03 ;

15 3 6
                                    

"Saranku jangan dekati gadis bermata merah itu."

Perkataan Hiro beberapa saat yang lalu terus terulang di pikiran Akari. Kenapa Hiro bicara begitu? Ada apa dengan gadis bermata merah itu?

Pikiran dan teori-teori aneh mulai bermunculan, tapi Akari menggelengkan kepalanya. Menyadari dia sudah berada di rel kereta api.

Untuk beberapa alasan, gadis berambut cokelat itu tak pernah terlihat saat dia berjalan pulang.

Tapi, tidak untuk hari ini.

Untuk pertama kalinya, gadis itu muncul saat Akari berjalan pulang. Dan hal itu tentu saja mengejutkan Akari.

Apa yang terjadi?

Akari bergulat dengan pikirannya. Antara menyapa gadis itu atau tidak, apa yang akan dia pilih?

"...."

Mengumpulkan keberanian, dia membuka mulutnya. "He–"

"Akari!"

Yang dipanggil berbalik, menatap Akira berjalan ke arahnya. Dan– apakah yang Akari lihat di wajahnya itu adalah raut khawatir?

"Ah? Akira? Apa yang kau lakukan? Harusnya kau pulang duluan 'kan?" tanya Akari pada kembarannya.

Walaupun mereka adalah saudara kembar, orangtua Akari dan Akira memutuskan untuk memasukkan mereka ke sekolah yang berbeda. "Agar tidak menimbulkan masalah." kata mereka.

Tapi Akari curiga ada alasan yang lebih kompleks.

"Ya, tapi aku ada kegiatan klub. Jadi pulang terlambat."

"Begitu ya." Akari mengangguk-angguk. Dia diam-diam melirik ke seberang rel, gadis yang dia ingin sapa tadi ... kembali menghilang.

Seolah keberadaannya hanya ilusi yang diciptakan otaknya.

"Hei, hei, kau kenapa? Seperti sedang melihat hantu," ucap Akira mengerutkan keningnya. "Jangan melamun di tepi rel kereta. Nanti kau kerasukan lho."

"Hii– Akira! Jangan bicara seperti itu dong! Aku merinding jadinya tau!"

"Maaf. Habisnya kau melamun di sini. Aku kira kau mau bunuh diri atau apa." Akira menghela napas.

"Bo-hoo! Pikiranmu kemana-mana ya, Akira," ucap Akari mengacak-acak rambut kembarannya itu. "Sudah, sudah, ayo pulang! Nanti keburu malam!" Akari berjalan lebih dulu, sudah mengetahui Akira akan mengikuti.

"Iya. Ayo pulang." Akira melirik ke belakang. "... sebelum dia datang ke mari."

"Hm? Kau bilang apa?"

"Aku bilang aku mau ramen untuk makan malam."

"Hei– kau sudah makan itu semalam lho! Makan ramen terus tidak baik untuk kesehatanmu!"

Gadis itu mendengus, mengabaikan celotehan kembarannya. Sekali lagi, dia diam-diam melirik ke belakang.

Melirik ke tempat lelaki berambut biru itu berdiri sekarang.

---

Sekali lagi, Kazumi duduk di depan televisi. Tapi walau televisi itu menyala, gadis itu sepertinya lebih memilih memainkan game di PSPnya.

Sampai sebuah pesan masuk ke ponselnya.

Awalnya dia akan mengabaikannya. Mungkin itu adalah pesan dari grup kelasnya, atau pesan 'selamat malam, jangan lupa mimpikan aku' dari Rieyu.

Tapi dengan spam yang diberikan, Kazumi mau tak mau terganggu juga. Gadis itu kemudian mematikan PSPnya dan melihat ponsel miliknya, ke aplikasi pesan.

Tepat, itu adalah pesan dari Rieyu. Tapi bukan pesan selamat malam yang biasa, itu adalah dokumen-dokumen dan sebuah foto.

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang