53. Penggoda Maut.

1K 116 10
                                    

Park Jimin itu seksi. 

Iya, sungguhan kalian tidak salah baca. Park Jimin itu seksi. Seksi sekali. Yoongi, pemuda yang telah menyandang marga Park, jelas mengakuinya. Ada sesuatu yang paling menarik perhatian dan agak menggiurkan atas pengakuan hal tersebut, yaitu mengenai tato yang Jimin miliki. 

Bisa dikatakan hampir setiap hari Yoongi melihatnya, memegangnya, menciumnya, atau melakukan apa pun dengan tato-tato itu sesuai keinginannya. Lagi pula Jimin sendiri tidak mempermasalahkan. Jika diperlukan mungkin Jimin rela lama-lama bertelanjang agar dikagumi suaminya setiap detik. 

Namun kali ini, mengingat tato yang dimiliki Jimin tampaknya sedikit mengganggu Yoongi seminggu belakangan. Ia mendapat kesulitan hanya karena memikirkannya saja. Lantas, ketika melihat seorang pria sibuk merakit sebuah rak dari setengah jam yang lalu, Yoongi mulai beringsut-ingsut mendekat. Perlahan ia bersandar di samping tubuhnya, membuat pria itu menoleh, dan menghentikan kegiatannya sejenak. 

"Kenapa?" 

Yoongi menggeleng, memberi jarak antara mereka. Masih duduk di sebelah Jimin, ia menarik-narik ujung kausnya. "Buka bajumu." 

"E-eh, mau apa?" Jimin langsung panik. Ia melirik keadaan sekitar sambil menahan lengan Yoongi. Malu kalau kepergok para pekerja yang leluasa berlalu lalang di ruang tengah. Terlebih ini masih siang hari. Siapa pun akan melihat dengan jelas yang terjadi. 

"Mau lihat ini. Ih, jangan ditutupi." 

Karena tidak sabar dan kesal akhirnya Yoongi mengeluarkan seluruh tenaganya. Ia menarik ke atas kaus Jimin sampai perut dengan otot tercetak terpampang di kedua matanya. Menjulurkan telapak tangan, Yoongi meraba-raba tato di dekat tulang rusuk pemuda Park. Sepasang netra di sana berkilat kagum tanpa sadar. 

Jimin tampak pasrah saja dan memilih tidak protes. Kedua tangan bertumpu di belakang, tubuhnya agak condong sebab kini Yoongi berada pangkuannya. Ia menunggu dalam diam seraya selalu memperhatikan keadaan sekitar. 

"Aku mau tato seperti ini juga," celetuk Yoongi. 

Jimin menaikkan sebelah alisnya mendengar hal tersebut. Sambil menyelipkan anak rambut ke belakang telinga Yoongi, ia membalas, "Iya, kau bisa mendapatkannya." 

Rupanya jawaban dari Jimin sangat mengejutkan. Yoongi terbelalak. "Sungguh?" 

"Tentu saja. Tapi, setelah kau melahirkan. Tidak mungkin kau menginginkannya sekarang, bukan?" Si Park tersenyum. Sebelah tangannya mengelus perut yang mengandung jabang bayi. 

Salah satu bentuk seni visual di mana melukis kulit dengan memasukkan tinta ke lapisan kulit menggunakan jarum itu digandrungi banyak kalangan. Terdengar menyakitkan, tetapi memang seperti itu prosesnya. Kendati demikian, Yoongi merasa sangat tertarik. Ia menginginkannya barang satu saja di bagian tubuhnya. "Iya, iya! Berarti tahun depan bisa ya, Jimin?" 

"Bisa, Sayang." 

"Aku mau persis sepertimu," ucap Yoongi seraya menarik ke atas bajunya sendiri, memperlihatkan perutnya membesar, dan menunjuk bagian bawah rusuk sebelah kanan. "Di sini, boleh, 'kan?" 

Tidak. 

Nyaris dikuapkan dari ujung lidah, tertahan, dan berakhir ditelan kembali. Jimin mengulum senyum, menimang-nimang keputusan yang sungguh berat karena sejujurnya ia tidak suka. Yoongi bebas memiliki tato dengan gambar atau tulisan sebagaimana kemauannya. Namun, letak tato itu sendiri atau bagian yang ditunjuk Yoongi sekarang membuat Jimin kesulitan membayangkan saat seseorang sengaja menyentuh area sana yang terkesan privasi. 

"Kenapa tidak di lengan atau kaki? Kupikir itu lebih bagus." Jimin melemparkan alasan. Tangannya menurunkan sekaligus membenahi lagi pakaian Yoongi agar tidak memperlihatkan banyak kulit. 

My (lil) Family [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang