3. Pernikahan kami

28 9 0
                                    

Ayah berjalan beriringan menggenggam jemariku yang mengandeng lengannya. Berdiri diujung sana didepan altar, pria yang menjadi sahabatku yang selangkah lagi ku panggil suami. Wajahnya tegang menatapku dan ayah yang bergerak menuju kearahnya. Pria dengan balutan suit mewah, terlihat gagah dan tampan seperti biasanya. Pengusaha muda yang sedang dipuncak kesuksesan diindustri ekspor-impor benar-benar akan menjadikanku istrinya. Ekor mataku melihat kedua orang tuanya yang duduk dibagian paling muka, wajah mereka tenang menatap langkah kami. Ayah dan ibu Jhope juga terhenyak tak menyangka jika putra sulung mereka akan menikahi sahabatnya sendiri. Ibu Jhope terlihat menyeka airmata haru, sedangkan sang ayah berdiri tegang ditempatnya.

"Hoseok-aa, aku menyerahkan putriku padamu. Sebagai ayah aku tak pernah akan rela jika orang lain menyakitinya, membuatnya terluka dan menderita. Berapapun usianya, Somi kecilku akan tetap menjadi putri manis yang imut dan harus kulindungi sampai akhir nafasku. Jika nantinya kau bosan, kau lelah, kau marah dan mungkin jika ada hal lain yang membuatmu berubah pikiran dan tak ingin lagi mencintainya, jangan...dengar ini, JANGAN sekalipun kau lukai hatinya. Kembalikan saja dia padaku, aku akan menjemputnya dan akan menerimanya lagi dalam rumahku. Bagiku dia tetap akan menjadi putri kecilku."

"Hoseok-aa, asal kau tau jika aku masih sanggup berkelahi melawan mu untuk membela putri kecilku. Kau mungkin mencintainya sekarang, tapi ingatlah ada aku yang lebih dulu telah mencintainya dan akan tetap begitu selamanya." Jhope terlihat tegang mendengar kalimat ayah, berdiri tanpa bergerak, membeku ditempatnya berdiri.

Tak seorang pun mampu menahan air matanya mendengar ayahku menyampaikan nasehat pernikahan. Tekanan dan intonasi yang perlahan namun dalam itu ikut menusuk hatiku. Cinta ayahku yang keras dan dingin itu ternyata begitu besar. Dibalik sikap dingin dan irit bicara ternyata ayah menyimpan dan memberikan perlindungan dengan tegas bahkan dari calon suamiku sekalipun.

"Besan, aku menitipkan putri bungsuku pada keluarga kalian. Tak ada yang ingin kuminta selain, tolong perlakukan dia sebagai putrimu. Aku akan memastikan juga Hoseok akan kuperlakukan sebagai putra keluarga kami. Jika nantinya putriku berbuat salah, tolong tegur dia dan mohon jangan lupakan jika dia masih mempunyai orang tua. Aku mohon bimbingan kalian untuk putriku."

Kali ini bahkan ibu Jhope tersedu-sedu. Mungkin firasat buruk telah ayahku rasakan. Tamu undangan tak bersuara dan masih berdiri mendengarkan ayahku bicara. Wajah Jhope sudah merah dan sembab. Para pengiring pernikahan kami bahkan sudah tertunduk menyembunyikan isakan.

"Somi-aa, miane. Ayah minta maaf, telah mendidikmu dan kakakmu dengan keras dan tegas. Ayah hanya ingin kau menjadi wanita tangguh. Kau akan tetap diterima dalam rumah jika kau ingin kembali kapanpun. Ayah tak akan pernah merubah dimana kita biasa meletakkan kunci. Ketuk saja kamar ayah jika kau sudah tak sanggup pulang ke rumah kalian atau rumah mertuamu. Jika mereka memperlakukanmu dengan buruk, laporkan pada ayah dan ayah yang akan memberi mereka pelajaran."

Semua hadirin terkekeh mendengar gurau ayahku. Tapi aku tau jika ayahku tak bergurau sekarang. Air mataku sedarai tadi mengalir lancar membuat sapu tangan yang Dami berikan telah basah. Cinta ayah memang begitu besar, sejak pertama kita dilahirkan hingga saat beliau akan menyerahkan anak gadisnya pada pria asing yang di cintai putrinya. Lebih lagi, rasa berat itu dikarenakan dia akan membiarkan putrinya masuk dalam keluarga asing baru yang berbeda keadaanya dengan dirumah.

Terakhir, ayah menyeka kedua mata sebelum memberikan tanganku pada Jhope di depan altar. Pastur yang akan memberkati kami pun terlihat menitikkan air mata haru. Hari itu, 11 bulan lalu kami menikah dengan perayaan sederhana untuk ukuran keluarga Jhope. Pesta makan malam keluarga diselenggarakan di halaman samping kapel hanya dihadiri keluarga dekat kami juga beberapa sahabat Jhope.

"Ayah, ketika kami menikah ayah bahkan tak sampai menangis." Protes Dami.

"Karena ayah masih punya anak perempuan untuk ayah suruh-suruh." Jawab ayah menatap Dami yang cemberut. Kami semua terbahak-bahak.

Fake apologize, The Path I ChooseTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang