[KEMBALI MELUKAI ZIVA]
.
.
.
Theo menghampiri Aziva yang sudah menunggunya. Dia membelikan makanan untuk gadis itu. Ziva tersenyum senang menerimanya. Meskipun tatapan matanya kosong, tapi bagi Theo mata Ziva masih sangat indah.
"Theo suka ya sama Ziva, kok baik?". Ujar Ziva polos.
"Enak aja, gue cuma mau punya temen wleee" Theo menahan senyumnya.
"Emangnya nggak punya temen ya?" Tanya Ziva.
"Hmm punya, tapi maunya sama Lo" Theo menoel pipi Ziva.
Pipi gadis itu bersemu merah. Ziva memegangi pipinya yang memanas.
"Salting ya...." Theo menoel noel pipi Ziva gemas.
"Enggak kok, cuma pipi Ziva panas aja" Jawab Ziva polos.
Theo tertawa keras mendengar ucapan polos gadis itu. Sepertinya dia harus mengajari ilmu ilmu terpendam miliknya agar gadis itu tidak polos lagi.
"Theo! Brisik ah" Ziva memegangi telinganya.
"Biarin wleee" Tawa Theo semakin menjadi jadi.
Ziva mencebikkan bibirnya kesal. Theo menatap kedatangan Ansell. Dia melirik Ziva sekilas.
"Ziva ayo berdiri" Ujar Theo.
"Kenapa?" Tanya Ziva sambil berdiri.
"Lari ada algojo!" Theo mengangkat Ziva seperti karung dan berlari menghindari Ansell.
Sedangkan Ansell mengepalkan tangannya kuat. Dia menatap keduanya dingin.
Ziva berteriak minta di turunkan sedangkan Theo masih berlari dan tertawa.
"Nanti va, ada algojo" Kata Theo sambil berlari.
"Algojo itu apa the?" Tanya Ziva.
"Ah bodoamat! Ada ell itu" Theo berlari semakin kencang.
Setelah jauh dia menurunkan Ziva. Dia mengatur nafasnya sejenak. Ziva mencebik kecil.
"Kan Ziva berat" Ziva merasa bersalah.
"Alah sante aja Lo monyet" Theo memukul lengan Ziva pelan.
"Gue nggak tau udah berapa kali gue jatuh cinta sama Lo" Ujar Theo tanpa sadar.
"Sama siapa?" Tanya Ziva.
Theo menepuk keningnya. Konyol sekali ucapannya. Dia menjadi ngang ngong sendiri.
"Apaan si orang gue baca Mading kok" Alibi Theo.
"Ooh gitu" Ziva mengangguk mengerti.
✨✨✨
Ansell menatap Aziva yang sedang asik menikmati semilir angin di kelasnya. Dia langsung mendekat dan menggendong gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZIVA ALMANTHEA (ARABELLA 2)
Teen Fiction"Tidak ada lagi rindu yang tersisa selain rindu ku untuk bertemu dengan Tuhan. Pulang ke pangkuannya dan damai di pelukannya. Tangan kokoh yang seharusnya menjadi tumpuan untuk berjalan juga ikut menampar. Menggores banyak luka di hati malaikat keci...