08 ;

3 2 0
                                    

- yesterday, 20.45 malam.

Tok, tok, tok.

Kriet.

"Siapa– ah?" Hiro menatap remaja bermata biru di depannya. Dia mengerutkan alisnya bingung dengan kedatangan orang di depannya.

"...."

"Kau mau apa ke mari? Aku pikir kau tidak akan ke mari lagi?"

Remaja di hadapan Hiro menggigit bibirnya. Dia lalu menghela napas. "Aku ... butuh bantuanmu ...."

"... pewaris klan ini, Nakashima Hiro."

---

"Ka~ zu~ mi~ kau tidak makan?" Rieyu membuka pintu lab. Mendapati Kazumi berjongkok di depan kardus lama. "Hm? Kardus apa itu?"

"... bukan urusanmu, Rieyu." Gadis berambut hitam itu menutup kardus dan berdiri. "Tumben kau mengajakku? Ada perlu apa?"

"Eh? Apa aku tidak boleh mengajak temanku makan siang?" Rieyu memasang tampang terluka. Yang hanya ditanggapi helaan napas dari Kazumi.

"Jangan berpura-pura bodoh. Aku tau kau mempunyai sesuatu unyuk dibicarakan denganku."

"Haha, Kazumi memang luar biasa, ya." Rieyu tersenyum. "Ini tentang salah satu junior kita. Sepertinya dia memiliki sebuah hubungan khusus dengan gadis itu." Manik birunya menatap gambar Rei.

Kazumi menatap gambar Rei lalu kembali menatap Rieyu. "... baik. Ayo pergi makan siang."

"Yeyy~" Rieyu tersenyum melihat Kazumi yang berjalan pergi lebih dulu. Dia lalu diam-diam melirik ke belakang, ke tempat kardus yang dilihat Kazumi tadi.

'Kardus itu ... kenapa bisa?'

---

"Hiro, Hiro! Katanya tidak jauh dari sekolah kita ada toko pai coklat baru lho! Setelah sekolah mau ke sana?" Akari menatap Hiro dengan mata berbinar.

"Toko pai, ya? Boleh. Aku juga sudah lama tidak makan pai," balas Hiro tersenyum. Matanya menggelap untuk beberapa detik sebelum kembali normal. "Oh iya Aka–"

Bugh

"Ah maafkan a–" Hiro berbalik untuk menatap siapa yang dia tabrak. Wajahnya kemudian menggelap. "–ku ...."

"...."

Remaja berambut biru yang tertabrak itu menatap Hiro intens. Dia lalu menghela napas. "Kalau kau mau—uhuk—mengobrol dengan sahabatmu jangan di tengah jalan, Nakashima Hiro."

"Ma-maaf ...."

Manik biru remaja itu menatap Akari sekilas lalu melanjutkan perjalanannya. Meninggalkan Akari dan Hiro yang masih terpaku di tempatnya.

"... Hiro? Kau tidak apa-apa ...?" tanya Akari menatap Hiro khawatir.

"Ah– i-iya. Aku tidak apa-apa." Hiro tersenyum, walau senyum itu tak sampai ke matanya. "... ayo kembali ke kelas, Akari."

"U-un ...."

'Orang itu ... kenapa aku seperti pernah melihatnya ya?'

---

"Ahh, bosan, bosan~!"

Gadis berambut cokelat itu duduk di sebelah palang kereta api. Tidak mempedulikan kalau rok sekolahnya akan kotor. Lagipula dia juga tidak akan pergi sekolah lagi.

"Harusnya aku tidak usah menyuruh Leon ke sana, ya? Harusnya aku membiarkan dia menemaniku di sini." Dia bergumam, lalu menggeleng. "Pemikiran bodoh."

Gadis itu–Rei?–menatap ke seberang rel dengan tatapan kosong. Jalan di dekat rel itu selalu sepi, entah mengapa. Tak lama, dia menguap. "Bosan. Rasanya seperti aku bisa mati lagi karena bosan~"

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang