•06• Tanda Terima Kasih

24K 3K 69
                                    

"Jadi, kamu pacarnya Amanda?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jadi, kamu pacarnya Amanda?"

Di ruang tamu, Ratmi, Anida, Amanda, dan Adipati duduk bersama. Sudah jelas dalam rangka meminang Amanda. Semalam, Amanda memberitahu ke Adipati kalau ibunya ingin langsung bertemu pagi ini juga. Kebetulan sekarang hari Sabtu, Anida tidak pergi ke tempat kerja.

Sebenarnya posisi Amanda tidak menguntungkan. Semalam saja dirinya dicecar habis-habisan oleh ibu dan kakaknya. Anida bilang Amanda kebanyakan mengkhayal dan Ratmi mengatakan anaknya terseret cinta satu malam sehingga harus segera disahkan supaya tidak terjadi buah bibir di luaran sana. Satu-satunya cara supaya semuanya selesai ya dengan mendatangkan Adipati segera. Jujur Amanda sangat gerah dengan kelakuan keluarganya. Ingin segera angkat kaki dari rumah ini.

"Kami tidak pacaran, Bu. Kami hanya dekat satu sama lain, lalu saya merasa ada kecocokan dengan anak ibu. Makanya saya ingin segera menikahinya."

Saat Adipati mencoba meliriknya, Amanda justru memalingkan wajah. Kecocokan dari mana coba? Ketemu saja belum ada seminggu.

"Sejak kapan? Soalnya saya nggak pernah, tuh, lihat anak saya dekat dengan laki-laki. Jangan bilang kalian habis melakukan hubungan itu, kan, makanya mau cepat-cepat nikah?"

Tanpa sadar, Amanda mendengkus. Sungguh dirinya tidak ada harga diri di mata ibunya. Serendah itukah? Sampai kejam menuduh anaknya melakukan hal yang dilarang agama.

"Saya jamin Amanda tidak ada yang kurang seujung kuku pun selama bersama saya. Justru saya akan melakukan itu saat Amanda sah menjadi istri saya."

Eh, apa? Ini Adipati bilang begitu karena sedang mengambil hati atau benar-benar memiliki rencana itu? Awas saja kalau punya pikiran itu, Amanda akan memasang ultimatum.

"Ya, kan, siapa tahu, Mas. Soalnya Amanda ini bener-bener nggak pernah deket sama siapa-siapa. Terus, semalam dia bilang besok ada laki-laki yang mau datang melamar. Wajar, kan, kalau kami khawatir." Kali ini Anida yang bersuara.

Sungguh, Amanda tidak tahan dengan drama keluarga ini. Kakaknya pintar sekali bersandiwara.

Dengan wajahnya yang tenang, Adipati kembali meyakinkan Anida. "Mbak tenang saja, saya tidak macam-macam. Tanya Amanda kalau Mbak tidak percaya."

"Kamu kerja apa sekarang?" tanya Ratmi. Menyudahi drama cinta satu malam yang ia ciptakan sendiri.

"Saya editor novel di salah satu penerbit besar--"

"Pantesan bisa kenal sama Amanda. Ternyata nggak jauh-jauh dari dunia khayalannya," sahut Anida, memotong Adipati. Kemudian, menoleh ke arah ibunya. "Pasti gajinya kecil, Bu."

Tetap saja Amanda sakit hati mendengar kakaknya merendahkan penghasilan orang lain. Seolah-olah kalau gaji kecil itu tidak bisa hidup di dunia. Ya, memang benar tanpa uang manusia tidak bisa bertahan hidup, tapi kalau segalanya dipandang dari harta, juga nggak baik.

Konjungsi Rasa - [Terbit]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang