33. Teman Lama.

1.5K 202 25
                                    

Masih jelas dalam ingatan, jika Yoongi belum saatnya melahirkan. Pemuda itu masih bergelung di tengah perut besar yang sesekali menendang seolah mengajak berinteraksi. Maka presensi bocah yang tersenyum kelewat lebar memamerkan seluruh gigi-gigi kecil, menjadikan Jimin mematung lama.

"Halo."

Sapaan mengalun jenaka, kedua pipinya nyaris tumpah ruah, dari fisik terlihat jelas seorang anak yang duduk di karpet ruang tengah memang sehat luar biasa.

Jimin memicing, mendadak curiga. "Yoongi! Ini anak siapa?!"

Yoongi malah santai menanggapi. Membawa potongan buah di mangkuk dan dua cokelat kemasan, ia melangkah menjauhi dapur dan memandang Jimin sekilas. "Wah, iya? Anak siapa ya? Bagaimana kalau kita adopsi saja?"

"Jangan bercanda, aku serius." Jimin serta-merta mengoper alih benda yang tengah di pegang Yoongi—agar mempemudahnya saat perlahan mendaratkan bokong. "Tapi, wajahnya tidak asing. Seperti ... "

"Siapa?"

"Oh, Taehyung?"

"Iya."

Stagnan sekian detik. Jimin melongo. Hatinya mendadak tersayat perih. Menatap Yoongi tidak percaya, ia berucap lesu, "Kau punya anak dengan Taehyung? Sahabatku sendiri?"

Sebutir anggur langsung dilemparkan Yoongi dan tepat mengenai kening Jimin. "Apa-apaan? Bicaramu tidak jelas. Sehabis pulang bekerja itu segera bersihkan diri lalu minum air putih. Setidaknya agar akal pikiranmu masih berjalan pada tempatnya," sengit Yoongi. Kesal sekali. Mengunyah empat bulatan anggur sekaligus sebelum menyuapkan setengahnya kepada anak lelaki yang terlihat kebingungan.

Sadar akan kekonyolannya, Jimin menepuk jidat. Ia menempatkan diri di samping Yoongi dan menggigit pelan pipinya yang mengembung sebelum beralih memeluk bocah berusia tiga tahun hingga berguling-guling diiringi rengekan. "Ya Tuhan, bisa-bisanya aku lupa. Ini Taeguk yang pernah menangis bersamamu ya?"

Yoongi melirik tipis dari sudut mata. Bibirnya mencebik kemudian mengalihkan pandangan ke arah TV yang menyala. "Tidak, tuh,"

"Orang tuamu mana, hm?" Kali ini Jimin mengajukan tanya. Taeguk yang mendengar tampak berpikir lama dan sesekali menggeliat dalam pelukannya.

"Pergi," sahut Taeguk. Ia mencubit-cubit kancing kemeja Jimin. Mulutnya mengerucut bergumam seadanya, "Hng, aku tinggal di sini."

"Oke, bagus. Tinggal di sini lama-lama nanti kita tidur siang bersama."

Ajakan Jimin dibalas gelengan. Tolakan mentah-mentah. "Tidak, ah. Mau Mum." Taeguk berusaha menunjuk Yoongi meski kesulitan akan posisinya dalam dekapan.

"Itu Mum-ku."

"Tapi aku ... mau juga."

"Sekarang aku tahu sifat menyebalkanmu dari siapa," ujar Jimin menyelidik. "Sini kau."

Tawa menggelegar ke penjuru ruangan. Jimin asyik menggelitik pinggang anak sulung sahabatnya yang mati-matian berontak dan nyaris memukul wajahnya. Sore kala itu menyentuh hangat sepenuhnya. Sarat akan gembira yang menyelimuti.

Tentu saja hal itu tidak lekang dari sepasang netra Yoongi. Pemuda itu memperhatikan dalam diam. Tanpa bisa menahan senyum, perlahan ia mendekat. Sekadar menaruh jemari tangan kanannya di helaian rambut Jimin. Mengusap kentara lembut dan membuat empunya menoleh.

"Jadi kita adopsi, Jimin?"

Sontak yang ditanya mendengkus. Jimin melepas pelukan dan membiarkan Taeguk beralih kepada Yoongi. Ia beranjak duduk sambil bersidekap. "Lihat, siapa yang ucapannya tidak jelas sekarang?"

Terkikik geli, Yoongi menyungkil batang cokelat yang sudah dibuka bungkusnya lalu menyuapi Taeguk. "Siang tadi Jungkook dan Taehyung datang. Sehabis menyelesaikan urusan kerja dekat sini, katanya. Dan Taeguk malah betah. Mungkin nanti malam baru akan dijemput."

Tidak mendengarkan seluruhnya, Jimin salah fokus saat Taeguk terang-terangan bersandar di sisi Yoongi. Bocah cilik itu sibuk mengunyah sambil membuat pola acak di perut Yoongi dengan telunjuknya. Lantas ia beringsut mendekat. Tidak mau kalah.

Sejujurnya dalam posisi dihimpit kanan dan kiri sekaligus cukup membuat Yoongi tidak bergerak. Padahal masih banyak tempat kosong, tetapi tubuhnya tetap dijadikan seolah bantal.

"Mum, susu, boleh?"

Mendapat binar polos yang menatapnya, Yoongi refleks mendorong-dorong Jimin. "Boleh, boleh. Jimin, ambilkan segelas susu di meja dekat lemari pendingin. Aku sudah buatkan untuk Taeguk tadi."

Pemuda yang merebahkan kepalanya di paha Yoongi, mau tidak mau bangkit dari tempatnya. Begitu kembali ia langsung menyerahkan kepada yang menerima dengan senang hati. Dalam tegukan saliva di kerongkongan, Jimin bereaksi lebih.

"Yoon?"

"Apa? Jangan menghalangi, aku sedang menonton—"

"Susu, boleh?"

Yoongi memusatkan perhatian sepenuhnya ke arah suaminya. Kedua alisnya bertaut. "Ha?"

"Ini," sahut Jimin sambil menunjuk dada Yoongi bergantian. "Susu."

My (lil) Family [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang