"Sudah kau lihat? Buka matamu baik-baik! Lihat itu! Masih bersikeras bertahan? Kau masih ingin menyakiti dirimu sendiri? Sudah eomma bilang, kau bertahan dengan orang yang salah!" Ibu Jhope bicara dengan angkuh.
"Ini pasti ada penjelasannya, eomma. Bisakah kita jangan terlalu cepat menyimpulkan?" J-Hope cukup pusing dengan kabar yang di bawa ibunya.
"Kau yakin jika anak itu anak mu? Pikirkan dengan seksama dan kembalilah pada Mina!" Penekanan sang ibu membuat Jhope putus asa.
Aku berdiri dibalik pintu ruang rapat yang bersebrangan dengan ruang rapat besar. Suara ibu mertuaku terdengar jelas karena pintu ruang rapat kecil tak ditutup rapat oleh Miran tadi.
Dadaku serasa dipukul tiba-tiba. Sakit hati itu kembali hadir, aku sesak saking kaget dan kecewa. Ibu mertuaku mendukung Mina? Malah menyuruh putranya kembali pada mantan?
Benarkah telingaku ini? Benarkah yang ku dengar? Kepala ku pusing dan tubuhku panas. Keringat mulai membuatku tak nyaman. Untungnya Miran kembali dengan minuman yang ku pesan.
"Maafkan saya nyonya. Ini minum anda." Ucap Miran sambil menyajikan gelas dengan bulir es yang terlihat menggoda.
Dadaku naik turun intens masih terasa berat. Udara seolah hanya sedikit yang masuk paru-paru ku. Aku gelagapan dan makin gemetaran mencari udara segar untuk menenangkan diriku sendiri.
"Nyonya, anda tak apa? Anda terlihat pucat." Miran menyentuh lenganku.
Tangan dingin Miran setelah menyentuh gelas berisi es tersalur melalui kulitku. Aku tersadar! Ku tatap Miran yang terheran dan khawatir. Dadaku masih bergerak namun bibirku tetap kelu.
Miran sedikit berteriak menyebut namaku. Tangannya mengguncang lenganku yang mulai lemas. Suara Miran masukin lama makin terdengar begitu jauh. Hingga aku tak bisa merasakan apapun.
Seharusnya hari ini menjadi awal yang indah bagiku, bagi hubungan kami berdua. Nyatanya malah aku terbaring di ranjang rumah sakit. Suara khawatir ibuku bisa ku dengar. Tapi aku memih tetap memejamkan mata, tak ingin mendapat pertanyaan juga menjawabnya.
Jika bisa aku memilih untuk pergi saja. Pergi jauh dari sini, entah harus kemana atau mati sekalipun. Akan lebih baik bagi kami semua. Aku sudah terlanjur lelah, terlanjur tak berdaya bahkan hanya untuk sekedar mengangkat dagu.
"Mengapa dia tak kunjung bangun?" Suara ibu bergetar.
"Dokter bilang dia tak apa-apa eommanim. Ini salah saya, maafkan saya eommanim." J-Hope ternyata ada diruangan ini juga.
"Bisa jadi dia tidur." Suara ibu Jhope juga bisa ku dengar.
Aku makin malas untuk membuka mata.
"Dami-aa, panggilkan dokter lagi. Eomma khawatir." Ibu berkata lembut.
Pintu terdengar digeser, bisa jadi Dami menuruti permintaan ibu. Jika dokter memeriksa lagi bisa jadi dokter akan tau jika aku sudah siuman sejak tadi. Aku mengalah daripada malu nantinya.
"Aigoo Somi-aa, apa yang kau rasakan? Dimana yang sakit?" Ibu sungguh-sungguh cemas.
"Aku baik-baik saja eomma, jangan khawatir." Wajah lembut beliau selalu membuatku tak tega.
"Sayang, kau baik-baik saja?" J-Hope mendekat.
"Nde."
"Baiklah Somi sudah siuman, aku harus pamit. Masih ada yang harus ku kunjungi." Ibu Jhope berdiri sambil mengangkat tas dari atas meja.
Seperti tak butuh tau tentang keadaanku. Mertuaku bergegas menuju pintu. Wajah Dami mengeras menahan kesal. Sejak awal dialah yang paling anti pada ibu Jhope, sejak kami berteman dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fake apologize, The Path I Choose
FanfictionDia bersamaku, namun masih berkutat dengan cinta lamanya juga. Apa alasannya menikahi ku? Apakah kata cintanya bukan kebohongan? Orang bilang bahwa cinta abadi berawal dari persahabatan. Itu tidak berlaku untukku. Start may, 21 2022