3. Hormon Hamil.

3.9K 390 27
                                    

"Jimin! Bayinya mau keluar!"

"Gawat!" 

Teriakan kencang terdengar dari kamar mandi yang tidak sepenuhnya kedap suara. Jimin mengernyit, telinganya menangkap sesuatu yang tidak asing. Mematikan keran untuk memasang telinga lebih awas.

"Jimin brengsek tolong aku!"

Tidak menunggu lagi untuk memastikan siapa yang baru saja berteriak di pagi hari. Jimin gesit membuka pintu kamar mandi, melangkah cepat mendekati sosok yang tergolek di atas kasur. Terlentang memegangi perut tidak berdaya. Kedua tungkai terbuka lebar, wajahnya merengut dalam. Jimin panik luar biasa.

"Kenapa, kenapa sayang? Mana yang sakit? Mana?"

Yoongi melotot mendapati Jimin sudah berdiri di samping kasur. "Ih, pakai bajumu, Jimin." Pertanyaannya tidak dijawab. Yoongi malah menutup mata dengan jari-jari tangan yang tidak rapat, ada cela. Percuma. Ia bahkan sedang menelisik suaminya yang telanjang bulat dengan busa yang menempel di rambut dan sebagian kulit badan. 

"Aku sedang mandi. Kenapa berteriak? Mana yang sakit? Kakimu keram lagi?" Jimin tidak peduli bagaimana dirinya saat ini karena yang terpenting Yoongi. Lagipula di rumahnya ia hanya tinggal berdua. Tidak masalah kalau mau telanjang kesana kemari dan tertawa.

Kembali memegangi perutnya, Yoongi mengadu lagi. Melupakan bagaimana kondisi Jimin saat ini. "Perutku sakit. Bayinya mau keluar." 

Butuh beberapa detik agar Jimin mengerjap dari mencerna perkataan Yoongi. Meski tidak mengalami tapi setidaknya Jimin ikut menghafal apapun hal yang berkaitan tentang kehamilan dan satu ini cukup janggal.

"Jimin, anakmu akan keluar. Aku akan melahirkan sebentar lagi. Kenapa diam saja?!" 

Yoongi meninggikan kalimat akhir. Emosinya tersulit melihat Jimin hanya menatapnya bingung. Tidak bertindaki apapun. Apa Jimin sudah tidak peduli lagi keberlangsungan hidupnya dan anaknya sendiri? Dalam hati Yoongi membatin, 

Aku mau ganti suami saja. Jimin bodoh dan jelek.

Pria satu-satunya yang tengah telanjang di sana mengusap wajah sesaat sebab busa agak membuat matanya perih. Lalu ia menyadari sosok di atas kasur memicing padanya. 

"Park Yoongi, sayang. Kandunganmu baru berjalan enam bulan. Bagaimana bisa kau akan melahirkan sekarang?" 

Perkataan Jimin mampu membuat Yoongi melongo lama. Benar juga. Tapi perutnya sakit. Bukankah orang melahirkan perutnya akan sakit juga? Lagipula yang sedang hamilkan dirinya bukan suaminya. 

"Sok tau. Yang hamil di sini aku, Jimin. Kau tidak tau rasanya." Mencebik tidak terima. Yoongi bertahan pada pendirian.

"Apa kau baru saja mengalami pendarahan?" 

"Tidak."

"Apa kepalamu ikut sakit dan pandanganmu agak terganggu?" 

"Tidak juga." 

"Lalu sekarang apa sakitnya masih terasa?"

Yoongi terdiam lama. Menatap perutnya yang membesar sebelum menoleh pada Jimin. "Sudah agak berkurang."

Jimin menghela nafas dalam. "Oke. Sebentar ya sayang. Aku mau bilas, mataku perih." 

Jimin berlalu begitu saja. Masuk ke kamar mandi dan meninggalkan Yoongi terkesiap penuh rasa kecewa. Suaminya baru saja mengabaikannya yang tengah bersiap-siap melahirkan. 

Benar. Aku harus ganti suami.

Lengkungan bibirnya turun. Kedua mata sudah siap mengumpulkan bendungan air. Tapi Jimin kembali terlihat, berjalan mendekatinya dan duduk di samping. Tenang saja. Pria itu sudah memakai bathrobe

My (lil) Family [MINYOON]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang