13. TIGA BELAS

48 0 0
                                    

[MEMBUNUH MENTAL]
.

.

.

Ziva duduk di bangkunya sendirian. Teman temannya sudah datang tapi tidak ada yang mengajaknya bicara. Gadis itu merindukan sahabatnya yang setiap hari memberikan lelucon aneh dan ceria.

Ziva tersenyum kecil mengingatnya. Dia ingat bagaimana sahabatnya selalu mendukungnya dan selalu menyemangatinya.

"Va.... Liat! Gue udah sembuh!" Theo berjalan cepat ke bangku Ziva.

Gadis itu terdiam. Dia menepis tangan Theo ketika laki laki itu merangkulnya.

"Va.... Lo kenapa?" Tanya Theo.

"Mulai sekarang kamu nggak usah temenan sama aku ya Theo. Kamu jauh jauh dari aku" Ujar Ziva.

"Kenapa? Lo nggak suka temenan sama gue?" Tanya Theo.

Ziva hanya terdiam. Dia tidak mau Theo terluka karena dirinya.

"Sana kamu pergi! Aku benci sama kamu" Ujar Ziva.

"Iya, tapi kenapa va....." Lirih Theo.

"Kamu pergi aja The! Nggak usah deket deket lagi!" Ziva menggeser duduknya.

Theo menghelai nafasnya. Dia menatap gadis itu dari samping.

"Iya, gue pergi ya. Makasih buat waktu dan keramahan Lo. Lo jaga diri baik baik" Ujar Theo.

Dia memang mengatakan seperti itu. Tapi dia akan selalu menjaga Ziva dari kejauhan tanpa gadis itu tahu. Dia akan memastikan jika ziva akan selalu pulang ke rumahnya.

Sepeninggalan Theo Ziva terbengong. Kini dirinya benar benar sendiri. Tidak ada siapa siapa lagi di sampingnya. Tidak ada lagi yang menuntunnya untuk berjalan.

✨✨✨

Ziva memejamkan matanya sejenak. Jam istirahat dia selalu di dalam kelas. Dia menyembunyikan wajahnya di lipatan tangannya.

Bruk

Tiba-tiba tubuhnya terhempas kasar ke lantai. Ziva bangun dan duduk. Dia meraba raba lantai. Ansell menginjak tangan kecil Ziva.

Gadis itu mengernyitkan keningnya kesakitan. Laki laki itu menarik leher ziva dan mendorongnya ke dinding. Gadis itu terdiam pasrah.

"Sakit?" Tanya Ansell.

Ziva hanya diam. Beruntung dia tidak bisa melihat, jadi dia tidak melihat semenyedihkan apa dirinya. Laki laki itu tertawa pelan. Mencakar leher dan sebelah pipi gadis itu. Membuat kulit mulus Ziva memerah dan bercak darah.

"Jawab ha?!" Ansell menghentakkan tubuh Ziva keras.

Laki laki itu mendorong Ziva hingga terduduk. Dia mengayunkan tongkat baseball di tangannya. Membuat Ziva menahan sakit di kakinya banyak banyak. Ziva mundur dan menarik dirinya.

Sedangkan Ansell menarik rambut Ziva. Dia kembali menyungkurkan gadis itu di lantai. Dia akan membuat Ziva tidak bisa jalan hari ini.

AZIVA ALMANTHEA (ARABELLA 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang