Aku terbangun dengan kepala berat dan sedikit pening karna semalam habis menangis. Mataku memeriksa penjuru kamar, namun tidak kutemukan mas Ian disini, mungkin dia semalam tidur di luar, batinku. Aku memeriksa handphoneku yang tergeletak di meja rias, dan menemukan pesan yang sudah di buka.
"Siapa yang buka ya? Perasaan aku kemarin langsung tidur"
Ucapku bertanya pada diri sendiri."Omg, apa mas Ian jangan-jangan?"
Aku buka lagi handphoneku, menekan beberapa nomer yang menjadi kode sandi untuk membuka aplikasi hijau itu. Aku lihat pesan itu dari Zahra, dan mas Erik. Gila-gila, mana mas Erik ngajak ketemuan. Gimana dong? Pasti mas Ian anggapnya aku juga aneh-aneh. Rusak dong repurtasiku sebagai wanita baik-baik, batinku.
Aku segera menuruni tangga saat Zahra sudah telephone ada di depan rumah. Kali ini aku putuskan untuk berangkat bersamanya karna hujan. Gak mungkin dong aku pinjam mobil suamiku disaat mode perang seperti ini?
"Mau kemana?"
Tanyanya yang ada di ruang tengah sedang memegang ipad, entah apa yang dia lakukan di ipad itu."Kampus"
Ucapku singkat, ingatkan aku masih mode marah. Aku perhatikan suamiku itu sudah rapi dengan celana jins warna khaki dan baju berkerah warna hitam bertuliskan [Option]. Apakah hari ini ada event? Aku tau sekali itu baju club mobilnya. Kata mas Erik dulu, Option adalah sebuah club modifikasi mobil, yang kebanyakan anggotanya adalah koko-koko.
"Minggu-minggu gini?"
"Yes"
"Ngapain? Ada kuliah?"
"Gak, kumpul tugas aja. Kemarin kan bolos"
Ucapku yang beberapa detik kemudian membuatku menyesal kenapa menjawab pertanyaan mas Ian dengan kalimat yang terlalu panjang untuk mode marah."Aku antar, diluar hujan."
"Gak perlu, aku sudah dijemput."
"Siapa?"
"Kepo."
"Ca, kamu masih tanggung jawabku. Kalau kamu lupa."
Katanya seperti memperingatkanku."Bukannya kata mas Ian kita bisa hidup sendiri-sendiri dulu? Aku dengan kehidupanku begitu sebaliknya. Kenapa sekarang jadi sok jadi suami?"
"Caca..."
Katanya pelan namun menusuk, kemudian berjalan ke arahku."Aku bukan tipe orang yang mudah lepaskan apa yang sudah aku dapatkan. Termasuk kamu."
Ancamnya kemudian berlalu pergi."Termasuk lily juga mas?"
Ucapku sarkas yang membuat langkah mas Ian berhenti sejenak, tapi kemudian berjalan lagi menaiki tangga.***
"Egois banget sumpah"
"Kenapa sih pagi-pagi udah marah-marah. Cepet keriput nanti kulitmu."
Tanya Zahra dibalik setir dengan kacamata hitamnya yang menurutku terlalu besar. Dan jangan lupakan bajunya yang merah menyala seperti cabe itu."Laki-laki itu rakus banget tau gak.. bayangin aja Ra, suamiku tercinta itu gak mau ngelepas aku saat aku minta cerai."
"Hah serius? Dia bilang gimana?"
Tanya Zahra kaget dan sekilas menatapku sambil melepas kacamatanya."Serius minta cerai kamu buk?"
"Iyalah... siapa takut jadi janda muda"
"Gila-gila... kalau aku jadi kamu sih gak mau ya ngelepas suamimu itu. Secara dia tampan dan mapan. Klinik mamamu bukannya juga udah dia yang pegang? Terus kamu belum dapat apa-apa dari dia minta cerai? Rugi dong."
Kata Zahra menirukan mba-mba yang sedang berkampaye dengan jargon Rugi Dong itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KAFELE
Teen FictionMenceritakan perjalanan cinta seorang gadis yang selalu gagal dalam urusan cinta. Sampai akhirnya dia terlibat dalam perjodohan orangtuanya. "Perjalanan hidup mengajarkan banyak hal, tak hanya membangun, tapi juga bisa menghancurkan. Kita yang meras...