14 ;

3 2 0
                                    

Derup langkah kakinya keluar dari bangunan bernama rumah itu. Teriknya matahari diluar membuat siapa saja bisa terkena sengatan panas yang luar biasa.

Setelah membaca buku diary itu, dia memutuskan untuk melanjutkan penelitian kasusnya yang tersendat. Adalah Kazumi.

"Liburan membuat kekacauan besar, harusnya kasus ini sudahku tutup," desahnya. "Cocok juga jadi detektif, tapi takdir tidak mengizinkanku."

Lagi-lagi melintasi rel kereta, matanya melirik ke suatu tempat lalu mengendik bahu. "Mungkin dia juga sedang liburan," tebaknya.

Melanjutkan perjalanan, akhirnya Kazumi tiba di sekolah. Disana sepi, mungkin hanya beberapa orang yang datang untuk klub. Menghiraukan situasi, langkahnya terus membawa ke lab kosong.

"Sayang di sini tidak ada klub detektif. Kalau ada, itu bisa meringankan bosanku sebelum lenyap." Tangannya memutar kenop pintu. Tanpa basa-basi dia lekas mencari barang yang dicari.

"Ini dia." Tangannya mengambil sesuatu dalam kotak itu. Alisnya bertaut saat memegang benda berwarna merah itu.

"Syal? Merah?"

Mengusap dagu, mencoba berpikir tentang semua puzzle yang sudah didapatkan. Merogoh saku, terdapat notebook kecil dan juga pulpen.

Menulis tanggal 15 Agustus, sudah pasti itu musim panas. Berita munculnya korban di rel kereta api juga belum lama sebelum insiden ini. Apa kasusnya sempat ditutup oleh kepolisian? Atau mungkin ada oknum yang menyabotase kecelakaan?

"Ini rumit," sekali lagi Kazumi mendesah panjang.

"Sebentar, kita tidak boleh meninggalkan poin kecil yang di berikan dia. Siapa tahu petunjuk."

Pertama, keganjilan ada pada gantungan kunci daun Ginkgo. Kedua, syal merah. Itu menandakan musim gugur, karena musim itu yang dekat dengan musim panas.

"Lagipula di tanggal itu, dia cuma merasakan bahaya. Pelakunya pasti sudah memberi peringatan."

Tapi, pertanyaannya sekarang. Kapan dia meninggal? 15 Agustus hanya clue awal, bukan jawaban. Kemungkinan terbesarnya antara bulan Agustus dan September, mana yang benar?

"Aish, dia itu kalau mau memberi clue yang benar sedikit dong," Kazumi memijat pelipisnya yang mulai sakit.

"Ng?" Kazumi mendapati beberapa berkas dokumen di kardus. "Ini ... dokumen klan Yuuto?"

Senyum tipis terlihat di sana. Firasatnya sedikit benar. "Dia cocok jadi informan. Sepertinya aku harus merekrutnya kapan-kapan."

Satu hal lagi yang tertulis di notebook itu, Rei meneliti klan Yuuto disaat-saat sebelum kecelakaan tersebut. Apa itu pemicu dia bisa tewas?

"Pertanyaannya, siapa yang mendorong Rei? Masa sih dia bunuh diri? Atau mungkin ada pemicu lain?" Menatap syal yang sedari tadi dipegang Kazumi menghela napas.

"Kalau benar begitu, berarti mereka bertiga sedang merencanakan sesuatu," katanya lalu melihat majalah dinding. "Toh, mau di rencanakan atau tidak semuanya juga bakal berakhir dalam waktu dekat."

Tuk! buku diary itu jatuh dari genggaman. Tersentak, Kazumi menggeleng meninggalkan balon pikiran yang menghantuinya.

"Eh?" Buku diary itu terbuka pada halaman dengan tanggal 10 September.

Mengambil, lalu membolak-balik halaman setelahnya. Kosong. Itu berarti Rei terakhir menulis diary pada tanggal 10 September. Baiklah, mari kita lihat isinya.

"10 September. Cuacanya mulai dingin. Dan kabut itu kembali. Mungkin ini saatnya aku memakai syal yang dia berikan."

"... Sebenarnya, lupakan saja."

"Ini semester terakhir kelas 1. Dan pelajarannya makin susah. Ahh, siapa sih sebenarnya yang menciptakan fisika? Menyusahkan saja."

"Oh ya, kemarin aku bertemu sepupunya Yoi. Kalau tidak salah namanya Chiharu? Apapun. Sepertinya dia sama seperti Yoi. Hm, menarik. Aku rasa aku harus menjaganya juga~"

"... Sekali lagi, lupakan saja."

"Oh, oh, tadi pagi aku menemukan sebuah laboratorium tak terpakai di sekolah. Mungkin salah satu ruangan yang tersisa dari gedung sekolah yang lama. Aku penasaran, apakah ada orang lain yang mengetahui laboratorium itu? Sepertinya aku harus meminta Haruo menjaganya. Ruangan itu akan aku pakai ahaha!"

"Bicara tentang Haruo, aku sepertinya akan merepotkannya dan Yoi lagi. Semoga mereka tidak keberatan."

"Jika ada yang membaca ini, selamat. Kalian sampai di halaman terakhir bukuku. Mulai besok, aku akan memasukkan ini ke dalam kotak di sudut laboratorium, bersama barang lainnya."

"Aku sudah menundanya dari musim panas lalu. Musim gugur ini, aku harus mengakhirinya."

Bagus, sekarang Kazumi sedikit jengkel. Tapi, setidaknya dia mengetahui orang-orang yang punya hubungan dengan Rei. Dan apa-apaan nama Chiharu itu? Ternyata dia juga terlibat? Menyebalkan.

"Chiharu, Yoi, Haruo, yang terakhir pasti Sora." Lagi-lagi dia menatap syal itu. "Dan juga, pemilik syal ini."

"Sudah terlihat jelas kalau dia pernah memakai lab ini sebelumnya, dan musim gugurlah kecelakaan itu terjadi."

Kazumi menepuk dahinya, "Astaga, benar juga. Gugur 'kan diartikan jatuh, atau dengan kata lain ini ibarat orang yang gugur."

Aduh, kenapa otaknya baru bisa mencerna sekarang? Duh, sengatan panas membuat kinerja otaknya menurun. Ah benar, musim panas. Berarti insiden tahun lalu akan segera menghantui, dan pastinya akan mencegah kejadian terulang.

Pertanyaannya, siapa yang akan jadi korbannya kali ini? Aha! Terlihat jelas kali ini sang detektif kita menemukan jawaban.

"Tak lain tak bukan, pasti gadis bermata hijau itu," dia terdiam sejenak. "Ah, enaknya dia punya pangeran yang menjaganya."

"... Tapi sebenarnya aku masih heran, kenapa harus ada aku di antara kasus ini? Memangnya ada hubungan apa?"

Tuh kan, bahkan detektif sendiri yang menjadi bagian misteri lupa menafsirkannya. Kejadian kecelakaan kereta yang dia alami tentu saja mengundang kembali memori lama.

"Gunanya orang mengincarku itu apa sih?" tanyanya mengheran sendiri. "Ck, mata ini kenapa jadi incaran? Kalau mereka mau memilikinya, aku akan memberikannya dengan senang hati."

"Menyusahkan hidup orang saja," dengusnya sebal.

Ganjil? Tentu, pada chapter sebelumnya sang detektif terlihat datar dan dingin. Kenapa sekarang jadi cerewet? Apa dia mengidap kepribadian ganda?

"Kalau di pikir-pikir lagi, sepertinya aku ingat sesuatu? Itu sangat samar. Musim gugur ya? Hmm, kecelakaan kereta. Ah, mungkinkah saat itu aku juga ... sedang meneliti sesuatu?"

"Apa sih? Kok jadi ngawur," Kazumi menampar pipi keras, mencoba fokus kembali.

"Ah, ingat. Foto itu ... foto apa ya?"

Nging! Ah, kepalanya berputar. Sepertinya kepingan memori yang sudah ia lupakan menyerang kembali. Semua yang Kazumi pegang terjatuh. Sibuk memegang kepalanya.

"..." Kazumi menatap syal itu datar. "Benar-benar deh."

Akhirnya ingat, foto itu. Terdapat dua orang berbeda gender disana, keduanya tersenyum manis ke arah kamera. Si laki-laki memakai syal merah itu. Mereka adalah Ryoko Rei dan Ryoko Ryu.

"Entah apa yang membuat dia mengamuk," Kazumi memunguti barang-barangnya. "Tapi kurasa pemilik syal ini lah pemicu besarnya."

"Apapun itu, setidaknya ini semua sudah terjawab."

"Tapi, memangnya sudah semua, ya? Insiden ini saja belum tahu apa asal usulnya," mengendikkan bahu, Kazumi memilih keluar dari lab. "Setidaknya sudah punya titik terang. Aku harus mengistirahatkan otakku dulu."

- Page 14 end -

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang