Deva duduk di bangku taman kota, menikmati udara malam yang sejuk di tengah keheningan. Fahri, ayahnya, baru saja pergi membeli kopi untuk mereka. Hubungan antara Deva dan Fahri begitu dekat, tanpa jarak, seperti sahabat.
Namun, suasana tenang itu tiba-tiba terusik. Seorang wanita dewasa, tampaknya seumuran dengan Fahri, mendekati Deva.
"Kau anaknya Mahendra Sabil Al Fahri?" tanyanya dengan nada tegas.
Deva hanya mengangguk pelan. "Ya."
"Benar, sikapmu memang sedikit berubah sejak ibumu meninggal," ucap wanita itu, dengan nada yang seolah memahami.
Deva menegang. Ia berniat pergi dari hadapan wanita itu, tetapi wanita tersebut dengan cepat menahan pergelangan tangannya.
"Ck!" Deva mendesis, lalu dengan tegas melepaskan genggaman wanita itu. Ia mundur beberapa langkah, menjaga jarak.
"Aku Karerina, masa lalu ayahmu," ucap wanita itu memperkenalkan diri.
Deva mengerutkan kening, namun tetap acuh. "Tidak peduli," balasnya dingin.
Karerina, dengan nada kesal, menambahkan, "Kau harus bisa membujuk ayahmu untuk menikah denganku, bocah!"
Sebelum Deva sempat merespons, suara Fahri yang dingin memotong, "Sudah kukatakan ribuan kali, aku tidak sudi balikan denganmu."
Fahri berdiri di belakang Deva, menatap Karerina tajam. Wajahnya penuh kekecewaan. "Itu masa lalu, dan aku sudah meninggalkannya jauh di belakang."
"Istrimu sudah mati, aku juga janda. Bukankah kita cocok untuk menikah?" kata Karerina tanpa ragu.
Fahri terkekeh sinis. "Kupikir Aldo salah tentang dirimu yang mata duitan. Ternyata benar."
"Aldo masa laluku, Fahri. Sementara kau masa depanku," Karerina menjawab dengan nada lembut yang berusaha menggoda.
Fahri menghela napas panjang, lalu menarik Deva menjauh. "Seenaknya saja mengklaim aku seperti itu! Aku sudah muak mendengar omong kosongmu," ucapnya sambil berlalu.
Deva hanya tertawa kecil di belakang Fahri, geli melihat wajah masam ayahnya. Sesampainya di rumah, Fahri tampak frustrasi. Dia duduk di sofa ruang tamu sambil mengacak-acak rambutnya, mencoba menenangkan pikirannya.
"Dia datang terus-menerus. Membuatku muak!" kesal Fahri.
"Papa pernah... melakukan sesuatu dengannya?" tanya Deva hati-hati.
"Itu cinta monyet zaman putih abu-abu! Sekalipun begitu, aku tidak pernah melakukan hal seperti itu kepada siapa pun kecuali dengan ibumu!" jawab Fahri dengan tegas.
"Yah iyalah, kalau nggak, aku nggak ada di sini, kan, Pah," canda Deva, mencoba mencairkan suasana.
"Dia punya seorang putri dari hubungannya dengan Aldo, pamanmu," lanjut Fahri.
"Seumuran denganku?" tanya Deva penasaran.
"Seumuran abang twins, Irsyad," jawab Fahri singkat.
"Eh, menikah muda, dong!" Deva terlihat terkejut.
Fahri mengangguk. "Tepat. Dan perempuan itu terobsesi padaku sejak dulu."
"Kenapa dia melihatku seolah-olah aku ancaman?" tanya Deva.
Fahri mendekat, menatap serius. "Jauhi dia, Dev. Apapun yang terjadi. Dia terlalu berbahaya. Dia menjual diri, bahkan membayangkan setiap pria yang dilayaninya itu aku. Itu... mengerikan."
Deva bergidik. "Serem juga."
"Aku cemas dia atau putrinya akan memanfaatkanmu. Jadi, papa harus kasih tahu fotonya biar kau tidak tertipu."
KAMU SEDANG MEMBACA
(Revisi) Deva (END)
Teen FictionZyandru Bakrie Radeva, yang akrab dipanggil Deva, dikenal sebagai cowok dingin yang sering dijuluki kulkas berjalan oleh teman-temannya. Di balik sikapnya yang keras, Deva menyimpan trauma berat akibat suatu kejadian di masa lalunya. Meskipun terkes...