17 (ke makam mama)

1.7K 127 9
                                    

Deva tancap gas menuju kantor milik Fahri. Ia memacu motornya di atas kecepatan rata-rata, ingin segera membahas masalah Ariska yang meminta pertanggungjawaban darinya. Sepuluh menit kemudian, Deva tiba di gedung pencakar langit tempat Fahri bekerja. Sapaan ramah dari para karyawan hanya ia balas dengan gumaman singkat. Tidak ada waktu untuk basa-basi, Deva merasa dirinya sangat membutuhkan Fahri saat ini.

Sesampainya di depan ruangan Fahri, Deva berhenti sejenak untuk menenangkan detak jantungnya yang berpacu. Ia takut Fahri akan marah besar dan berakhir membenci dirinya selamanya.

"Masuk saja ke ruangan papa, Nak," suara Fahri tiba-tiba memecah lamunan Deva.

Deva tersentak, mendapati Fahri berdiri di pintu ruangan bersama seorang wanita muda sekretaris baru Fahri. Tatapan Deva seketika berubah sinis melihat wanita itu.

"Tante mau kerja atau godain papa saya?" tanya Deva dingin, memandang remeh sekretaris baru Fahri.

Sekretaris itu tampak terkejut akan ucapa dari Deva. "Saya tidak mengerti maksud Anda, Tuan Muda," jawabnya, mencoba tetap tenang meski terlihat bingung.

Deva mendengus. "Pantas saja papa sekarang betah di kantor," ucapnya, memutar matanya ke arah Fahri. "Pecat dia, atau Dev akan melanggar setiap aturan yang sudah papa tetapkan!" ancam Deva.

"Dev, jangan begini, Nak," ucap Fahri lembut, mencoba menenangkan.

"Ck, padahal Dev ke sini mau nenangin pikiran, malah jadi begini," gerutu Deva, memalingkan wajahnya dengan kesal.

Sekretaris Fahri yang merasa tak nyaman dengan situasi tersebut langsung berbicara sopan kepada Fahri. "Maaf, Pak Fahri, kalau tidak ada hal lain, saya akan keluar dulu," ucapnya.

Fahri hanya mengangguk singkat. "Silakan," jawabnya.

Wanita itu segera meninggalkan ruangan, sementara Deva masih berdiri dengan tatapan penuh kekesalan. Namun sebelum Deva sempat melangkah pergi, Fahri dengan sigap menahan lehernya.

"Papa, lepaskan!" teriak Deva, mencoba memberontak. Fahri, tanpa berkata-kata, menarik Deva masuk ke ruangan dan mengunci pintunya.

Deva menggigit tangan Fahri agar bisa lepas, lalu buru-buru mencoba memutar kenop pintu, namun sia-sia karena terkunci. Dengan kesal, Deva hendak menendang pintu, tetapi Fahri menarik kerah bajunya hingga Deva tersungkur mencium lantai.

Deva bangkit dengan wajah cemberut, menatap Fahri dengan pandangan kesal, lalu memalingkan wajahnya. Fahri berjongkok di depannya, mengelus lembut kening Deva yang terlihat memar akibat terjatuh.

"Masalah apa yang menimpamu? Papa akan bantu menyelesaikannya, biar wajah tampan anak papa ini tidak mendung seperti sekarang," ucap Fahri lembut.

Deva menghela napas panjang sebelum berkata, "Ariska hamil, dan aku disuruh tanggung jawab untuk menikahinya."

Fahri terdiam sejenak, lalu menjawab dengan tenang. "Orang yang memperkosa Ariska bukan kamu, Dev. Ariska diperkosa oleh beberapa orang yang disuruh oleh kakaknya sendiri, Arif. Dia sengaja melakukan itu supaya papa membencimu dan perusahaan ini bisa jatuh ke tangan Arif di masa depan."

Deva menatap Fahri tak percaya. "Kok papa bisa tahu sejauh itu?" tanyanya bingung.

"Brian, teman lama papa, seorang hacker. Papa minta bantuan dia untuk meretas CCTV sekolahmu. Bukti itu sudah papa serahkan ke pihak sekolah," jelas Fahri.

"Arif jahat sekali... Dev nggak pernah jahat sama dia dari kecil sampai sekarang. Tapi dia malah mau bikin Dev dibenci papa," ucap Deva penuh heran.

"Kita tidak perlu mengurus orang yang membenci kita, Dev. Kamu hanya bisa membalas mereka dengan kebaikan hatimu. Sejahat apa pun dia, tunjukkan kebenaran saja," nasihat Fahri bijak.

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang