jendela. Pertanyaan yang sama lagi dia ajukan. Tentang siapa yang ingin bercerai bukankah berawal dari permintaannya? Aku memang sempat bertahan tapi ketika aku sudah setuju, dia sendiri yang menahannya.

Lalu sekarang dia akan memutar cerita seolah-olah aku yang menginginkan bercerai? Sudahlah jika tentang keluargaku, tapi bagaimana dengan keluarganya? Aku tak ingin disalahkan dan dipojokkan. Bukan aku yang memicu huru-hara rumah tangga kami.

"Jika kau sungguh ingin bercerai aku akan menyetujuinya."

"Tolong bawa berkas itu segera."

Mobil Jhope perlahan-lahan berhenti di bahu jalan. Pria itu keluar mobil sambil memegangi kepalanya. Wajahnya merah padam. Jhope sedang menentramkan hatinya. Pria yang telah bertahun-tahun bersama ku itu terlihat sangat menderita.

Tak berapa lama kemudian, dia kembali masuk mobil. Melihatnya makin masam, aku memilih untuk tetap diam. Tanpa bicara apapun Jhope masih duduk bersandar dengan banyak pikiran.

Fake apologize, The Path I ChooseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang