15 ;

2 2 0
                                    

Hembusan angin bertiup pelan. Dengan matahari yang bersinar kelewat cerah membuat orang-orang bersyukur dengan angin itu.

Tak terkecuali gadis berambut cokelat itu. Rei mengipasi wajahnya dengan tangan, ekspresi kesal terlukis di wajahnya. Walau dia sudah mati, cuaca tetap memengaruhinya, tahu.

Kucing di sampingnya mengeong, membuat Rei melirik kucing berbulu cokelat itu. Sang gadis lalu mengelus bulunya. "Kau sudah bangun? Leon?"

Kucing di sampingnya menguap sekali lagi. Dan dalam kedipan mata dia berubah menjadi seorang remaja berambut cokelat. "Bisakah kau memanggilku Haruo? Senpai?"

"Ahaha~ maaf, Leon~ kebiasaan lama susah hilang, bukan?" Rei tersenyum. Sedetik kemudian, senyum itu luntur. Digantikan dengan wajah serius. "Jadi? Kemarin kalian bertemu dengannya?"

"Un." Haruo mengangguk. Mata hetekromianya menatap langit. "Untuk lengkapnya, senpai tanyakan saja pada Yoi atau Yuuto-senpai."

"Hng~ baiklah."

Mereka berdua terdiam. Menatap langit cerah di atas mereka. Musim panas, ya?

"... besok sudah memasuki bulan Agustus, senpai."

"Jadi apa, Haruo?"

Haruo mengalihkan pandangannya ke samping. Menatap senpainya dengan mata lelah. "... senpai bi-"

"Oh? Haruo, kau sudah bangun?"

Kedua remaja itu mengalihkan pandangan. Melihat Yoi dan Sora berjalan ke arah mendekat. Di tangan mereka terdapat plastik berisi es krim.

"Sora~ Yoi~ syukurlah kalian membawa es krim. Aku akan mati lagi karena kepanasan jika tidak."

"Karena itulah kau tidak bisa mati lagi, senpai."

"Haruo, aku senpaimu loh ...." Rei menatap Haruo dengan ekspresi terluka. Pura-pura, tentu.

"Sudah, sudah. Ini untuk kalian, senpai, Haruo!" ucap Yoi memberikan kantung plastik yang dia tenteng.

"Terima kasih~" Rei mengambil es krim strawberry dan memberi sisanya ke Haruo. "Nah, setelah kalian semua di sini, beritahukan apa yang terjadi kemarin."

Dengan es krim di mulutnya, Sora duduk di samping Rei. Iris birunya menatap ke kejauhan. Dia mengambil es krim itu dan melirik Rei. "Kemarin kami bertemu Mizuki. Dan dari situ kau bisa menebaknya."

"... itu tidak menjelaskan apapun. Aku tidak mengerti."

"Inilah yang terjadi kalau kau memiliki otak udang," gumam Sora. "Uh, jadi, kami bertemu dengan mereka di tengah jalan. Awalnya dia tidak mendengarkan, mungkin karena kembarannya ada di sana." Lelaki itu memulai. Manik biru miliknya kembali menatap langit.

"... lalu? Kau tetap bertanya padanya? Apakah di jawab?" Rei bertanya, memainkan highlight birunya.

"Um. Setelah beberapa saat, dia akhirnya mendengarkan. Jadi aku bertanya apakah dia ke rumah mereka atau tidak. Dan ...." Sora menggigit bibirnya. "Dia menjawab iya."

"...." Rei berhenti memainkan rambutnya. Matanya melihat ke bawah, keningnya berkerut. "Berarti yang Yoi bilang kemarin bilang. Mereia mulai bergerak."

"Un. Aku tidak menyangka mereka ... melakukan itu," ucap Yoi mendesah. "Oh ya! Senpai, kemarin ... aku merasakan sesuatu yang aneh dengan Akari-senpai."

"Huh?"

"Ah. Itu, ya? Aku juga merasakannya." Haruo mengangguk di sebelah Rei.

"Akari-senpai ... sepertinya mulai mengingatnya." Gadis berambut pirang itu mengernyit. "Nakashima-senpai harus berusaha lebih keras untuk melindunginya sebelum itu terjadi lagi."

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang