55. Lipas Tukang Intip.

1K 121 13
                                    

Dinding kamar mandi terasa sangat dingin begitu menyentuh kulit. Itu respons normal terhadap turunnya suhu lingkungan. Saat merasakan dingin, otak akan menanggapi dengan berusaha menyeimbangkan suhu tubuh baik secara kimia di dalam tubuh ataupun secara fisik dengan mencari tempat yang lebih hangat. Jimin, pria yang sudah menghabiskan waktu nyaris empat puluh menit di sana seharusnya bisa segera beranjak untuk berpakaian. Minimal menyambar handuk guna menutupi dirinya yang tengah telanjang.

Dibandingkan itu, kenyataannya ia lebih memilih menjadi seonggok daging beku yang menempel cukup lama di sudut kamar mandi persis kerak busa sabun. Jantungnya berdetak kencang. Tanpa sadar bulir keringat bercampur dengan tetesan air dari helaian rambut sehabis ia keramas. Dengan sisa-sisa keberanian serta paksaan dari batin, Jimin kembali buka suara, "Yoongi! Cepat kemari!"

Kacau.

Minggu pagi seharusnya tidak seperti ini. Khayalan tentang bermesraan di rumah selama 24 jam bersama sang terkasih, justru lenyap tatkala kegiatan mandinya didatangi pengganggu.

Pada hitungan menit ketiga barulah pintu terbuka, menampilkan raut panik seseorang yang berbadan dua. Kayu jati seolah tak ada harga diri. Seluruh tenaga sukses dikeluarkan—padahal tidak dikunci dan hanya perlu dorongan pelan—yang dalam satu hentakkan berhasil membuat kenop pintu membentur tembok cukup keras.

"Ada apa?" Yoongi kebingungan bercampur khawatir. Mulai menjelajahi seisi ruangan dan tidak menemukan kejanggalan, kecuali seorang pria yang berdiri kaku di samping bak mandi berselimut teror pada kedua manik.

Sepersekon yang singkat, Jimin merasa malaikat baru saja menghampirinya ke tempat kumuh, memancarkan pelita nan suci, tak lupa menyungging senyum lalu juluran tangan yang mengangkatnya untuk bangkit. Ia sudah diselamatkan. Nyawanya akan baik-baik saja. "Tolong ... aku," ucapnya bernada lemah. Sepasang netra itu berkaca-kaca saat mendapat bantuan tak terduga.

"Apa, sih? Kau ini sedang apa?" Namun, Yoongi lebih dulu tersulut. Berkacak pinggang sembari bersiap-siap menyembur omelan, "Kubilang jangan mandi terlalu lama. Sekarang sudah masuk musim dingin. Mau hidungmu tersumbat dan kepalamu pusing lagi?"

"Sayang," Jimin merengek. "Tolong aku dulu."

"Kenapa?"

"Lihat itu."

"Apa?"

"Itu!"

Yoongi mengikuti arah telunjuk Jimin. Kloset menghalangi pandangannya sehingga ia perlu melangkah lebih ke dalam dan membuat suaminya menahan napas. Seekor serangga hinggap di selang jet washer; bentuk tubuh oval, berwarna cokelat gelap, memiliki sayap, antena panjang, dan tiga pasang kaki. Saat mendapati apa yang dimaksud, ia bertanya setengah tak percaya, "Ini?"

"Iya!" Jimin berseru heboh. "Kenapa bisa makhluk bau seperti itu ada di rumah kita? Ya Tuhan, bumi memang tidak aman untuk kita berdua." Alih-alih dibalas kesimpatikan, ia malah menangkap ekspresi kurang bersahabat yang Yoongi pancarkan.  

"Kau bisa mengatakannya kalau di sini ada hujan meteor. Itu hanya kecoak, Jimin." 

"Justru karena itu kecoak, Yoongi." 

Akan terasa sia-sia jika beradu mulut dalam persoalan tidak penting. Membuang-buang waktu saja apalagi serial kesukaannya di layar TV sedang tayang dan ia sudah melewatinya sekian menit. Maka, ketika Jimin kembali berteriak panik melihat serangga tertua di dunia tersebut merayap naik di tembok, ia langsung melakukan sesuatu yang tak kalah mengejutkan. 

Jimin membeku beberapa detik. Matanya merekam secara jelas bagaimana Yoongi dengan cekatan melepas salah satu sandal rumah yang dikenakan dan menjadikannya senjata untuk membuat gepeng binatang itu. Kejadiannya sangat cepat. Ia bahkan tidak sempat berkedip. Si kecoak mati. Pipih di dinding kamar mandi setelah dihajar Yoongi oleh alas kaki. 

Dalam bayangan Jimin, dunia mendadak berhenti sejenak. Ia terkesima. Tampak jelas mengagumi apa yang sudah dilakukan si Min muda. Lantas membatin, jatuh cinta berkali-kali kepada orang yang sama itu benar adanya. 

Di tengah-tengah terpesonanya dengan aksi sang suami, Jimin mengerjap saat handuk menutupi wajahnya. Si pelaku lebih dulu keluar sehabis melepas dan meletakkan kedua sandal di sisi keranjang pakaian kotor. Ia berujar mengingatkan, "Cepat pakai baju. Setelah itu turun ke ruang tengah, temani aku menonton."

Tak ingin kehilangan momen, Jimin tergesa melilitkan handuk di panggul lalu menyusul Yoongi sebelum pemuda tersebut meraih pintu kamar mereka. "Kukira aku akan mati kedinginan tanpa pertolongan. Memang ya, kuasa Tuhan tidak ada tahu."

Yoongi mengernyit. Namun, tetap membiarkan Jimin menjawil pipinya sambil mengerling centil. "Berapa lama kau berdiri di sana?" tanyanya.

"Nyaris setengah jam."

Bohong. Yoongi tahu. Dari teriakan Jimin yang pertama terdengar sampai ia menghampiri pria itu pasti kurang dari lima menit. "Ya, bisa kutebak dari kelaminmu yang mengkerut," sahut Yoongi meladeni.

Jimin terbahak. Ada rona malu di wajahnya. "Dia memang menciut kalau terkena dingin. Coba kau hangatkan." Merendahkan kepala sesaat, ia sengaja membuat hidung mereka bersentuhan sampai embusan napas saling menerpa. "Kuyakin kau pasti menyukainya."

Tubuh Yoongi terhimpit antara Jimin dan bingkai pintu. Ia pun bisa merasakan jari-jemari yang berusaha menyusup ke balik kausnya. Meski demikian, ia masih membalas setenang jelaga, "Mau kuantar ke dapur? Sepertinya kau butuh microwave."

Kali ini, Jimin yang menciut.

Yoongi hendak melangkah keluar, lagi-lagi lengannya ditahan. Sedikit rasa tak tega saat berniat meninggalkan Jimin yang masih kikuk bercampur ragu.

"Kecoak itu masih di kamar mandi," Jimin mencicit. Bibirnya melengkung ke bawah. Persetan dengan dirinya sebagai dominan. Rasa takut itu hal yang wajar bagi semua manusia di muka bumi.

"Iya, nanti kuminta salah satu pekerja untuk membersihkannya," jawab Yoongi seraya menepuk punggung Jimin. Tak lupa ia mengarahkan pria tersebut ke lemari agar segera berpakaian.

"Yoon ... "

"Ada apa lagi?" Yoongi mulai kehilangan kesabaran. Ia sudah tertinggal beberapa menit serial favoritnya. Menyadari sepasang tangan yang melingkari pinggang, ia yakin takkan mudah dilepas.

"Boleh aku dapat pelukan selama lima jam?"

"Lama sekali."

"Jangan protes," Jimin mencebik, melepas pelukan dan membenarkan handuk di pinggul yang hampir merosot.

Yoongi melirik tipis, melipat tangan di depan dada. "Kalau tidak mau bagaimana?"

"Ayolah. Aku masih syok karena kejadian tadi."

"Tidak mau, ah."

"Aaaa ... Sayang."

My (lil) Family [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang