49. Lembar Baru di Tahun yang Baru.

1K 136 13
                                    

Halo, lagi ❤
Berusaha buat scene romantis, tapi aku sadar ini cringe wkwkwk. Semoga kalian tidak gumoh ya 🤣





























***

Pukul delapan malam pada hari Minggu yang masih ramai. Kendati Senin sudah mengintip di kalender, para manusia selayaknya berpura-pura tidak tahu. Setidaknya hari libur harus dinikmati sebaik-baik mungkin. Namun, Jimin agak menyesali apa yang terjadi kemarin maupun saat ini.

Melirik ke samping, ia mendapati Yoongi sedang menggigit-gigit jagung bakar dan tak lupa sebelah tangannya memeluk sebungkus jajanan; kue dari olahan terigu berbentuk ikan yang di dalamnya berisi pasta kacang, dua boks pudding, gyeran-ppang, dan wafle karamel. Hidungnya samar-samar merah, matanya menjadi semakin sipit akibat sehabis menangis. Melihat itu, Jimin tersenyum geli. Lantas ia membuka suara, "Ingin beli makanan apa lagi?"

Yoongi langsung sigap, menggeleng tanda tidak setuju. Selepas drama tangis sekaligus ciuman di tengah-tengah khalayak pengunjung, Jimin mengajaknya pergi agak jauh dari keramaian. Maka di sinilah mereka; duduk pada kap mobil di taman Namsan. "Tahu dari mana aku di sini?" tanyanya kemudian.

"Insting."

"Jangan bercanda."

"Benar, kok," sahut Jimin yakin. "Sebelumnya aku datang ke rumahmu. Kata Ibu, kau pergi sejak tadi sore. Kucari di belakang bukit rumahmu, tidak ada. Lapangan dekat kampusmu, tidak ada. Rumah Jungkook, tidak ada. Di toko donat langgananmu, tidak ada. Terakhir kuingat kau pernah mengatakan ingin sering-sering datang ke Itaewon karena banyak yang menjual makanan beraneka macam. Dan ya ... aku menemukanmu di sini."

Yoongi menatap kosong ujung sepatunya. Camilan manis yang sempat dibelikan Jimin terasa sudah tidak menggugah selera lagi. "Padahal ada banyak sekali orang di sini."

"Memang, tapi Min Yoongi kan hanya satu." Jimin terkekeh singkat, mengingat-ingat lagi di mana ia hampir memutari sebagian gedung dan menyebarkan pandangan ke setiap jalanan yang ramai demi mencari satu manusia. Jelas sulit. Ia bahkan butuh yang waktu lama.

Tidak mendapat balasan lagi dari lawan bicaranya, Jimin menarik napas panjang sembari mengambil kotak beludru dari kantung jaket. Ukurannya hanya sebesar lima kali lima senti saja, tetapi makna cincin di dalamnya begitu berat. Rupanya hal itu juga menarik atensi Yoongi yang sontak melotot di tempat.

"Sudah lebih dari lima tahun, ya?" Jimin memulai. Sekalipun waktu dan kondisinya kurang tepat, ia tetap meneruskan karena tidak ingin menunda lagi. "Kurasa itu lumayan lama, tetapi bukan berarti waktu yang cukup di saat aku yakin kalau aku membutuhkanmu untuk selamanya. Aku sangat mencintaimu dan bahkan saat cemburu buta ... justru aku takut kalau aku akan kehilanganmu."

Percaya atau tidak, banyak sekali ketakutan yang ada di kepala Jimin saat ini. Napasnya dihela berat sebelum suara penuh keraguan menyusul. "Belakangan, aku mulai serakah. Ingin memiliki dan dimiliki seluruhnya, seutuhnya. Aku juga berpikir bisa hidup bersamamu di mana kau bisa kubawa pergi ke mana pun kakiku melangkah dengan saling menggenggam tangan yang keriput dimakan usia. Yoongi, apa yang kukatakan mungkin—"

"Iya, aku mau."

Jimin mengerjap. Maniknya sedikit melebar saat menatap Yoongi. "Apa?"

"Apa?"

"Kau tadi—maksudnya?"

Meletakkan jajanan manisnya, Yoongi memeluk Jimin dari samping. Lebih erat dibanding sebelumnya seolah-olah takut jika seseorang dalam dekapannya pergi. Menempelkan sisi kepala tepat di dada sang terkasih, ia dapat merasakan kencangnya detak jantung di sana. Lantas berujar, "Apa pun yang kau katakan selama dalam artian aku akan tetap bersamamu, aku pasti menyukainya. Tidak ada alasan kenapa aku harus menolak," katanya, "mengenai kemarin ... aku minta maaf. Daripada menjelaskan aku malah meninggikan suara dan memilih menghindar. Bohong kalau kukatakan keputusan sepihak kemarin adalah hal yang kuinginkan. Buktinya, melihatmu saat ini saja hatiku masih berdebar."

My (lil) Family [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang