Salah Paham

1K 59 1
                                    

"Jangan pergi"

"Kumohon tetap disini"
Kataku mencegahnya pergi dari balkon dengan memeluk pingangnya erat dari belakang.

"Aku tau mas memang belum ada rasa sayang padaku, tapi aku mohon beri aku kesempatan lebih lama lagi untuk membuat mas nyaman sama aku."

"Ca"
Panggil suamiku itu mendayu dan ingin melepas tanganku yang sedang memeluk pingangnya.

"Mas, dengerin Caca dulu. Mungkin mas pasti berpikir orangtua kita punya pikiran ortodoks seperti itu, seenak jidatnya jodohin kita. Caca awalnya juga mikir kaya gitu mas tapi seiring berjalannya waktu aku mikir lagi mungkin memang ini jalan yang terbaik untukku."

"Tolong jangan pernah berpaling apalagi berniat untuk menjadi asing. Aku tau kok Mas, di bumi ada jutaan wanita yang siap merebutmu kapan saja dariku. Begitupun sebaliknya, selain kamu masih banyak pria yang bisa mencuri perhatianku, bukannya aku terlalu percaya diri, tapi memang ini fakta, bahkan temanmu ada yang terang-terangan ngajak aku nikah padahal udah tau statusku istri temannya. Tetapi aku mengabaikan mereka hanya karna aku memilih dirimu. Karena itu, agar segala kisah ini tetap utuh, bisakah kita saling menguatkan diri untuk tetap tangguh? Aku masih ingin kamu yang akan menemaniku menghabiskan secangkir teh di kala senja datang."

"Please jangan pergi"
Ucapku sambil terisak kali ini.

"Kalau aku boleh jujur, aku udah bener-bener jatuh sama mas Ian, aku udah ada rasa tertarik sama mas waktu aku SMA, tapi... tapi aku mikirnya gak akan bisa terbalas jadi aku tepis jauh-jauh saat itu. Tapi kalau untuk sekarang gak bisa aku tepis jauh-jauh lagi... aku udah mentok sayangnya sama kamu mas."

"Caca..."
Mas Ian memanggilku dengan suaranya yang tegas dan mencoba melepaskan tanganku lagi yang masih setia memeluk pinggangnya.

"Gak mau? Aku masih pingin peluk mas? Mas gak suka? Aku kurang apa mas? Kasih tau aku, mas sukanya gimana? Aku kurang apa? Aku..."
Entah kenapa aku jadi terang-terangan dan posesif pada pria ini.

"Caca, dengerin aku"
Mas Ian membalikan badannya menghadap ke arahku.

"Kamu ini kenapa? Siapa yang mau pergi ninggalin kamu? Aku cuma sedang puyeng jadi ngerokok, dan aku gak mau kamu jadi perokok pasif karnaku."

"Sekarang lepas dulu, aku mau mandi dan ganti baju. Mikirmu terlalu jauh."

"Aneh kamu hari ini."
Katanya lalu melepas tanganku dan berlalu pergi masuk ke pintu kamar.

Aku terdiam sejenak mencerna kata demi kata yang suamiku itu ucapkan, sedikit nyelekit dan terlalu jujur. Sedangkan pikiranku saat ini sedang ngefreeze. Apa katanya tadi? Dia pergi dari balkon karna dia tidak ingin aku menghirup asap rokoknya? Dia tidak ingin aku jadi perokok pasif karenanya?

"Ya Tuhan"
Ucapku panik, aku kenapa sih? Bisa-bisanya terus bicara panjang lebar dan mengakui semua tentang perasaanku pada singa yang punya hatisekeras batu itu? Jadi tau kan dia sekarang, tapi kayanya dia juga gak peduli, buktinya dia sama sekali tidak menyinggung ucapanku yang panjang lebar itu. Kasian sekali dirimu Caca.

"Bodoh, malu-maluin diri sendiri aja sih Ca"
Ucapku mengumpat menyesali semua pengakuanku.

***

Aku termenung di ruang tengah mama sambil memandangi televisi di depanku. Saat ini aku sedang berada di rumah mama, sedangkan suamiku itu kini berada di klinik.

KAFELETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang