18. gusar

23 9 2
                                    

J-Hope tiba-tiba membuka pintu kamar tamu. Membuatku menoleh terkejut dan menambah kekesalanku. Pria itu melangkah masuk tanpa ijin karena melihat kotak perhiasanku yang isinya berhamburan di meja dekat jendela.

Wajahnya kaku karena bingung. Sesekali di menatap kearah ku yang berdiri juga menatap kearahnya. Aku makin kesal karena pria itu masuk kamarku. Helaan nafas ku tentu didengarnya.

"Apa yang terjadi di sini?" Tangan Jhope menyapu sesaat di atas perhiasan-perhiasan ku.

"Tak ada apapun." Jawabku irit sambil memasukkan lagi benda-benda berharga kedalam kotaknya.

"Apa kau akan....." J-Hope tak meneruskan kalimatnya.

Aku yakin dia menebak sesuatu yang salah. Matanya menyipit mencari jawaban dari sorot mataku. Ku biarkan pemikiran liarnya berkembang. Seberapa besar rasa percayanya padaku, aku ingin tau itu.

"Jika tak keberatan, silahkan oppa keluar dari sini. Aku ingin tidur."

J-Hope menegakkan punggungnya canggung lalu mengangguk. Dia keluar kamar ku tanpa mendapatkan jawaban dari dua pertanyaannya tadi. Dua pertanyaan yang tak ingin aku jawab. Malam ini berakhir begitu saja, seperti biasanya kami tidur terpisah hanya beda kamar tidur kali ini.

Pagi-pagi benar aku sudah sampai di toko. Aku tak perlu melakukan apapun di apartemen itu lagi. Hanya menyeret koperku dan melakukan aktifitas pagi di dalam toko ku. Hal pertama yang ku lakukan setelah keluar kamar mandi adalah mengecek ponsel. Tapi sepi.

J-Hope bangun dengan perasaan lebih tenang pagi ini. Dia mengetuk pintu kamar tamu tang tak ada jawabannya. Secepat itu juga Jhope kecewa. Aku dan koperku tak ada. Tangannya mengacak-acak rambut karena kesal.

Pria itu duduk di ruang makan, menatap ponselnya dalam diam. Jempol tangan kanannya sibuk dengan layar pintarnya sedangkan tangan kirinya memegang mug berisi kopi. Otak Jhope sudah melayang memikirkan hal yang paling buruk.

Kursi yang dia duduki berderak karena Jhope tiba-tiba berdiri. Dia terkejut menatap layar ponselnya yang memberinya berita tak terduga. Serta merta Jhope menuju kamar tidurnya lagi.

Tak berapa lama kemudian, pemimpin perusahaan ekspor impor itu telah berada dijalan dengan mobilnya. J-Hope berpikir keras, jika berita yang dia temukan tadi benar maka artinya sang istri akan benar-benar meninggalkannya.

J-Hope menggigit bibir bawahnya cemas, kepalanya menggeleng-geleng untuk menenangkan dirinya sendiri. Untuk pertama kalinya dia merasakan takut sebesar ini. Hal buruk yang dia pikirkan berusaha dia tepis.

Aku sampai di depan pintu toko. Sebuah suara berasal dari belakangku menyapa dengan renyah.

"Selamat pagi ibu hamil yang rajin."

Wajah penuh pesona yang bersinar-sinar membuat mataku silau dengan ketampanannya. JiMin berdiri menyapa dengan senyum manis membuat matanya hilang. Begitu manis.

"Ohh, selamat pagi JiMin-ssi."

"Kau begitu rajin. Sini aku bantu." JiMin mendekat mengambil kunci toko dari tanganku.

Jantungku berdegup lumayan kencang karena sapaannya ataukah ketampanannya, aku tak tau. Tangannya membuka pintu dan mempersilahkan aku masuk lebih dulu.

"Terimakasih." Ucapku di ambang pintu.

"Sama-sama tapi ibu hamil tak boleh berdiri di pintu begitu, pamali."

"Ehh?"

"Katanya akan kesulitan melahirkan nantinya, jadi jika ingin keluar ya keluar kalo ingin masuk ya masuk. Pokonya jangan berdiri di pintu begitu, kata ibuku."

Fake apologize, The Path I ChooseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang