30. Pa-Mi.

1.9K 232 28
                                    

"Jimin—"

"Tidak, Yoon."

"Kan, 'kan ... aku bahkan belum selesai bicara." Tertohok. Yoongi menggigit apel di genggamannya dan mengunyah keras-keras. Ia melayangkan picingan seolah membalas Jimin yang mengibarkan bendera perang di meja makan. Ayolah, ini masih pagi.

"Wajahmu terlihat tidak menyakinkan."

"Ih, wajahku memang begini."

Jimin enggan menanggapi. Ia meletakkan sendoknya sejenak beralih pada ponsel untuk mengetik sebaris kalimat. Kemudian memandang Yoongi sambil melemparkan senyum. "Sebentar lagi aku berangkat, rapat dimajukan lebih awal." Melirik pada piring yang makanannya belum tersentuh sedikit pun, Jimin menjawil iseng pipi Yoongi. "Habiskan sarapanmu."

"Aku ingin merencanakan adopsi."

Berhasil menjadikan sang suami melongo. Jimin mendadak beku dalam hitungan detik. Tidak ada kebohongan di ekspresi yang Yoongi pancarkan, pemuda itu bersungguh-sungguh. "A-adopsi?" Ia menegakkan punggung, menghadap serius persensi di seberang. "Sayang, sabar dulu. Bayi di perutmu saja belum lahir. Kenapa harus adopsi?"

"Bukan bayi, tapi hewan. Binatang, salah satu makhluk hidup selain manusia dan tumbuhan, atau apa pun penyebutannya."

Penjelasan itu membuat ketegangan luruh di wajah Jimin. Pemuda tersebut mendengkus singkat. Dipikirnya artian untuk seorang bayi. "Maksudmu untuk peliharaan?"

"Ya!" jawab Yoongi penuh semangat.

"Jawabanku masih sama. Tidak."

"Kenapa?!" Yoongi menjatuhkan kedua bahunya. Tatapannya berkata seakan-akan baru saja tersakiti.

"Aku tidak suka ada hewan berkeliaran di rumah." Jimin menggeleng pelan lalu melanjutkan, "Apalagi kalau berbulu, sering buang air besar atau kencing sembarangan, merusak perabotan, dan jorok karena mandi hanya beberapa kali dalam sebulan."

"Tenang saja. Aku bisa mendidiknya menjadi anak baik."

"Kau bahkan tidak berbakat dalam merawat hewan. Terlebih hal itu tidak semudah yang dibayangkan dan kau tidak ada pengalaman sama sekali, Yoon. Mereka makhluk hidup, mereka memiliki nyawa. Kecuali kau sengaja ingin mencabut ajalnya secara perlahan."

Terdengar cukup kejam. Kendati demikian, Jimin berharap Yoongi akan melupakan keinginan mempunyai hewan peliharaan atau semacamnya. Anggap saja antisipasi agar tidak terjadi bencana.

Alih-alih kembali menyahut, Yoongi berdecak sebal. Kesulitan mencari balasan karena ucapan suaminya ... benar. Ia meraih sendok dan menyuap sarapannya banyak-banyak.

"Aku akan pulang sedikit terlambat," ujar Jimin sembari bangkit dari kursi. Ia membenahkan pakaian setelah menghabiskan air di gelasnya.

"Tifak usah pufang sekalaan ... "

*Tidak usah pulang sekalian.

Meskipun dilecut kesal, Yoongi tetap membiarkan pipinya yang mengembung dikecupi serampangan oleh Jimin. Pemuda itu mengusap puncak kepala dan perutnya sebelum benar-benar pergi dari sana. Beberapa menit terlewat, Yoongi sontak siaga. Beranjak menuju jendela sekadar mengintip. Kurva di wajahnya langsung mengembang tatkala Jimin sudah tidak terlihat lagi.

Lantas menjadikannya memacu langkah ke arah halaman belakang, meninggalkan sepiring sarapan yang melambai-lambai minta dihabiskan. Tingkahnya yang kurang berhati-hati membuat seseorang ikut tergopoh-gopoh mengikuti dari belakang. Ada yang lebih penting. Sekalipun hanya untuk menghampiri ember bekas setinggi betis yang berada di sisi kolam renang. Bukan, bukan benda itu yang menarik perhatian, melainkan isi di dalamnya.

My (lil) Family [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang