Sakit

1.8K 69 0
                                    

Semakin aku mencoba menjauh dari Erik, sosok Erik semakin merecoki hidupku di kampus. Dia sering datang hanya untuk meminta maaf karna merasa bersalah dan ingin kita kakak adekan seperti semula. Membuatku sedikit risih.

"Mas erik, please ya jangan ganggu Caca dulu. Caca lagi pusing nih"
Ucapku padanya.

"Kamu kenapa blokir nomor mas sayang? Kamu sakit? Mas beliin obat ya?"
Katanya yang mengikutiku kemanapun aku melangkah.

"Ndak usah mas, terimakasih. Caca cuma butuh istirahat"

Erik mencekal lenganku ketika aku akan jatuh karna pusing berkunang-kunang. Dia memperhatikan wajahku kemudian menempelkan tangannya ke dahiku.

"Panas banget dek, mas anterin periksa yuk. Kamu jangan nyetir sendiri kalau pusing. Bisa bahayain diri kamu dan orang lain"

"Nda usah mas, terimakasih"

"Dek ayo, mas cuma ingin bantuin kok. Jangan egois gitu, bisa bahaya nanti. Ke klinik kampus situ yok"

Erik menuntunku memasuki mobilnya, membukakan pintu untukku dan merebahkanku pada jok samping pengemudi dengan posisi setengah tidur. Menyelimutiku dengan jaketnya, kemudian menutup pintu mobil dan berlari kearah kemudi. Sekarang aku pasrah dan harus menerima bantuannya karna pusing yang aku rasakan.

Aku memang tipe orang yang ambang nyerinya rendah, sehingga pusing sedikit aku sudah bingung mencari analgesik atau antipiretik. Aku tipe orang yang takut sakit, takut rumah sakit dan yang ada didalamnya, maka dari itu aku anti periksa-periksa dan sejenisnya seperti mama yang kini rutin lakukan. Yang penting aku menjaga kesehatan, makan makanan seimbang, dan olahraga teratur.

"Turun dulu yuk Ca, periksa biar dapat obat dan tau sakitnya"

Kuperhatikan sekitar, ternyata Erik membawaku ke Klinik. Seketika aku merasakan debaran jantungku lebih cepat karna mengingat trauma masa lalu.

"Gak mau mas, pulang aja yuk"
Kataku sambil memelas kepadanya.

"Kenapa? Masih pusing ndak kepalanya?"
Tanyanya lembut sambil mengusap kepalaku.

"Masih"
Jawabku jujur sambil terpejam menikmati usapan tangannya dikepalaku yang membuat pusingku sedikit mereda.

"Periksa bentar yuk, gak papa kok. Biar tau Ca sakitnya apa. Mas temenin sampai ke dalam kok. Yuk, jangan menyepelekan demam dan pusing"

Sekarang aku diklinik menuruti mas Erik, menunggu antrian namaku dipanggil. Jantungku masih berdebar tak karuan takut mengetahui penyakitku yang sudah parah karna pusing ini terus bermunculan dalam 3 minggu terakhir ini, ditambah kadang pusingnya sampai ke telinga. Tentu saja aku menutupi ini semua dari mama karna takut mama memaksaku untuk periksa.

"Dek, maaf tadi aku sudah hubungi mamamu, aku tungguin kamu sampe mama datang ya? Soalnya maaf banget aku habis ini harus balik ke kediri buat coass. Maaf ya dek"

"Calista Marianne"

Suster memanggil namaku untuk masuk kedalam poli umum. Didalam poli Erik masih menemaniku berdiri dibelakangku saat suster tersebut periksa tekanan darahku dan deyut nadiku. Kemudian memintaku masuk ke dalam untuk diperiksa dokter.

"Mb Calista ya? Keluhan yang dirasakan selain pusing apa mba?
Tanya dokter didepanku ini dengan ramah.

"Pusing aja dok, kadang juga kepala rasanya tegang"

KAFELETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang