Pria ini sangat sopan, dia memperlakukanku dengan begitu manis. Merasakan kesan manis dari pria lain membuatku tak nyaman. Lebih lagi ketika aku kini malah duduk berhadapan dengannya. Etiket makannya menunjukkan dia besar dalam keluarga yang terpandang dan bukan sembarangan. Sesekali dia menatapku sambil tersenyum dan tatapan teduh. Diperlakukan manis oleh pria lain sungguh membuatku tak nyaman, bahkan aku tak pernah mendapatkan perlakuan semanis ini dari suamiku sendiri.
"Maaf tuan Kim..." Aku memecahkan keheningan dimeja kami.
"Iya, saya tau jika anda sudah menikah. Cincin dijari manis anda menandakannya. Tapi tolong jangan salah sangka."
"Maafkan saya tuan, maksud saya bukan begitu." Aku makin tak enak hati dan malu, seperti ketahuan besar kepala.
"Saya juga tau jika anda belum makan siang, tangan anda bahkan bergetar. Maafkan jika saya malah membuat anda tidak nyaman."
Kuurungkan bibirku yang akang menanggapinya. Aku terlalu overthinking, dia hanya mengira aku kelaparan. Senyumku mengulas malu, rasanya ingin lari pulang dari sana tapi itu tidak sopan.
"Nyonya Jung, bukan? Kita punya proyek bersama namun saya tidak bahkan tidak memanggil anda dengan nama. Saya ceroboh, maafkan." Pria itu sekali lagi menunjukkan kesopanannya.
Kali ini aku bahkan tak sanggup menyikapi diriku sendiri. Anggukan berkali-kali kuberikan sembari tetap menahan diri tidak pingsan karena malu.
"Saya Jung Somi, maaf terlambat. Saya tak tau kemana hilangnya kesopanan saya, tapi saya pastikan proyek kita akan baik-baik saja."
Kami berdua saling tersenyum. Benar kata Dami, pria ini hot! Dia mapan dan tampan bonus sopan kriteria dambaan semua wanita. Kami berbincang mengenai banyak hal hingga dia bercerita bahwa dia pulang dari Amerika. Punya dua saudara lain dan ponakan bernama Kim Jehwa.
Gara-gara ponakannya, cerita kami nyambung karena Min Lily sekelas dengan Kim Jehwa. Obrolan kami mengalir begitu saja hingga tak terasa hari mulai condong sore. Kami menghabiskan duduk makan siang sekitar 3 jam. NamJoon bahkan sedikit terperanjat menilik rolex dipergelangan tangan kirinya.
"Wuahh, sepertinya kita sudah lumayan lama untuk makan siang Somi-ssi." Ujarnya sambil menampilkan lesung pipi. Aku hanya mengangguk.
"Aku akan mengantar mu kembali ke toko, kita searah."
Mana bisa aku menolak? Setelah makan siang ini dia juga yang bayar. Kami akhirnya sepakat untuk bicara tak terlalu formal. Sepanjang perjalanan didalam mobil pun, dia lebih banyak bicara dan bercerita. Aku hanya duduk diam dan mendengarkan.
NamJoon turun kemudian berlari membukakan pintu di sampingku. Sikapnya membuatku terpesona, perlakuan manis yang tak pernah kudapatkan dari siapapun kecuali supir bis. Dia bahkan memastikan aku masuk toko sebelum kembali ke mobilnya dan berlalu.
Kembali ke pekerjaanku. Sore ini aura positif mampir lebih lama terbukti beberapa pembeli masuk dan keluar dengan paper bag besar sarat isi dagangan jualanku. Entahlah, sebuah kebetulan atau memang hoki hanya aku senang!
Baru saja aku duduk setelah membantu pembeli yang tak putus dari tadi sore. Aku melupakan mengemas kotak untuk jam 9 besok. Mau tak mau kukesampingkan lelah, kembali melakukan finishing proyek NamJoon.
Semua selesai tepat jam 8 malam, terhenti beberapa kali karena pembeli sering menginterupsi. Hari ini memang lebih sibuk dari biasanya. Kakiku terasa letih namun bahagia tak ada duanya. Kuputar tanda pintu lalu lampu kumatikan.
Aroma kopi yang menguar dari dalam mug di hadapanku, membuat letih seketika hilang. Aku punya ruang kecil di tokoku. Berisi sebuah tempat tidur yang cukup untuk dua orang, kamar mandi, meja, dapur kecil dengan alat masak sederhana. Dulu aku sering tidur di toko untuk menyelesaikan pesanan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake apologize, The Path I Choose
FanficDia bersamaku, namun masih berkutat dengan cinta lamanya juga. Apa alasannya menikahi ku? Apakah kata cintanya bukan kebohongan? Orang bilang bahwa cinta abadi berawal dari persahabatan. Itu tidak berlaku untukku. Start may, 21 2022