13 ;

3 2 0
                                    

"Jadi, kau bertemu dengannya?" Rei menatap gadis berambut pirang di depannya.

"Ya. Gadis bermarga Shimazaki itu." Gadis itu mengangguk. Menatap senpainya.

"Hm~" Pemilik mata cokelat itu bersenandung. "... kau tau? Aku tidak pernah memintamu melakukan ini lagi loh, Yoi. Terutama setelah jada yang kau berikan dulu."

"A-ah! Tidak apa-apa, senpai. Aku memang menginginkan ini, kok," ucap Yoi tersenyum.

"Kau yakin? Bisa-bisa kau kehilangan semuanya lagi. Dan sekarang kau bukannya memiliki teman? Siapa namanya? Koya?"

"Dia Kayo, senpai!"

"Ya, ya. Siapapun namanya. Kau masih yakin ingin membantu?"

"Tentu saja! Dulu senpai pernah membantuku, jadi sekarang aku yang akan membantu senpai sekuat tenaga!" Yoi menatap Rei, api semangat berkobar di matanya.

"... benarkah? Ahaha, terima kasih."

"U-un!" Gadis berambut pirang itu mengangguk-angguk. "Oh, omong-omong, di mana Haruo? Biasanya dia menemani senpai, bukan?"

"Ahh, Leon, ya? Dia sedangku minta tolong menemani Sora," jawab Rei tersenyum. Gadis itu memainkan highlight birunya. "Kurasa kau juga harus menemani mereka, Yoi. Sora harus mendapat perlindungan sebanyak yang dia bisa."

"Baiklah! Akan aku kerjakan!" Yoi tersenyum dan melangkah pergi. Tapi baru dua langkah, dia berbalik menatap Rei. "Ng, senpai?"

"Ya?"

"Anu, aku hanya ingin bilang ... terima kasih sudah menyelamatkanku dulu," ucapnya membungkuk lalu berlari pergi.

"...." Rei mengerjap pelan, tak lama dia tersenyum. "Ahaha, harusnya aku yang berterima kasih karena sudah memintaku untuk menyelamatkanmu ...."

---

"Aku baru tau di sekitar sini ada toko buku baru~ akhir-akhir ini banyak toko buku yang baru buka ya?" Akari berceloteh. Saat ini Minggu, jadi dia dan Akira memutuskan untuk pergi ke toko buku yang baru buka.

"Aku juga baru tau. Teman sekelasku membicarakan toko ini kemarin. Katanya di situ ada penunggunya–"

"HAH?!"

Akira menatap Akari dan menyeringai. Kembarannya itu balas menatap, tapi tidak menyeringai. Dia menatap Akira dengan pandangan yang mengatakan 'kenapa-kau-tega-pada-kembaranmu'.

"Tapi itu hanya rumor. Mana ada juga toko buku yang baru dibuka dan sudah memiliki penunggu–"

"Mizuki Akira-san."

Akira tersentak mendengar suara familiar itu. Perlahan, dia berbalik. Menatap pemilik suara dengan tatapan tajam.

Pemilik suara itu remaja laki-laki dengan rambut biru, matanya yang senada dengan rambut menatap kembar Mizuki—terutama Akira—dingin. Dua remaja sebaya dengan gender berbeda berjalan di sampingnya. Di sisi kiri laki-laki dengan rambut cokelat, dan sisi kanan gadis dengan rambut pirang.

'Laki-laki itu ... bukankah dia yang ditabrak Hiro waktu itu?' batin Akari mengerutkan keningnya.

"... apa maumu ... Yuuto?" Akira menatap remaja yang berjalan di tengah tajam.

"Akira ... kau kenal dia ..?"

---

"Hiro!"

Pemilik nama 'Hiro' itu mendongak. Menatap remaja berambut putih berlari mendekat. Mungkin memang sedang mencari dirinya.

"Rieyu? Kau mau apa ke sini?" tanya Hiro waspada. Rieyu memang 'teman'nya, tapi tidak ada yang tau apa yang akan dia lakukan. Harus Hiro akui, Rieyu kadang merupakan pemuda yang sulit ditebak.

Autumn MemoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang