•13• Tetap Waras

21.5K 2.6K 33
                                    

Sepertinya semesta tidak mengizinkan Amanda tiba di rumah lebih cepat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sepertinya semesta tidak mengizinkan Amanda tiba di rumah lebih cepat. Motornya tiba-tiba berhenti karena bannya kempis. Terpaksa dia mendorong motornya sangat jauh akibat tidak menemukan tukang tambal ban di sepanjang jalan. Dia berniat menghubungi Adipati, tetapi sialnya pria itu belum juga memberikan nomor ponselnya. Kali ini, Amanda menyerah. Dia tidak akan meminta nomor telepon pria itu.

Untuk kesekian kalinya, Amanda bersyukur hari ini Bima tidak bersamanya. Bayangkan saja siang hari, panas-panas, dorong motor sambil gandeng anak kecil. Untungnya Adipati berinisiatif menjemput anaknya.

Begitu ban motornya selesai, Amanda bergegas pulang. Namun, lagi-lagi, kesialan menimpa. Hujan deras mengguyur dengan cepat. Amanda terpaksa menepi di sebuah halte untuk berteduh karena tidak membawa jas hujan. Rasa kesal pada Adipati yang sempat hilang kini timbul kembali. Andai dirinya memiliki nomor yang bisa dihubungi, tentu tidak perlu berhenti di tengah hujan.

Amanda melanjutkan perjalanan dengan iringan rintik air dari langit. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua. Dia harus segera tiba supaya Bima tidak menunggu lama. Tahu begini, tadi tidak usah menerima ajakan Guntur. Kalau tadi langsung pulang, bisa jadi dirinya tidak terjebak hujan.

Motor berhenti tepat di carport. Amanda melepas helm dan mengambil plastik berisi buku-buku yang dibeli. Tak lupa kunci ditarik dari slotnya. Baru saja membuka pintu, suara berat milik seorang laki-laki menyambut kedatangannya.

"Dari mana aja kamu?"

Amanda mengerjap. Kenapa pertanyaan Adipati terdengar seolah-olah Amanda pergi seharian? Apa dia tidak menyadari basah di pakaian istrinya? Sudah pakai kacamata, kok, masih tidak bisa melihat!

"Saya habis dari toko buku, terus mau pulang ban motor saya kempis, habis itu kehujanan di jalan." Amanda membeberkan kronologi mengapa dirinya baru tiba sekarang. Namun, wajah Adipati tidak berubah. Masih datar.

"Bagian kamu duduk sama pria di restoran, nggak kamu ceritakan ke saya?"

Jadi benar, kan? Suara anak laki-laki yang Amanda dengar itu bukan halusinasi. Ternyata asli. Tapi, tunggu. Kenapa Adipati bertanya seperti itu? Apa urusannya?

"Untuk apa saya ceritakan ke Bapak? Saya, kan, cuma duduk di sana. Nggak ada apa-apa lagi."

"Kamu itu penulis di bawah bimbingan saya dan kamu harus jaga sikap di mana pun. Saya nggak mau fokus kamu terbagi karena laki-laki itu."

Amanda makin tidak mengerti sampai matanya memicing. "Nggak ada hubungannya, Pak. Saya bukan artis yang diikuti paparazi. Terus, saya masih bisa fokus menulis walaupun memikirkan laki-laki. Bukannya bagus kalau saya punya khayalan pada laki-laki yang saya suka? Cerita saya bisa mengalir dan terasa feel-nya."

"Tetap aja kamu harus bersikap sewajarnya kepada laki-laki. Biar bagaimanapun kamu sudah menikah."

"Pak, saya lebih dulu kenal dia, jadi status ini nggak akan menghalangi apa pun. Lagian, menurut saya, sikap saya tadi masih wajar. Udah, deh, Pak, kita tetap bersikap seperti seharusnya. Bapak cukup koreksi novel saya, jangan ikut campur urusan lain."

Konjungsi Rasa - [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang