22 (anak soleh)

1.9K 131 85
                                    

Selesai makan, Deva pamit keluar untuk membeli sesuatu, dan Fahri mengizinkannya. Di lorong rumah sakit, Deva menarik perhatian banyak orang. Wajar saja, dia masih mengenakan kemeja kantornya. Namun, Deva tidak peduli. Dia terus melangkah menuju kantin, hingga tiba-tiba seseorang menarik tangannya, menjauhkannya dari arah kantin.

Deva menyentakkan tangannya dengan kasar. Dia tidak suka disentuh seperti itu. Berbeda dengan Deva yang memasang ekspresi dingin, gadis itu justru menatapnya penuh cinta.

"Sayang!" panggil Karina.

Ya, dia adalah Karina, gadis yang belakangan ini sering dekat dengan Deva. Namun, wajah Deva menunjukkan ketidaksukaan akan kehadiran Karina.

"Ingat, kita hanya sebatas tukang ojek dan penumpang, tidak lebih," ujar Deva dingin.

"Aku mencintaimu, Dev," ucap Karina, mencoba mendekati Deva. Namun, Deva segera mundur, menjaga jarak.

"Sejak awal sudah kukatakan, semua perhatianku padamu hanya sebatas teman," jelas Deva, tetap tenang namun tegas.

"Kita tingkatkan hubungan menjadi sepasang kekasih, Dev," bujuk Karina.

Karina terus berusaha mendekati Deva, tetapi Deva selalu menghindar.

"Aku dekat denganmu saja sudah ditentang keras oleh ayahku," ujar Deva.

"Kita bisa backstreet, Dev," Karina mencoba meyakinkannya.

"Tidak ada rasa cinta untukmu, Karina," ucap Deva tanpa ragu.

"Aku cantik, Dev. Kenapa kau tidak mencintaiku?" tanya Karina, meminta penjelasan.

"Alasan utamanya adalah ibumu," desis Deva.

"Kita yang menjalani hubungan ini, bukan orang tua kita," balas Karina.

"Perlu kuberitahu, dulu saat usiaku 10 tahun, ibumu berniat membunuhku. Kau tahu, setelah itu, ibu dan adikku meninggal!" ucap Deva, suaranya naik.

"Itu sudah berlalu, Dev. Lupakan saja, hanya masalah sepele," ucap Karina santai.

"Kau bilang sepele?!" Deva mulai kesal.

"Kenapa kau marah padaku, Dev?" Karina tampak bingung.

"Setelah ibumu membunuh kedua orang tersayangku, dia bahkan berencana membunuh ayahku juga!" Deva memukul dinding di belakang Karina dengan keras, membuat gadis itu gemetar ketakutan. "Masalah 'sepele' ini kubawa ke jalur hukum," ucap Deva dingin.

Deva meninggalkan Karina yang masih ketakutan. Darah segar menetes dari punggung tangannya akibat pukulan keras tadi. Baru sekarang dia merasakan rasa sakit itu.

"Argh, mau peluk papa," batin Deva.

Deva berlari menuju ruangan rawat Fahri. Kedatangannya yang rusuh menarik perhatian tiga orang yang sedang menjenguk Fahri.

"Dikejar setan, kamu, nak?" tanya Fahri.

Deva menggelengkan kepala. Baru sadar ada kolega bisnis Fahri di ruangan itu, Deva segera menyalami mereka satu per satu. Tindakan itu membuat kolega Fahri tersenyum.

"Anakmu soleh sekali, Pak Mahendra," puji salah satu kolega, Riki Prabumi.

"Dev memang anak yang sangat soleh. Aku juga bangga memiliki anak sebaik Dev," timpal Fahri, penuh kebanggaan.

Deva mendekati Fahri, menunjukkan tangan yang terluka. Fahri segera menekan tombol untuk memanggil dokter.

"Pak Mahendra, jika Anda belum pulih, kami akan pamit dulu," kata kolega lain, Beni Prasetyo.

"Aku baik-baik saja, Pak Beni. Putraku terluka. Itu sebabnya aku memanggil dokter," jawab Fahri.

"Putra Anda kelihatan baik-baik saja," ucap Rudi, kolega lainnya.

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang