11 ;

1 2 0
                                    

"Akari! Di mana– oh itu dia kau. Bisa tolong belikan sesuatu di minimarket?"

Akari menatap Akeru. Keningnya berkerut mendengar permintaan kakaknya. "Aku baru mandi lho, kak! Kenapa tidak menyuruh Akira– hei jangan melempar!"

Akira menatap kembarannya tajam. "Aku sedang mengerjakan tugas, Akari. Lagipula kau paling akan bermalas-malasan di kasur lagi. Jadi pergi sana. Sekalian olahraga." Gadis itu membuat gerakan mengusir dengan tangannya dan kembali berkutat dengan tugasnya.

"Hei! Hah, baiklah. Tapi aku jajan, ya?" Sebuah senyuman. "Katanya di minimarket sedang ada promo donat coklat~!"

"Hei, apa-apaan tawaran itu...?" Akeru menatap adiknya, dia lalu tersenyum kecil. "Baiklah, tapi belikan aku donat juga, ya. Terserah rasa apa."

"Ha'i ha'i~ Akira, kau juga mau?"

"Samakan saja seperti kak Akeru."

"Baiklah! Dimengerti!"

---

Akari melangkahkan kaki dengan riang. Sesekali menyapa tetangga yang dia kenal. Ini hari Sabtu, jadi dia bebas hari ini. Ditambah klubnya tidak punya kegiatan di hari Sabtu atau Minggu.

"Donat~ coklat~ hm hm~" Gadis berambut putih itu bersenandung gembira. Tapi senandungan itu terputus ketika dia melewati rel.

Gadis itu tidak ada di sana.

Akari berkedip, kebingungan terlihat di wajahnya. Karena setiap hari dia selalu melihat gadis berambut coklat itu, bahkan di hari libur, melihat gadis berambut coklat itu tanpa sadar menjadi salah satu agenda rutinnya.

Jadi, tidak melihatnya membuat Akari sangat kebingungan.

'Aneh ... dia ke mana?' batin Akari mengerutkan keningnya. 'Suasana di seberang juga lebih aneh dari biasanya. Apa mungkin–'

"Um, permisi nona?"

"Eh– iya?" Akari berbalik, menatap seorang pemuda berumur kisaran 20 tahun. "Ng, ada apa? Tuan?"

"Em... anu. Bisa tolong antarkan aku ke... minimarket? Oh, atau beri tahu jalannya saja, deh!" Pemuda itu tersenyum kikuk. Melihatnya, Akari berkedip lagi. Tak lama dia tersenyum.

"Minimarket, ya? Kebetulan aku juga ingin ke sana. Kalau mau, kita bisa pergi bersama!"

"Eh? Kau tidak mencurigaiku? Bisa jadi aku akan menculikmu, lho."

"Tidak, aku bisa merasakan kau itu orang baik."

"Hee? Begitukah?" Pemuda itu tersenyum.

"Hu'um!" Dan Akari balastersenyum menatap pemuda di depannya. "Lagipula, kau itu 'kan ...."

"Ng? Kau bilang sesuatu, Nona?"

"Ah, tidak. Aku bergumam pada diriku sendiri."

"Begitu." Sang pemuda mengangguk. "Oh iya, siapa namamu?"

"... panggil saja Akari," jawab Akari.

"Akari. Baiklah, panggil saja aku ...." Sebuah jeda, lalu pemuda itu tersenyum. "Kenzie."

---

Rieyu berjalan mondar-mandir di depan sebuah rumah tradisional. Mata birunya sesekali melirik ke gerbang, tapi dia langsung menggeleng. Begitu terus, mungkin sudah 10 menit dia berjalan di depan rumah itu.

"Aku harus bagaimana, aku harus bagaimana, aku harus bagaimana ...," gumamnya berulang-ulang. Jelas sekali dia sedang berada dalam dilema. "Ahhhh! Tidak tau aku bingung!"

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang