[JANGAN PERGI]
..
Theo memberikan sebotol air mineral kepada Ziva. Dia mengusap keringat di wajah gadis itu. Senyumnya mengembang ketika gadis itu menatapnya.
"Kenapa?" Tanya Theo.
Ziva menggeleng pelan. Dia sedang memikirkan bagaimana keadaan sahabatnya itu.
Jangan tinggalin Ziva ya, Ziva sama siapa nanti. Kalau boleh memilih,boleh nggak Ziva aja yang pergi. Capek banget. Batin Ziva.
"Lo pasti sedih banget ya, teman Lo sakit" Theo melirik Ziva.
"Lo kerja di toko nyokap gue sejak kapan?" Tanya Theo.
Ziva hanya diam tidak bergeming.
Theo mengerti keadaan gadis itu. Dia mengusap rambut hitam Ziva. Banyak sekali yang rontok pikirnya.
"Theo, kalau Sekar pergi Ziva sama siapa. Ziva ngga punya teman. Pasti sedih banget" Lirih Ziva.
"Nggak boleh ngomong gitu. Nanti pasti punya temen kok". Jawab Theo.
Ziva terdiam. Dia takut jika ada yang berteman dengan dirinya maka akan di bully juga. Ziva tidak mau orang lain terluka.
Brak
Ansell datang menendang meja dengan kasar. Ziva menunduk takut sedangkan Theo menatap Ansell yang mendekat.
"GUE SURUH LO KE KANTIN! KENAPA NGGAK DATANG!" Bentak Ansell.
"Lo! Berani deketin Ziva ha?!" Ansell menunjuk wajah Theo.
"Pergi!" Bentak Ansell.
Theo menurut pergi. Sedangkan Ansell menatap Ziva tajam.
"Lo bener bener udan siap liat temen Lo mati?" Tanya Ansell.
Ziva menggeleng cepat.
"Nggak lama itu akan terjadi" Ansell memberikan peringatan kepada Ziva.
✨✨✨
Pulang sekolah Ansell mengikuti kemana Ziva pergi. Ternyata gadis itu bekerja paruh waktu. Dia masuk ke toko tersebut.
Ziva yang sedang sibuk pun berhenti. Dia menatap Ansell yang mendekat.
"Mana bos Lo?" Tanya Ansell.
Ziva hanya menunjuk. Ansell menarik tangan gadis itu dan menemui pemilik toko.
"Ada yang bisa saya bantu?" Tanya pemilik toko tersebut.
"Saya mau ibu pecat orang ini. Kemarin kue pesanan saya rusak padahal untuk acara penting" Ucap Ansell datar.
"Benar Ziva?"
Gadis itu hanya menunduk diam.
"Benar buk! Padahal acaranya penting sekali. Dan orang ini juga mengacaukannya" Bohong Ansell.
"Ya sudah kalau begitu. Kami sangat menghargai komplen dari pelanggan. Dan kamu Ziva, besok nggak usah datang lagi" Ucap pemilik toko.
Ziva mengangguk. Dia menatap Ansell sekilas lalu merapikan barang barangnya. Gadis itu berpamitan kemudian meninggalkan toko.
"Gimana? Enak?" Tanya Ansell.
Ziva tidak menanggapi dan melanjutkan jalannya. Air matanya terus turun. Gadis itu menaiki angkot menuju rumah sakit.
Dia membuat janji dengan dokter. Setelah menunggu cukup lama, Ziva masuk ke ruangan dokter.
"Dok saya ingin membatalkan operasinya" Ujar Ziva langsung.
KAMU SEDANG MEMBACA
AZIVA ALMANTHEA (ARABELLA 2)
Teen Fiction"Tidak ada lagi rindu yang tersisa selain rindu ku untuk bertemu dengan Tuhan. Pulang ke pangkuannya dan damai di pelukannya. Tangan kokoh yang seharusnya menjadi tumpuan untuk berjalan juga ikut menampar. Menggores banyak luka di hati malaikat keci...