Flashback On
"Ca"
"Ya mas"
Saat aku sedang bersama Akbar. Akbar adalah anak sahabat mamaku dan mertuaku yang juga berteman baik dengan suamiku."Nikah yuk"
"Hahaha bercandamu gak lucu mas"
Dia menatapku serius, memandangku dengan tatapan menusuknya."Aku serius"
Jawabnya yang membuatku berhenti tertawa."Ehem"
Aku berdehem untuk menetralkan perasaanku yang kini merasa kurang nyaman berada di dekatnya. Mana sekarang aku bakal sering bertemu dengan pria ini lagi, karna dia salah satu dosen di kampusku."Ca, sudah lama kita kenal, sudah lama aku memendam perasaan terhadapmu. Hingga aku bertemu denganmu lagi. Awalnya aku gak bermaksud apapun setelah tau kamu istri Arter. Temanku sendiri"
"Sempat bertanya kenapa Tuhan, kenapa Tuhan mempertemukan kita lagi yang gak akan bersatu. Hingga aku mendengar kabar dari mama jika kamu telah menikah dengan Arter, aku diam-diam memperhatikanmu saat di kampus yang menurutku kamu tidak bahagia dengan Arter, kalian hanya menikah secara administrasi namun batin tidak."
"Ca"
Tanpa menjawab, aku menoleh padanya yang masih menatapku serius kemudian menunduk kembali."Semakin bertambahnya hari, aku semakin menginginkanmu. Tapi lagi-lagi aku tertampar. Tidak mungkin kita bersama jika iman kita berbeda. Aku kembali lagi berdamai dengan diriku sendiri, mencoba mencintai sosok Anggel lagi. Tapi aku semakin menginginkan kita bersama Ca"
"Aku belajar apa itu agama islam, sholat wajib, mengaji dan lain sebagainya agar agama tidak menjadi penghalang diantara kita"
"Mas, cukup mas..."
"Ssst Ca, jangan jawab apapun saat ini. Aku mohon."
"Arteria.... hahaha dia memang pintar, simple, pria yang mapan, namun dia misterius. Sikapnya gak gampang di tebak, mungkin dia bisa baik sekarang sama kamu, tapi suatu saat dia juga bisa meninggalkanmu dan membuangmu. Kapanpun dia mau."
"Aku tau betul Arteria pasti tersimpan rapi di dalam hatimu. Hati-hati Ca, dia bukan pria yang baik, aku tau kamu pasti mencintai Arter, tapi apakah anak itu juga pasti akan mencintaimu? Pikirkan lagi ucapanku. Dia bisa membuangmu kapanpun dia mau."
"Ca"
Kini tangannya mulai berani menggenggamku, tapi dengan cepat aku melepasnya."Mas, maaf saya pergi dulu."
"Caca, sesulit itu kah kamu aku gapai Ca?"
#Flashback On
Aku melamun saat berada di dalam mobil yang dikendarai mas Ian. Dalam diam aku berfikir seperti kata Akbar tadi, mungkinkah mas Ian benar -benar akan bisa mencintaiku? Bisakah pernikahan kami berjalan selayaknya sepasang suami istri yang saling mencintai?
"Ngelamunin apa sih?"
Tanya mas Ian padaku sambil mencubit hidungku. Aku tersenyum dengan perlakuan sederhananya, digituin aja aku udah bahagia banget ya rasanya."Enggak mas"
"Kenapa?"
"Enggak papa"
Kataku sambil tersenyum padanya."Mikirin apa?"
"Gak lagi punya utang kan? Atau galauin pria?"
Katanya menggodaku sambil tersenyum tetapi tetap fokus menyetir dengan kecepatan tingginya dan aku tanggapi dengan tertawa."Jadi benar ya?"
Tanyanya sambil tersenyum lagi."Hah apanya mas?"
"Mikirin pria lain?"
"Hah... enggak lo mas. Jangan mancing-mancing."
Dia hanya tersenyum lalu mengangguk mendengar ucapanku. Kemudian fokus menyetir lagi dan tidak membuka pembicaraan sampai rumah. Sampai rumahpun dia juga langsung naik ke lantai dua dan masuk kedalam kamar. Kenapa dia? Batinku, apa jangan-jangan tau pembicaraanku dengan Akbar? Tapi kan pembicaraan kita gak ada yang aneh, aku tidak bilang iya kan tadi?
Aku mengikutinya naik ke lantai dua, dan masuk ke kamar, namun dia tidak ada, apa mungkin dia di dalam kamar mandi? Aku buka pintu kamar mandi karna penasaran, namun juga tak menemukannya... dimana dia? Apa di balkon? Aku berjalan menghampiri pintu balkon yang kini terlihat tertutup, namun setelah pintunya aku buka, terlihat mas Ian sedang duduk di kursi pojok sambil merokok.
Dia melihatku saat aku membuka pintu dan berjalan kearahnya, namun sedetik kemudian, dia memalingkan mukanya terhadapku lalu menghirup rokoknya kembali. Kenapa sih dia? Kok aku ngerasa gak tenang ya dengan sifat acuhnya? Apa aku tanya aja ya? Tapi mana berani aku... duh mas Ian kaya perempuan PMS aja.
"Mas"
Pangilku pelan sambil memperhatikannya."Jangan disini Ca, cari tempat lain."
"Aku mau disini tapi"
Rengekku manja padanya.Mas Ian seperti menghela napas kasar, lalu mematikan rokoknya yang masih panjang. Kemudian berdiri dari kursinya akan pergi, namun dengan cepat aku gapai lengannya, dan aku peluk dia dari belakang dengan erat.
"Jangan pergi"
Ucapku sambil memeluknya erat, mencoba mencari aroma tubuhnya yang akhir-akhir ini selalu aku rindukan. Air mataku menetes, mungkin karna hormon menstruasi aku jadi gampang banget menangis kali ini, namun aku juga teringat ucapan Akbar tadi pagi. Kata pergi adalah hal yang paling aku takuti saat ini."Jangan pergi aku mohon"
***
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFELE
Teen FictionMenceritakan perjalanan cinta seorang gadis yang selalu gagal dalam urusan cinta. Sampai akhirnya dia terlibat dalam perjodohan orangtuanya. "Perjalanan hidup mengajarkan banyak hal, tak hanya membangun, tapi juga bisa menghancurkan. Kita yang meras...