DUA PULUH DUA

34 8 4
                                    

Hi guys 👋👋

Gimana harinya? Lancar?

Jangan lupa vote dan komen ya🤗

Happy Reading📖📖




***

Entah Andika yang bodoh atau bagaimana. Jelas-jelas Naufal mengungkapkan perasaan nya ke sang istri, Andika tetap tersenyum kepada Alana seperti tidak ada tersirat sedikit pun rasa cemburu.

Setelah bertemu dengan Naufal, Andika tidak terkejut lagi. Ia tau betul siapa Naufal. Sungguh kebetulan Naufal merupakan tetangga Andika saat di London. Feeling Andika sangat tepat, sangat sangat tepat!

Alana menatap Andika yang tengah menyetir mobil. Tadi sempat terjadi cipika-cipiki antar Andika dan Naufal, bukan tentang hubungan masa lalu Naufal dan Alana, melainkan tentang masa-masa mereka bertetangga.

"Kak." Alana memegang tangan Andika. "Kakak marah sama aku?"

Andika melirik sebentar Alana, tersenyum tipis. "Ngapain aku marah?"

Alana tetap memegang tangan Andika, "aku duduk berdua di taman dengan Naufal." Tidak ada sama sekali perubahan di wajah Andika.

"Apa kakak nggak cemburu?"

"Cowo mana yang nggak cemburu melihat mantan istrinya mengungkapkan perasaan nya? Cowo mana, Alana?" Batin Andika berteriak.

Andika tersenyum tulus dengan mata yang ikut senyum juga. "Kalian masing-masing sudah mempunyai pasangan. Dan aku sangat percaya sama kamu, Alana. Pernikahan itu harus dilandasi dengan kejujuran, aku percaya kamu jujur. Aku minta kamu jangan pernah bohong, dan kecewain kepercayaan ini, Alana." Tenang, tapi menusuk hati Alana.

Jika Andika tau, maka kepercayaan nya terhadap Alana akan hilang. Alana merasa telah melakukan sesuatu hal yang berakibat fatal. Tangan yang awalnya menggenggam tangan Andika kini terlepas. Dengan gugup Alana memilih ujung baju dengan kedua tangan. Di berani kannya melihat wajah Andika.

"Aku nggak pernah bohong sama kamu, dan aku akan menjaga kepercayaan itu. Hati aku 100% hanya untuk Andika Syahputra seorang." Siapapun akan tertipu dengan senyuman manis yang terukir dari wajah Alana.

Tapi tidak dengan Andika, setelah Alana mengatakan hal tadi, ia terus memperhatikan hidung Alana. Jalanan juga sepi, membuat Andika agak leluasa melihat hidung sang istri.

Memerah. Itu yang bisa dilihat dari hidung Alana. Bohong, satu kata menilai perkataan Alana tadi.

"Bilang aja belum 100%," Andika tersenyum tulus seakan-akan ia percaya dengan ucapan Alana. Ia mencubit hidung Alana yang sudah merah, bukan karena salting atau terbentur. Melainkan karena Alana telah berbohong.

"Aku percaya kok sama kamu." Andika mengalihkan pandangannya dan fokus pada jalanan. Sedangkan Alana merasa semakin tidak enak.

****

"Udah shalat ashar, Na?" Tanya Andika saat mereka sudah sampai dirumah.

Alana yang tengah duduk di meja rias hendak membuka hijabnya menoleh ke Andika. "Udah tadi. Kamu udah shalat?"

"Udah. Nanti jam setengah tujuh kita pergi kerumah Aksa. Anaknya nyuruh kamu datang."

Alana mengangguk, "ok."

Alana sudah selesai melepaskan hijabnya kemudian ia berjalan dan duduk di tepi ranjang, tepat disebelah Andika.

Alana hendak mendarat kan bokongnya diranjang. Namun, Andika berdiri dan meninggalkan Alana sendirian dikamar. "Aku mau kedapur bikin kopi."

ANDIKA [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang