10 ;

1 2 0
                                    

Di bawah sinar bulan purnama itu, Rei sedang mati-matian menyelamatkan diri dari sosok pemuda yang ingin mengusir keberadaannya itu.

"Maaf karna gagal menyelamatkan mu."

Langkahnya terus menjauh. Menjauh dari sosok pemuda itu. 'Daripada kata maaf itu, aku harus memikirkan keadaan Sora saat ini.'

"Maaf.."

Pemuda itu muncul di hadapan Rei, membuat Rei kaget dan menghentikan langkahnya. Raut wajah Rei terlihat kesal, rasanya ia muak melihat pemuda itu saat ini.

"Berhentilah meminta maaf. Walau pada akhirnya kau akan melenyapkan ku untuk kedua kalinya!" ucap Rei dengan nada kesal.

"Tapi, seharusnya kau sudah tidak ada di sini Rei. Kau itu sudah lama mati."

Rei menunduk, "Lalu? Karena aku 'cuma' arwah penunggu, kau masih ingin melenyapkan ku dari dunia?"

Pemuda itu terdiam. Melihat Rei yang masih dalam keadaan menunduk sembari memegangi luka yang belum lama dia berikan.

"Bagaimana bisa kau menjalin ikatan dengan klan Yuuto itu?"

"Kau tidak perlu tau. Intinya, aku sudah muak melihat mu. Kenapa ya, dulu aku bisa menganggap kau itu 'Kakak' ku." Rei terkekeh.

"Padahal ... kau adalah orang yang sangat menantikan kematianku."

Wajah Rei terangkat, raut wajahnya tersenyum mengerikan. Di tambah dengan matanya yang berubah menjadi putih. Pemuda itu tersentak, dia sedikit membuat jarak dengan Rei.

"Ukh- energinya sangat besar.."

–––

Sora masih meringkuk kesakitan, kali ini lebih menyiksa dari sebelumnya. 'Sebenarnya apa yang terjadi padanya..'

Di halaman rumah Sora, tepatnya pada pohon bunga Sakura. Seorang gadis bersurai hitam dengan pakaian seifuku tengah memerhatikan gerak-gerik Sora sedari tadi.

Angin malam membuat anak rambutnya menari ke sana kemari, mata merahnya memandang datar keadaan Sora saat ini.

"Dengan tubuhnya yang seperti itu, aku tidak yakin bisa menjadi wadah Rei yang memiliki sesuatu."

"Tubuhnya sekarat," Kazumi terus memperhatikan Sora. "Sepertinya dia lepas kendali, ya?"

Past!

Sebuah peluru berhasil Kazumi hindari. Matanya menatap tajam orang yang berada di balik semak-semak.

"Hm? Sudah kembali, ya?" gumam Kazumi. "Sayangnya, aku tidak ingin meladeni mu. Aku masih punya urusan."

Kazumi menghilang di ikuti angin yang membawa beberapa kelopak bunga Sakura. Pemuda di balik semak itu mendecih kesal.

"Dia ... bagaimana pun caranya dia harus di lenyapkan."

–––

Tok! Tok! Tok!

"Sebentar!"

Kriet..!

"Oh, kau. Ada apalagi?" Laki-laki bersurai putih itu menatap datar.

"Shiro, bisa kau beri tahu lebih lanjut tentang keluarga Hikariu?" tanya Rieyu.

Yang di tanya mengangkat sebelah alisnya, "Kenapa? Sudah ku bilang jangan dekat-dekat orang dengan marga itu, 'kan?"

"Ini penting!" sentak Rieyu. Shiro hanya memutar bola matanya malas, "Mereka hanya pembawa sial, berhentilah mencari tau, Rieyu."

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang