15 (liburan ke bogor!)

2.2K 133 11
                                    

Di garasi mobil, Deva duduk santai di atas kap mobil milik ayahnya, Fahri. Sementara itu, Fahri yang berdiri di depannya hanya bisa menghela napas panjang, melihat tingkah anak semata wayangnya. Entah keinginan apa lagi yang kini Deva inginkan.

"Kita ke Bogor!" seru Deva tiba-tiba.

Fahri memandang langit yang cerah dan panas terik, mencoba menenangkan putranya. "Cuacanya panas sekali, Dev. Besok saja, setelah subuh kita berangkat," bujuk Fahri.

"Tapi aku maunya sekarang!" Deva bersikeras.

Fahri menghela napas, mencoba mencari alasan. "Kenapa nggak nongkrong saja sama teman-temanmu?"

"Mereka semua lagi liburan! Aku juga mau liburan akhir tahun!" balas Deva dengan nada frustrasi.

"Dev, Papa lelah. Semalam baru pulang kerja jam dua pagi. Tolong, mengerti, ya?" Fahri menatap putranya dengan harapan.

Deva terdiam. Pandangannya tertuju pada wajah ayahnya, yang terlihat lelah dengan kantung mata yang menghitam. Tanpa berkata apa-apa, Deva turun dari kap mobil dan menarik tangan Fahri masuk ke dalam rumah.

Deva menggiring Fahri menuju kamar, mendorongnya dengan lembut ke dalam. Fahri bingung dengan sikap Deva. Biasanya, Deva hanya akan pergi begitu saja jika kecewa. Tapi kali ini, ada yang berbeda. Fahri menangkap raut kekecewaan di wajah putranya.

"Aku takut terjadi kecelakaan, kalau menyetir dalam keadaan mengantuk," ucap Fahri, mengusap rambutnya dengan kasar.

Deva hanya menatap ayahnya, kecewa karena rencana liburannya harus batal. Tapi di sisi lain, ia sadar tak bisa egois memaksa Fahri pergi ke Bogor dalam kondisi seperti ini. Dengan langkah pelan, Deva menuju dapur. Membuka kulkas, ia mendapati bahan makanan yang masih cukup banyak.

"Papa kerja keras untukku," batin Deva.

Deva mulai mengambil beberapa bahan makanan. Meski tidak ahli, ia cukup percaya diri memasak asal bahan-bahannya tersedia. Setelah sekitar setengah jam, Deva selesai memasak. Hidangannya sederhana empat sehat lima sempurna tapi ia memasaknya dengan sepenuh hati.

Ia menaruh makanan di atas nampan, lalu membawanya ke kamar Fahri. Setelah mengetuk pintu, Fahri membukanya, terlihat sedikit terkejut.

"Papa, superhero terhebatku, sehat terus, ya. Dev bawa makanan buat Papa. Maaf kalau sederhana, tapi Dev masak ini dengan tulus, kok," ujar Deva dengan senyum kecil.

Fahri terharu. Ia menghapus air matanya dan membantu Deva membawa nampan ke meja kerja. Setelah menaruh makanan, Fahri memeluk tubuh tinggi putranya.

"Papa makan, ya. Dev mau tidur dulu," ucap Deva sambil membalas pelukan Fahri.

"Terima kasih, Nak," Fahri mencium kening Deva dengan penuh kasih. "Kamu sudah bertahan sejauh ini untuk Papa," ucapnya dalam hati.

"Papa, aku bukan anak kecil lagi, tahu!" protes Deva sambil tersenyum kecil.

Fahri melepaskan pelukan, lalu mulai menyantap makanan yang dimasak Deva. Ia makan dengan lahap, dan Deva hanya tersenyum melihatnya. Dalam hati, ia tahu betapa keras ayahnya bekerja demi memenuhi semua kebutuhannya.

"Hey!" panggil Fahri tiba-tiba.

"Eh?" Deva kaget.

"Kenapa melamun, Nak?" tanya Fahri.

Deva tersenyum kecil. "Dev cuma ingat masa lalu."

"Masa kecilmu?" tebak Fahri.

"Iya. Waktu pertama kali aku masak, setelah Mama pergi," ucap Deva pelan.

Fahri mengangguk. "Oh, Papa ingat itu."

"Masakanku kacau banget waktu itu. Telur terlalu asin, dan sayur bayam malah jadi seperti sayur asem," kenang Deva sambil tertawa kecil.

(Revisi) Deva (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang