[MAAF]
.
..
Setelah beberapa hari di rumah sakit, Ziva sudah boleh pulang. Theo selalu menemani gadis itu. Dan sekarang dia mengantarnya pulang.
Theo mendorong kursi roda Ziva. Dia mengusap keringat di wajah gadis itu. Keduanya duduk di ruang keluarga. Bibi memberikan keduanya makanan.
"Aziva Almanthea" Theo menulis nama Ziva di telapak tangan gadis itu dengan bolpoin.
Ziva tersenyum senang.
Lo pasti damai banget ya, nggak di bully lagi. Tapi keadaan Lo sekarang gimana va. Batin Theo miris.
"Ziva mau nulis" Ujar gadis itu.
Theo menuntun tangan gadis itu dan menuliskan nama Theo di telapak tangan Theo.
"Theo Aldebaran" Ujar Theo.
"Ih kok Aldebaran" Ziva mencebikkan bibirnya lucu.
"Haha" Theo tertawa dan mengusap rambut gadis itu.
Dia menyisir rambut Ziva dengan hati hati. Lalu dia mengikatnya menjadi satu.
"Yeyyy" Theo bersorak.
"Ada yogurt rasa baru ini, mau nggak?" Tawar Theo.
"Mau"
Theo menyuapi gadis itu.
"Enak kan, coba tebak rasa apa" Kata Theo kepada Ziva.
"Hmmm nggak tau" Ziva menggeleng.
"Rasa bibir gue, tadi abis gue minum dulu hehe" Ujar Theo.
"Theo!" Mata Ziva berkaca kaca.
"Eh enggak enggak, bercanda" Theo terkikik geli.
"Udah sore, gue pulang ya" Ujar Theo berat hati.
Ziva mengangguk mengerti.
"Hati hati" Ujar Ziva.
Theo mengelus rambut gadis itu lalu dia beranjak pulang. Di depan pintu dia berpapasan dengan Ansell. Laki laki itu mengabaikan Theo.
Ziva terdiam dan memainkan jarinya. Dia tidak menyadari kedatangan Ansell. Laki laki itu sudah duduk di sampingnya.
Ansell mengusap rambut panjang Ziva. Gadis itu mengerjapkan matanya. Dia menoleh dan tersenyum kosong.
"The, kamu nggak jadi pulang?" Tanya Ziva lirih.
Ziva mengernyitkan keningnya karena sejak tadi diam.
"Theo?" Panggil Ziva.
Ansell berdehem dan seketika senyum Ziva luntur. Ziva bergerak mundur ke belakang. Gadis itu ketakutan.
"Pergi!" Ziva terus mundur.
Ansell memegang tangan Ziva dan menarik tangan kecil gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZIVA ALMANTHEA (ARABELLA 2)
Teen Fiction"Tidak ada lagi rindu yang tersisa selain rindu ku untuk bertemu dengan Tuhan. Pulang ke pangkuannya dan damai di pelukannya. Tangan kokoh yang seharusnya menjadi tumpuan untuk berjalan juga ikut menampar. Menggores banyak luka di hati malaikat keci...