•22• Butuh Kehadiran

21K 2.8K 48
                                    

"Eh, beneran?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Eh, beneran?"

Amanda menegakkan tubuhnya dengan tangan masih memegang ponsel yang menyala. Di sana, menampilkan sebuah pesan dari salah satu admin Pena Aksara. Isinya kurang lebih ucapan selamat karena Amanda berhasil meraih seribu pendukung, lalu pihak mereka ingin mengirimkan merchandise sebagai bentuk apresiasi. Amanda diminta untuk mengisi alamat pengiriman.

Masih belum percaya, Amanda pindah ke aplikasi Pena Aksara, membuka profil akunnya. Rupanya benar, dirinya tembus seribu pendukung. Amanda membekap mulutnya, menahan diri agar tidak berteriak meski di dalam dada seakan-akan siap meledak. Amanda juga baru menyadari jika saldo di akun ini bertambah.

"Udah bisa diambil, kan, ya?" Amanda mencoba menarik semua penghasilan dari sana. Dalam sepersekian detik, uang tersebut berpindah ke rekeningnya. Kalau uangnya diambil, dompetnya mendadak tebal.

Tidak berhenti sampai di situ. Saat mengecek akun Bacaku, mata Amanda lagi-lagi terbelalak. Usai bab lima diunggah, pembaca mulai antusias. Komentar-komentar mereka mulai berdatangan dan memberikan ulasan positif. Bahkan, kini posisinya berada di urutan kedua setelah Gea.

Dengan semangat Amanda membaca satu per satu komentar yang masuk. Sayang sekali dirinya belum bisa membalas karena fitur balasan belum ada. Tentu saja Amanda bahagia dengan peningkatan ini, tetapi dirinya ingat pesan Adipati, kuantitas bukan segalanya.

Berkat perasaan senang itulah, Amanda bergerak mengambil sapu di tempat alat kebersihan. Perempuan itu mulai menggerakkan gagang sapu ke kolong kursi dan meja, kemudian di sela-sela lemari. Selesai menyapu, lanjut mengepel sembari menunggu pakaian Bima digiling di mesin cuci. Bibir mungil gadis itu tidak berhenti bersenandung riang.

Hatinya kian berbunga-bunga setelah melihat rumah ini bersih dan wangi. Tugas Amanda selanjutnya adalah menjemput Bima. Tadi pagi bapaknya sudah berpesan seperti itu karena dia sedang ada pekerjaan di kantor Aratha. Maka, setelah ganti baju, Amanda meluncur ke sekolahan Bima.

Kelas baru saja bubar ketika Amanda tiba di sana. Syukurlah datang tepat waktu. Amanda tidak perlu duduk-duduk bareng orang tua murid lain yang kadang kepo berlebihan. Amanda masih ingat kemarin ada seorang ibu-ibu yang bertanya kelewat batas. Atau dua hari yang lalu ada sekumpulan ibu-ibu yang gibahin guru. Amanda benar-benar tidak suka dengan kelakuan mereka. Namun, ada sisi baiknya, dia jadi dapat inspirasi untuk tulisannya.

"Ibu!"

Bima berlari kencang menghampiri Amanda. Membuat Amanda segera merentangkan kedua tangannya supaya tubuh anak itu masuk ke pelukan.

"Nggak sama bapak, ya?"

Pelukan itu seketika mengendur. Akhir-akhir Adipati menyerahkan urusan penjemputan kepada Amanda. Entah apa yang dilakukan laki-laki itu sebenarnya sampai-sampai untuk menjemput anak saja tidak bisa.

"Maaf, ya, bapak masih kerja. Nanti kalau udah selesai kerja, bapak pasti jemput Bima lagi," kata Amanda seraya mengelus kepala Bima.

Bima menatap ibu sambungnya. "Kapan bapak selesai kerja?"

Konjungsi Rasa - [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang