56. Mencuri Waktu.

854 110 22
                                    

Belakangan ini, Jimin sibuk sekali. Sesampainya di rumah ia langsung mandi dan segera tidur. Pekerjaan membuat energinya terkuras habis bahkan melewatkan makan malam beberapa kali. Pertemuan dengan kolega, perbincangan mengenai kerja sama, lalu ajuan pendapatan yang berbeda sehingga sering berujung tidak bagus sebab tak ada kesepakatan yang bernilai menguntungkan kedua belah pihak. Bagi Jimin, itu semua cukup mengenyangkan.

Lantas, seseorang yang selalu memperhatikan ikut terenyuh. Ingin membantu, tetapi tidak bisa melakukan apa-apa. Bingung. Sampai akhirnya memilih memberi semangat, melayani sepenuh hati saat di rumah, dan panjatan doa tiap kali berserah.

Suara pintu kamar terbuka membuat Yoongi menoleh. Jarinya yang sedang mengolesi krim malam ke pipi nyaris mencolok hidung. Terburu-buru. Ia langsung melesat menghampiri, melupakan pelembab di wajahnya yang masih berantakan.

"Sudah pulang, Jimin?"

Retorik. Meskipun begitu, yang ditanya tetap menjawab dengan lengkungan di raut yang lelah. "Iya, aku sudah pulang."

"Kusiapkan air hangat untuk berendam, ya? Setelahnya kubuatkan teh atau cokelat panas? Makan malam aku hangatkan lagi, iya?" Yoongi mencecar. Kedua tangannya sigap membantu sang suami melepas pakaian yang sebenarnya bisa dilakukan sendiri.

Jimin menyahut dengan senyum tipis, "Tidak perlu, Sayang." Lalu menaikkan dagu Yoongi agar mata mereka bertemu. Ia menyadari ada baluran krim tak rata dan itu cukup menggelitik. Sekilas teringat suatu pernyataan, yaitu lupa memperhatikan diri sendiri karena terlalu fokus pada orang lain. "Aku akan langsung mandi saja. Tidak usah membuat minuman atau makanan apa pun, aku sudah menyempatkan mengisi perut dengan makanan berat sewaktu lembur," katanya.

Si pemuda Min jelas khawatir. Rasa ragu tumbuh dalam dada. Namun berbekal kepercayaan, ia menyakini Jimin lebih membutuhkan banyak istirahat dan sesegera mungkin. Lantas, Yoongi menunggu di atas ranjang. Pelembab sudah dibenahi, melapisi seluruh kulit muka beserta leher. Bibir tak luput dioles lipbalm sesaat berandai-andai mereka berciuman dan Jimin perlu mendapat asupan manis dari bibirnya.

Selang sekian menit yang lebih tua beringsut ke kasur. Merangkul tak sabaran sampai hidung Yoongi menubruk dadanya, Jimin menempatkan diri terlentang bersama terkasihnya yang tidur menyamping. Jarak antara mereka sengaja dibuat sedikit bercelah sebab Yoongi tengah berbadan dua. Takut menyenggol si jabang bayi.

"Besok hari Sabtu," Yoongi buka suara sambil memijat pelipis Jimin perlahan. "Kau di rumah saja, kan? Beristirahat sampai Minggu. Jangan pergi ke mana-mana, ya."

Jimin sudah terpejam, tetapi masih bisa mendengar perkataan Yoongi. Ia keasyikan menikmati jari-jemari yang memicit kepalanya. Sahutannya bahkan sebatas gumaman.

"Besok aku akan memasak. Ada yang kau inginkan?"

"Tidak ada. Semua masakanmu aku suka dan pasti kuhabiskan."

Tersipu-sipu seraya menahan senyum, Yoongi semakin menempelkan kepala di leher suaminya. "Katsu sapi dan kari? Sudah lama sekali ya dari terakhir kita makan itu."

"Ya, aku suka itu juga," sahut Jimin pelan.

Lambat-lambat Jimin merasakan pergerakkan dari samping. Embusan hangat mengenai pipi kala Yoongi mendekatkan bibir ke telinganya untuk membisikkan sesuatu.

"Jimin?"

"Hm?"

"Bibirku manis, lho."

"Iya." 

Sangat singkat atau terlalu cepat Jimin membalas tanpa memikirkan ulang apa maksud dari guyonan barusan. Beruntung menit belum berganti, ia terbelalak, memandang langit-langit kamar sebelum menoleh pada Yoongi yang menatapnya lekat. Ia baru mengerti. "Oh ya, itu, aku tahu ... maksudku—" ralatnya terbata-bata salah tingkah.

My (lil) Family [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang