20 – Bubur Penghibur°°°
"Nih, lo pada bilang kangen masakan gue kan? Gue masakin," seru Bu Kos semangat sembari datang membawa panci besar yang dibawa oleh anaknya.
Panci bukan sembarang panci, pantatnya sehitam hati si Malik. Aku bahkan yang lain sepertinya tidak tahu kalau Bu Kos akan datang membawakan sarapan pagi ini. Maksudku, setelah kejadian semalam di mana kami sudah memojokkan anaknya dan berpikir Bu Kos tidak ada di pihak kami mudah saja baginya untuk tidak bersikap baik pada para penghuni, tapi Bu Kos tetap memasak untuk kami sebagaimana yang aku katakan waktu itu.
Kebetulan aku, Akbar, si Hana, dan si Wahyu memang sedang berkumpul di meja makan berniat untuk sarapan --kecuali si Malik yang belum juga turun karena mendapatkan giliran mandi paling akhir—tadinya aku mau membahas soal si Ica bersama para penghuni lain tanpa melibatkan Bu Kos karena semalam langsung masuk kamar, kami tidak sempat bicara setelah itu karena fakta yang dijabarkan Bang Adam cukup mencampuradukkan perasaan.
"Kenape pada melongo gitu dah, kayak wayang aje. Kagak demen masakan gue lagi?" tanya Bu Kos kecewa lalu membatalkan satu siukkan rendaman beras itu dari panci.
"Bu-bukan gitu, Bu Kos. Asti cuma masih ngerasa bersalah aja karena mungkin semalem Bu Kos sakit hati sama omongan kita, kirain Bu Kos enggak bakal masakin kita lagi, terus enggak ngasih diskon sewa kayak sebelum-sebelumnya."
"Dengerin gue. Urusan kemaren udeh jangan dibahas-bahas lagi, gue ngerti lo pada khawatir dan udah jelas kalau si Ica biang masalahnye. Gue kagak sakit hati, gue justru seneng karena lo pada berani bilang apa yang lo pada rasain ke gue. Daripada lo tinggal di sini tapi enggak nyaman sama tempat tinggal lo sendiri, gue juga yang ngerasa kagak enak nantinye."
Jujur lega mendengarnya karena Bu Kos tipikal orang yang kalau dia suka dia akan bilang suka, dan kalau tidak maka dia akan bicara apa adanya. Mendengar dia tidak sakit hati atau kecewa pada kami, setidaknya itu menunjukkan kalau akan masih ada diskon-diskon sewa di masa depan.
Si Hana, si Wahyu, dan Akbar hanya diam saja. Tapi Akbar sangat tampak sekali tengah memendam sesuatu, kulihat raut itu bertahan dari semalam padahal waktu bincang pagi kemarin membahas apel wajahnya tidak setertekan itu. Apa Akbar sebenarnya tidak suka pada kehadiran Bu Kos, ya? Sebelum wanita tua itu kembali, dia baik-baik saja bersama kami.
"Gue bakal lebih makan hati kalau lo pada kagak makan masakan gue. Dari pagi gue bangun cuma buat bikin bubur ini nih. Gue tinggal dua minggu doang udah pada kurus aje. Apalagi lu, Sti, kayak pensil inul." Bu Kos menyodorkan mangkuk bubur pertama kepadaku.
"Bu Kos bikin sayang, deh. Kalau aja gambar ayam di mangkok ini hidup dia pasti senyum dan tahu kalau Bu Kos itu penyayang." Kuambil sendok dan kerupuk, bersiap untuk menyicip tapi sungkan pada yang lain belum kebagian.
"Modus, lu. Gue kagak mau aje penghuni di kosan gue pada kerempeng apalagi sampe meninggal kelaperan." Ucapannya langsung mendapatkan istighfar dariku. Ini kalau sampai Om Diyat dengar mulut kejam Bu Kos sudah pasti akan disuruh beristighfar sebanyak tiga puluh tiga kali. "Nih, Yu. Bentar, si Wahyu kayak makin berdaki ye? Sering-sering mandi sebelum tidur, Yu. Mandi pagi doang kayak monstera gue, diciprat-ciprat lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
KOSAN CERIA
HumorAsti tidak menyangka Kosan Ceria yang kadang membosankan di setiap harinya karena hanya diisi oleh si Hana, si Ica, si Malik, dan si Wahyu setelah kepergian salah satu penghuni laki-laki, kini mendadak membangkitkan semangatnya lagi. Bagaimana tidak...