1. Kereta Bawah Tanah

2.3K 224 40
                                    

Suasana sangat kacau, hampir separuh gerbong bagian depan sudah terbakar, terdengar suara jeritan kesakitan dan teriakan minta tolong yang memilukan, Jessica menyeret tangan mungil Rose yang berusia enam tahun saat itu, wajah sang eomma nampak panik dan cemas, sedangkan Rose ketakutan, mereka sudah terdesak, tak ada tempat untuk melarikan diri lagi dari kobaran api melalap hampir seluruh gerbong, seorang petugas karcis berusaha menarik baut pengait antar gerbong agar api tak menjalar ke gerbong lain nya.

Dorrr. . . Dorrr. . .

Jessica menggedor pintu kaca antar gerbong, membuat sang petugas karcis menoleh.

"Tuan tolong selamatkan putri ku" mohon nya, karena sebenar nya, di gerbong itu pun juga sudah penuh sesak karena banyak penumpang yang sudah menyelamatkan diri ke sana.

"Maaf nyonya, sudah tidak ada tempat lagi, maaf sekali lagi maaf" petugas itu meneteskan air mata nya, dan berkali-kali membungkuk merasa bersalah pada Jessica, sebelum menarik baut pengait.

"Masa depan nya masih panjang, dia baru berusia enam tahun" Jessica rela mengemis, petugas itu berusaha acuh, ia menarik baut nya, lalu meraih tangan mungil Rose dan menggendong nya.

"EOMMAAAA. . ." Teriak Rose sambil menangis, Jessica melambaikan tangan nya sebelum tubuh nya di telan kobaran api yang kian membesar.

Pemadam kebakaran di seluruh Seoul dan sekitar nya di kerahkan untuk memadamkan api, polisi juga datang untuk memulai penyidikan, Yuri tampak panik, cemas dan ketakutan, empat jam setelah kejadian, api baru bisa dipadamkan, ia mengamati satu per satu jenazah yang masih bisa di selamat kan.

Deg

Yuri berhenti di samping jasad sang istri yang sudah sulit untuk di kenali, tapi ia yakin itu adalah Jessica karena ia memakai cincin pernikahan dan kalung pemberian Yuri, hadiah saat sang istri mengandung Rose dulu.

"Sicca-yaa" suara Yuri terdengar gemetar karena menahan tangis.

"Yuri-ah" Choi Sooyoung yang adalah sesama anggota polisi, datang menemui Yuri sambil menggandeng tangan Rose, yang dipanggil menoleh.

"Rosie" Yuri langsung menghampiri sang putri dan menggendong nya.

"Eomma" isak Rose seolah mengadu pada sang ayah.

"Eomma sudah pergi, tenang ya, masih ada appa" hibur Yuri, menghapus air mata sang putri, padahal ia sendiri juga tengah hancur, karena wanita yang di cintai nya pergi untuk selama nya.

Sepuluh tahun kemudian

Rio adalah remaja berusia delapan belas tahun, ia duduk di bangku senior high school dan akan memulai kuliah nya, ia mengayuh sepeda nya menuju ke rumah, sepulang sekolah.

"Hyung!" Teriak nya dari luar

Brak

Rio melompat dari atas sepedanya, dan berlari memasuki rumah nya dengan wajah ceria nya.

"Hyung" Rio mencari keberadaan Taehyung, tapi tak ada jawaban.

"Hyung, aku sudah lulus hyung" teriak Rio membuka pintu ruangan di rumah nya satu per satu, terakhir ia membuka pintu kamar mandi yang terletak diantara kamar Rio dan Taehyung.

"HYUUNGG. . .!" Teriak Rio histeris menemukan kakak laki-laki nya meninggal bunuh diri di bathup kamar mandi, Kim Taehyung, berusia dua puluh empat tahun, ia sedang merintis karir nya dengan bergabung di firma hukum sang ayah Kim Taeyeon, tapi belum genap setahun V alias Taehyung bekerja, ia sudah di temukan tewas dengan cara menyayat nadi nya di kamar mandi.

Kematian Taehyung membuat keluarga Rio terpuruk, terlebih Rio yang sangat dekat dengan nya, dan Taeyeon yang menaruh harapan tinggi pada si sulung untuk melanjutkan jejak nya menjadi pengacara handal.

Jisoo merangkul bahu Rio sahabat nya dipemakaman Taehyung, sambil menepuk-nepuk bahu nya karena Rio tak bisa berhenti menangis.

"Lihat dongsaeng mu, dia mencemaskan oppa nya" bisik Jisoo sambil menatap Yuna dari balik kacamata hitam nya, si bungsu beringsut dibalik punggung Minho, supir pribadi sang ayah, karena Taeyeon pun juga sibuk menenangkan sang istri yang adalah pengusaha di bidang hiburan, atau lebih tepat nya, pemilik agensi dengan artis-artis ternama, Rio mengusap kasar air mata nya, menarik nafas panjang, lalu menghampiri Yuna.

"Oppa" lirih Yuna, ia belum mengerti dengan apa yang terjadi, karena masih berusia enam tahun.

"Kemarilah" Rio melingkarkan lengan nya di bahu Yuna, dan prosesi pemakaman pun selesai, Taeyeon mengurung diri di ruang kerja nya, sedangkan Tiffany masih menangis di kamar nya, Rio menemani Yuna di ruang keluarga, gadis kecil itu nampak murung melihat kedua orang tua nya seperti sedang saling mendiamkan.

"Papa dan mama baik-baik saja, jangan khawatir ok, Yuna mau makan apa? Oppa buatkan" hibur Rio, gadis itu menggeleng.

"Yuna mau ke kamar saja" pinta nya

"Baiklah, ayo" Rio menggandeng tangan dongsaeng nya itu memasuki kamar nya, dan menemani Yuna berbaring diatas kasur.

"Oppa"

"Ya?"

"Menurut oppa, apakah suatu saat V oppa akan kembali pada kita?" Tanya Yuna polos.

"Tidak, tapi kita yang akan menyusulnya nanti, jika sudah tiba waktu nya" jawab Rio.

"Kapan? Aku bahkan sudah merindukan nya sekarang" rengek Yuna.

"Nanti, jika kamu rindu dengan oppa, kamu bisa tidur di kamar nya" hibur Rio karena ia pun juga tak tahu harus berkata apa.

"Apakah papa dan mama menangis karena V oppa pergi?"

"Iya, V oppa nakal, dia pergi tanpa memberitahu papa dan mama, itu yang membuat mereka menangis"

"Oppa jangan nakal ya, jangan buat papa dan mama menangis lagi karena kenakalan oppa, cukup V oppa saja yang nakal" pesan Yuna, Rio tersenyum paksa.

"Okey" jawab nya.

#TBC

OdioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang