20 ;

10 2 0
                                    

Membuka mata, manik hijau itu melebar saat menatap dirinya melayang di ruang dimensi putih. Dia melirik ke arah Rei, sedang terpejam dengan damai. Posisi mereka seperti simbol Yin Yang.

"Di-dimana ini ...?"

"Selamat datang di alam bawah sadar, Akari." Sekali lagi Akari melirik ke arah Rei, namun dengan ekspresi terkejut. "Re-Rei! Matamu ..."

Alis Rei bertaut, "Kenapa dengan mataku?"

"... Warna matamu ... menjadi merah ..." Akari menelan ludah kasar. Mendengar itu sontak Rei ikut terkejut, lalu tersenyum.

"Sepertinya seseorang sudah melakukan sesuatu padaku ... dan juga dia."

"Uh ... dia? Siapa?" Rei tersenyum, lalu menggenggam tangan Akari. "Ayo kembali Akari, mereka sudah menunggu kita."

"Apa maksudmu ...-"

-

Ledakan perlahan menghilang, menyisakan asap debu menghalangi pandangan mereka semua. Hiro melesat ke tempat Akari lalu memeluk tubuh mungil itu. Pikirannya di penuhi oleh hal negatif, dia semakin mengeratkan pelukan.

Hitomi meringis sesaat, lalu menatap tubuh Rei tidak memudar ataupun hilang. Membuat dia dilanda kebingungan, "Bagaimana bisa ...? Wadahnya kan sudah ...-"

"Sudah mati?" Seseorang yang datang dari balik kepulan debu, membuat semua melirik ke sumber suara. Mereka terkejut melihat dua sosok itu.

"Kazumi ...? Bagaimana bisa-" Manik Kenzie menatap tak percaya, lalu melirik ke arah dua anak SMP yang baru tiba, mereka pernah bertemu saat di toko swalayan.

'Harusnya aku sadar ada yang tidak beres dari mereka.'

Kayo menghampiri Yoi lalu memeluknya erat, gadis pirang itu menangis sesenggukan. Sementara Haruo melirik ke arah Natsu; sibuk menatap kedatangan 'Nona'nya itu.

"Kau ...- Bagaimana bisa-" Manik biru Hiro melebar mendapati Sora masih hidup, tetapi ada sedikit perubahan pada matanya. Itu bukan biru, melainkan merah.

"Di sini cukup kacau juga ya ..." Kazumi memandang sekitar. Lalu menatap Hiro, dia mengangkat tangan menyapa. "Oh! Hiro! Berhasil menyelamatkan tuan putrinya?"

Hiro mendecih, membuat gadis itu terkekeh. Dia mengedarkan pandangannya, mendapati kakak laki-lakinya tengah menatap bengis. "Oh? Ada Kenzie-nii juga? Maaf tidak sempat menyapa saat kau kembali- ah, atau saat aku ditangkap?"

"Aku tidak perlu disapa olehmu!" teriak Kenzie dari seberang, dia mendapatkan jitakan manis dari Akeru dan Ryu karena teriak tepat di telinga mereka.

"Berisik bodoh!!"

"Bagaimana jika gendang telingaku pecah?!"

"Aw! Hei, kalian merusak suasana tau!"

Kazumi terkekeh, langkah menuju ke arah Rei. Maniknya melirik ke arah Akari yang mulai sadar. Sedangkan Sora tak bergeming di tempat.

"Akari!!"

"Eng ..." Akari membuka mata, menatap Hiro samar. "Ah, Hiro ..." Hiro menatap binar, lalu memeluk Akari. Akira tersenyum lega, dia melirik ke arah Sora sebentar lalu menatap ke arah Rei.

Akari melirik ke arah Kazumi yang tengah mengguncang tubuh Gadis Rel Kereta itu. "Rei, jangan tidur di sini."

"Uh ... sudah pagi?" Rei bangun lalu menguap. "Enaknya ...! Entah sudah berapa lama aku tidak tertidur."

Keadaan menjadi tegang, mereka menatap kaget manik Rei serta tubuh yang kembali seperti manusia. Rahang Hitomi mengeras, dia berlari menuju Kazumi; menarik kerah bajunya kasar.

"Bagaimana kamu bisa melakukan itu?! Itu ... itu melawan hukum alam!!" desisnya, Kazumi membalas dengan tatapan datar.

"Bagiamana ... bagaimana kau bisa hidup kembali?! Aku sudah menusuk mu dengan pedang itu! Bagaimana bisa ..." Kini atensinya tertuju ke arah Hiro.

"Huh ... aku seperti buronan di sini," mendesah pelan dia menatap ke arah Akari. "Mantan mata merah mau tau juga?"

Akari mengerjap kaget, lalu sedikit mengangguk. Situasi ini sangat membingungkan untuknya. Mendengar itu Kazumi melepaskan cengkraman Hitomi, dia beralih membantu Rei berdiri lalu mendekati Sora.

"Ahem! Jadi ku jelaskan secara singkat, mata merah ku ini mempunyai kutukan 'Keabadian'. Jadi, mau aku di tusuk dengan pedang abal-abal pun, aku hanya merasakan sakit." Dia melirik ke arah Hiro. "Lalu, bagaimana aku bisa melakukan hal ini?" Kazumi menepuk pundak Rei dan Sora.

"Ini namanya 'Pertukaran Jiwa'. Aku bisa mengembalikan jiwa orang mati ke tubuhnya semula, tapi akibatnya kebangkitan ku yang ke-empat dan ke-lima lenyap."

"Tapi ... bukannya tubuh Ryoko-senpai sudah tidak ada?" Yoi melontarkan pertanyaan, membuat Kazumi tersenyum. "Selama aku punya wadah, untuk apa tubuh asli? Ya 'kan, Sora?"

Sora diam tak bergeming. "Jadi ... aku sekarang aku manusia?" Rei menatap tak percaya, dia meraba tubuhnya.

"Untuk sementara begitu, aku tidak tau itu akan bertahan sampai kapan."

Gadis bersurai cokelat itu tersenyum lebar, "Itu lebih dari cukup~! Rasanya seperti mendapatkan kehidupan kedua!"

"Sudah jelas 'kan?" Kazumi menatap yang lain, mereka sibuk dengan pikiran masing-masing. "Setidaknya insiden kali ini tidak menimbulkan pertarungan hebat. Jadi, tidak ada korban."

"Ku anggap insiden ini selesai, selamat tinggal." Kazumi beranjak dari sana, diikuti oleh Natsu dan Kayo. Mereka yang tersisa hanya diam membisu.

Haruo dan Yoi berlari mendekati Rei dan Sora. Gadis pirang itu memeluk Rei erat, menangis sekali lagi. "Ini ... beneran Ryoko-senpai?"

"Ini aku loh Yoi~! Masa kamu tidak mengenaliku sih?" Rei mengerucutkan bibirnya lalu terkekeh.

Melihat itu, manik Haruo melirik ke arah Sora yang sedari tadi diam. Dia mulai membuka suara, "Yuuto-senpai?"

Sora menoleh, mendapati ketiga orang terdekatnya tengah menatap ia aneh. "Kenapa? Jangan menatapku seperti itu," tukasnya.

"Sora lebih banyak diam, ya? Apa sifat Kazumi terbawa?" Tangan Rei naik mengacak-acak surai biru itu.

"Singkirkan tanganmu," Sora menepis tangan Rei, wajahnya dipenuhi tanda jengkel. Membuat Rei terkekeh. "Ini baru Sora! Walaupun matanya bukan biru~!"

"Berisik, mengaca sana!"

"Yoi, kau bawa cermin? Aku ingin melihat ketampanan ku dengan mata baru."

Dari kejauhan, senyum Akari mengembang saat melihat interaksi mereka. Dia menatap Hiro dan yang lain, tangannya menggenggam tangan Hiro. Membuat yang empu mengangkat kepala, menatap Akari sendu.

"Ini sudah selesai, Hiro. Ayo kita pulang," ujar Akari dengan lembut, membuat Hiro tersenyum. Mereka semua beranjak pergi dari sana.

Insiden musim gugur berhasil dituntaskan tanpa adanya korban. Perlintasan kereta api itu, menjadi saksi bisu atas sejarah kelam pada tahun lalu. Dan kini, semua usai tanpa ada korban jiwa. Semoga dengan ini, hubungan mereka bisa membaik seperti sediakala.

Tak terasa, tempat itu kini dipenuhi daun maple yang berguguran. Musim panas berlalu berganti musim gugur. Sesosok gadis bersurai putih terlihat di perlintasan kereta api, ia tengah bermain dengan kucing. Bersenandung ria, dia mendongak memandangi daun yang berguguran.

"Syukurlah semuanya telah usai tanpa korban."

Dia tersenyum lebar, "Tapi, bukan berarti mereka tidak kehilangan seseorang."

- Autumn Memory end -

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 02, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang