01 ;

20 3 12
                                    

"Hikariu-san, kau mau pulang sekarang?"

Gadis berambut hitam itu mengalihkan pandangan. Menatap 'teman' sekelasnya lalu mengangguk. "Iya. Aku duluan, Chiharu-san."

"Un, hati-hati...!"

Gadis itu, Hikariu Kazumi, berjalan pulang. Tidak memiliki keinginan untuk mampir ke suatu tempat. Toh dia juga tidak memiliki seseorang untuk diajak nongkrong. Untuk apa berjalan-jalan sendiri?

Tak berselang lama, Kazumi berhenti di belakang palang kereta api. Matanya menatap ke depan, memperhatikan gadis berambut cokelat yang lagi-lagi ia temui.

Kali ini, gadis itu sedang bermain dengan kucing. Entah memang itu hobinya atau karena dia tidak memiliki kerjaan lain.

Atau karena dia tidak bisa memiliki pekerjaan lain.

Mata mereka tiba-tiba bertemu, dan Kazumi merasakan sesuatu yang familiar di mata cokelat cerah itu. Sesuatu... yang sepertinya dia lupakan.

Sedetik kemudian, sebuah kereta melintas. Membuat tatapan mereka berdua terputus.

Dan saat kereta itu pergi, gadis itu sudah tak ada di sana. Seolah gadis yang tadi bermain dengan kucing itu hanyalah ilusi yang diciptakan otak Kazumi.

"Inilah sebabnya kau harus berteman, Kazu." Dia bisa mendengar seseorang berkata seperti itu. Tapi siapa? Siapa yang mengatakan hal itu kepadanya?

Siapa yang peduli padanya?

Menggeleng, Kazumi berjalan melintasi rel. Melirik sekilas kucing yang bermain dengan gadis misterius itu sebelum kembali melanjutkan perjalanan pulang.

---

"Oi, Akari. Acara favoritmu sebentar lagi dimulai, tuh," ucap Akira, saudara kembar Akari.

"Ahh, benarkah? Terima kasih, Akira~!" ucap Akari turun dari kasurnya. Bergegas pergi ke ruang keluarga, tepatnya di depan televisi.

"Hah... sudah besar kok masih nonton acara anak-anak, sih?" gumam Akira melihat apa yang ditonton Akari. Sebuah seri super hero.

"Hei! Ini bukan hanya untuk anak-anak tau!"

"Hehh...."

"Jangan 'heh' begitu!" ucap Akari menatap kembarannya lalu ke televisi lagi. "Lagipula, hanya ini satu-satunya acara yang masih tayang dari saat kami bersama...."

Akira hanya diam mendengar ucapan Akari. Dia tau siapa yang dimaksud oleh saudara kembarnya. Tapi dia tidak ingin berkomentar. Bisa-bisa dia ditanyakan banyak hal. Dan itu akan merepotkan.

"Ehh, iklan? Padahal baru mulai beberapa saat yang lalu!" gerutu Akari melihat iklan di televisi. Akira hanya menghela napas melihat kembarannya itu.

"Kau tau sendiri 'kan TV itu bagaimana...."

"Iya, tapi– eh berita? Tumben?" Akari mengalihkan pandangannya ke televisi yang mulai menayangkan berita. Padahal ini bukan jadwalnya berita.

"Sebuah kecelakaan terjadi di kota A. Korban adalah seorang pemuda SMA. Diduga ia mendorong dirinya ke rel ketika kereta lewat karena tak tahan dengan pembullyan yang dilakukan terhadapnya."

"SMA? Berarti seumuran kita dong...?" gumam Akari mengerutkan kening. Hatinya sakit, kau tau?

"Iya... sudah dibully, bunuh diri lagi," ucap Akira menghela napas.

"Hei, jangan begitu dong. Kau tidak sedih apa?" Akari menegur kembarannya itu. "... omong-omong soal rel kereta... aku selalu bertemu seorang gadis di dekat rel kereta. Apa kau bertemu dengannya juga, Akira?"

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang