"Ca, jangan gini... masuk mobil. Kita pulang"
Katanya dengan nada tegas. Kok jadi dia yang marah batinku, kan yang salah dia."Gak, gak mau"
Ucapku sambil terus berjalan keluar dari RSJ yang lumayan luas ini. Aku sudah tidak peduli lagi dengan tatapan orang-orang yang sedang melihat kami dengan muka penasaran."Ca, jangan childish gini"
Nadanya minus dua."What? Ngomong apa barusan? Childish?.."
Tanyaku dengan menatap mas Ian menantang. Dia tak menjawabku, lebih memilih menarikku ke toko kecil yang tutup di tepi jalan karna hujan turun rintik-rintik. Kemudian dia mengambil handphonenya di saku dan terlihat menelpon seseorang.
"Ren tolong bawa mobilku keluar ya, aku ada di toko warna kuning dekat gerbang luar. Kiri jalan"
"Ikut aku pulang Ca"
"Gak akan, aku bisa pesan ojol sendiri."
"Gak akan ada, apalagi hujan seperti ini. Pulang sekarang."
"Gak mau"
"Ca, ikut"
Katanya singkat dengan nada marah, dan tatapan yang tajam, membuat nyaliku sedikit ciut. Tak lama kemudian mobil Pajero warna hitam itu berhenti di depan kami. Setelahnya seorang pemuda turun dengan membukakan pintu penumpang di sebelah sopir."Ren di parkiran ada mobil BMW putih nopol N 91 IAN. Aku boleh minta tolong lagi kamu bawa mobil itu balik ke rumah?"
"Enggeh pak, siap"
"Oke, terimakasih ya Ren. Maaf ngerepotin"
Katanya kepada pria yang punya lesung pipi itu dengan sopan. Kemudian mas Ian mengambil uang ratusan ribu di dalam dopetnya dan dia berikan kepada pria itu."Buat beli rokok Ren"
"Loh gak usah pak"
"Gak papa, bawa aja. Aku duluan ya"
"Injih (iya) pak siap. Matur nuwun sanget (terimakasih banyak)"
Mas ian mengangguk, kemudian melihatku. Aku masih diam di tempatku berdiri melihat interaksi dua pria itu. Siapa pria itu? Royal sekali mas Ian pada pria itu, memberikan beberapa uang ratusan ribu kepadanya dengan gampang, batinku. Hingga aku sadar aku sudah berada di dalam mobil hitam ini. Bodoh, batinku lagi dalam hati, kenapa aku dengan mudahnya mengalihkan pikiranku dan manut-manut saja dituntun masuk mobil ini. Aku kan udah ada niatan untuk kabur tadi. Bodo banget sumpah... umpatku dalam hati.
Sepanjang perjalanan aku hanya diam, pandanganku tetap lurus kedepan. Sedangkan mas Ian beberapa kali memanggilku saat kami berhenti di lampu merah, namun aku sama sekali tak menanggapi. Hingga sampai mobil memasuki kawasan Araya, mas Ian memelankan mobilnya, menyapa bapak satpam dengan membuka kaca mobilnya, lalu tiba-tiba mengenggam tanganku, hangat, namun aku masih mencoba mendiamkannya.
Aku tidak munafik, tangannya yang besar dan hangat saat mengenggam tanganku itu membuatku nyaman dan mau lagi dan lagi. Sentuhannya membuatku candu, apalagi aroma parfum dan tubuhnya itu, membuatku seakan melayang. Jujur aku mencintainya, aku sudah benar-benar jatuh dan sayang padanya, aku takut dia meninggalkanku untuk perempuan lain, tapi...
"Sayang turun yuk"
Katanya setelah mobilnya terparkir di carpot rumahnya. Kali ini nadanya sedikit lembut."Mau aku gendong?"
Ucapnya lagi masih dengan nada lembut, seolah tadi tidak terjadi apa-apa."Mas Ian mau ngomong apa? Aku hanya punya waktu satu jam untuk mendengarkan mas bicara."
Kataku sambil turun dari mobil, kemudian menutup pintu mobil itu dan berdiri menghadap mas Ian sambil bersandar pada mobil besar itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFELE
Teen FictionMenceritakan perjalanan cinta seorang gadis yang selalu gagal dalam urusan cinta. Sampai akhirnya dia terlibat dalam perjodohan orangtuanya. "Perjalanan hidup mengajarkan banyak hal, tak hanya membangun, tapi juga bisa menghancurkan. Kita yang meras...