4. Pernikahan kami yang dingin

27 10 0
                                    

Suara sentuhan dilayar masih bisa kudengar karena begitu dekat. Jhope sepertinya sedang mengetik di ponselnya. Tak berapa lama bunyi notifikasi yang berbeda nada dari biasanya memberondong masuk. Itu pasti Mina, seperti nada deringnya yang spesial dalam ponsel Jhope.

Menyusup rasa getir di hatiku. Aku yang istrinya, sahabatnya bahkan tak memiliki hal spesial sekalipun di ponselnya. Ternyata aku memang berlebihan selama ini, aku menyimpan nomornya dengan nama kontak myhope💜 dengan nada dering khusus. Dia hanya menyimpan dengan namaku dalam ponselnya. Ku pikir, itu hanya karena kebiasaan dari dulu nyatanya karena aku memang bukan prioritas.

Jhope beranjak hingga bunyi pintu tertutup kudengar. Nafas lega bisa kuhirup dengan tenang sekarang. Ku buka mataku seketika dan saat itu juga. Sambil berusaha duduk lagi dengan susah payah karena sisi tubuhku kebas menahan tegang suasana tadi.

Jhope sudah tak ada lagi dalam kamar. Ku langkahkan kakiku ke kamar mandi. Mual tiba-tiba menyergap, membuat isi perutku keluar di wastafel. Perutku rasanya diaduk-aduk, kakiku bahkan lemas setelah isi perutku keluar semuanya. Kepalaku pening dan duniaku menjadi abu-abu perlahan.

Aku memukuli dadaku menolak pingsan, berusaha untuk tetap sadar supaya tak akan ada yang aku repotkan. Untungnya berhasil, perlu beberapa lama hingga aku yakin kuat untuk kembali ke ranjang. Dengan tertatih-tatih dan hati-hati, aku kembali ke ranjang. Merebahkan tubuhku untuk kembali tidur.

Udara dingin menyentuh pundakku, membuat mata terpejam hingga perlahan terbuka menyesuaikan sinar pagi. Sisi samping ranjangku rapi. Aku memilih sarapan di toko, sama bukan? Di rumah maupun di toko aku akan tetap makan sendiri. Bedanya, toko membuatku merasa dihargai. Sepotong sandwich membuatku bahagia.

"Selamat pagi?" Sapa seseorang sambil memasuki tokoku.

"Selamat pagi tuan, ada yang bisa aku bantu?" Kuletakkan sarapan di atas meja sambil cepat-cepat mendekatinya.

Pria itu tertegun kemudian tersenyum.

"Maafkan aku, aku tak tau jika anda sedang makan. Maaf aku mengganggu waktu pagi anda." Dengan sungkan dan menyesal dia meminta maaf.

"Tak apa tuan, saya bisa makan lagi nanti. Emm, apa yang anda butuhkan, tuan?"

"Keponakanku akan berulang tahun Minggu depan, aku hanya ingin memberikannya surprise di sekolah untuk teman-temannya. Toko anda paling dekat dengan sekolah jadi aku mampir kesini."

"Baik tuan, aku mempunyai banyak hadiah yang bagus. Seperti yang anda lihat, jika rejeki tokoku maka anda akan memesan surprise itu disini. Jadi silahkan anda berkeliling untuk melihat-lihat."

Senyumnya bersamaan muncul dengan anggukan. Ku berikan privasi untuk semua pelanggan ku. Aku sendiri juga merasa jengah jika seseorang mengekor ketika aku melihat-lihat barang dalam sebuah toko. Hanya merasa seperti dicurigai sebagai pencuri, padahal hal itu adalah sebuah upaya kesigapan pelayan toko pada pelanggannya. Tapi tindakan itu sangat menyebalkan.

Pria yang kutaksir berusia sekitar 30 tahunan dengan tinggi badan 180an itu tertarik dengan mainan edukasi. Terlihat jelas beberapa kali dia memegang mainan seperti puzzle, balok susun, deretan angka dan huruf magnetik, bahkan buku story telling bongkar pasang. Dugaan ku keponakannya bersekolah di paud hingga kelas 2 SD.

"Wuah, mainan yang anda jual begitu lengkap dan mendidik. Sepertinya aku akan rugi jika keluar pintu tanpa meminta bantuan anda untuk proyek surpriseku." Wajahnya terlihat tampan ketika dia tersenyum jangan lupakan lesung pipi dikedua sisi wajahnya.

"Terima kasih tuan, saya akan senang membantu anda."

"Bagaimana jika anda menyiapkan hadiah untuk 15 orang anak dan 5 guru paud "Sunshine" ponakan saya bersekolah disana."

Fake apologize, The Path I ChooseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang