Niara merenung sendiri dengan pikirannya yang kosong, menyandarkan tubuhnya pada kursi dihadapan kemudi mobil. Entah sudah berapa lama dia berdiam diri seperti itu, yang pasti sejak memasuki mobil dan kedua kakinya yang membawa dirinya pergi dari klinik praktek milik Senna. Menggembuskan napas, kedua tangannya mengusap kening hingga ke belakang membuat belahan rambutnya ikut tersisir oleh seluruh jemari tangannya. kedua tangannya berhenti tepat di leher, melinkupi seluruh rambutnya yang tertahan didalam telapak tangannya. sementara wanita itu menunduk menempelkan keningnya pada kemudi mobil. Matanya terpejam untuk mencari kenyamanan dari kesunyian sendirinya saat ini. hal yang biasa dia lakukan setelah berkonsultasi. Suatu perasaan yang sangat tidak nyaman namun perlahan ketika dia berdiam diri, dia kan melepaskannya begitu saja tergantikan kelegaan untuk bernapas bebas. Setelahnya dia akan mencoba melupakan apa yang dia lewati beberapa saat yang lalu, mengisinya dengn hal yang baru. Suatu Hal yang mungkin mampu mengganti yang telah hilang dan rapuh, hal yang mampu mengisi yang kosong menjadi nyata dan ada, hal yang mampu mengusir sesuatu yang gelap menjadi terang dan menggeser sesuatu yang berat menjadi ringan untuk dirinya rasakan.
Suara getaran yang sesaat tiba dari dalam tas kulit miliknya. Cepat Niara bergerak, Membuka tas yang tergelatk di kursi sebelah tempat duduknya kini. hingga menemukan benda pipih itu telah hidup dengan sendirinya karena ada pesan masuk disana menampilkan sebuah nama yang membuat Niara melebarkan mata untuk tahu apa kiranya isi pesan yang dikirim ayah dari anak itu.
Membaca pesan yang dikirim Alwyn membuat Niara dirundungi cemas dan khawatir, segera dia mencari nomor yang akan membuatnya tersambung untuk mengetahui keadaan anak itu saat ini. wanita itu menahan napas selagi menunggu panggilan telepon.
" Hallo " suara Lio terdengar dari ponselnya, membuat wanita itu menghembuskan napas lega.
" Lio ! " panggilnya seakan memanggil anak itu untuk lebih jelas lagi ditelinganya, memastikan bahwa suara yangd idengarnya barusan memang suara putranya.
" Mama dimana ? "
" Mama dijalan mau pulang "
" Pulang ? ke kantor Papa ? "
Niara tidak menjawab dia juga bingung, kecemasannya dengan keadaan anak itu saat ini membuatnya tidak dapat berikir tenang. apalagi mendengar bahwaa Lio juga membenarkan keberadaan anak itu saat ini semakin membuatnya khawatir.
" Lio sama siapa disana ? "
" Sendirian, Papa pergi ! " suara anak itu terdengar mendesah lelah.
Dada Niara berpacu naik turun, wanita itu mengigit bibirnya.
" Sendirian ? ! Lio sudah makan ? "
" Sudah tapi Lio masih lapar, Mama kesini ya jemput Lio "
Semakin cemaslah Niara, dengan gemuruh di dadanya yang khawatir. Berbagai pikiran yang membuat hatinya sedih menyelimuti dirinya. terakhir dia meninggalakn Lio bersama Alwyn di apartemen pria itu, saat itu Lio hanya mengkonsumi makanan ringan. Dan Niara tidak ingin itu terjadi lagi. Memikirkan apartemen Alwyn membuatnya mengingat---Niara cepat menggeleng menelan ludah. Memikirkann bagaimana keadaan putranya kini itu lebih penting. Belum makan padahal hari sudah sangat siang dan anak itu sendirian di tempat yang asing. Pasti Lio sangat tertekan sekali pikirnya. Tapi dia tidak bisa menyalahkan Alwyn, ini terjadi karena dirinya yang memutuskan untuk berkonsultasi diwaku yang berbeda dari jadwal yang sudah disepakati sebelumnya. Hasilnya waktu dia bertemu Senna bertabrakkan dengan waktu sibuk pria itu dikantor. Dan barusan Alwyn memberitahu dirinya bahwa Lio saat ini sendirian di ruang kerja pria itu sedangkan pria itu sendiri tidak bisa menemani karena ada jadwal pertemuan penting yang tidak bisa dihindari.
****************
Ruangan itu sangat ramai, suara muncul dari mana-mana. Dari wartawan yang bertanya, dari security yang sigap menjaga dan dari banyaknya kamera yang tiada hentinya membidik menunjukkan kilauan cahaya.
Wajahnya yang tampan dengan tubuh gagah dan menjulang menjadi pusat perhatian di pertemuan itu. Namun memberikan tatapan dingin tanpa senyuman di wajahnya yang datar. Pria itu adalah Alwyn, sosok yang paling muda diantara barisan pria paruh baya yang berwajah berwibawa penuh dengan jabatan penting dan pakaian khas aristokrat mewah penuh kuasa. Kini Alwyn berdiri dibelakang Kemal yang sedang menyambut hangat dan mengobrol penuh basa basi dengan rombongan pejabat negeri dihadapan banyak awak media, membicarakan hal remeh temeh yang bisa diliput dan diedarkan sebagai berita. Sesekali wajahnya yang dingin mengkerut menyembunyikan rasa penasaran dari getaran ponselnya didalam saku jas yang dia kenakan.
Pria itu menelan ludah, sudah tidak tahan lagi untuk meraih ponselnya untuk sekedar mendengar suara wanita yang sudah lebih dari tiga kali membuat ponselnya bergetar. melirik Kemal sejenak, yang sama sekali tidak mendapat balasan dari ayahnya itu. akhirnya Alwyn beringsut mundur, meminta rekan-rekan atau karyawan ayahnya untuk memberikan jalan. Karena saat ini pria itu ingin sekali menjauh dan meraih ponselnya dan ingin mengetahui apa yang terjadi sehingga wanita itu menelponnya sebanyak itu.
Alwyn membiarkan saja setiap mata dari orang-orang yang menatapnya penuh tanda tanya, seakan ingin tahu penyebab dirinya menjauh dari pertemuan itu. saat ini pria itu sudah sedikit jauh hanya ada beberapa karyawan kantor yang meliriknya. Kini Alwyn mendekat tubuhnya ke arah dinding granit disamping Lift yan tertutup. tempat itu tidak sepi namun tidak seberisik saat didepan lobi kantor.
Dadanya bergetar karena debaran cemas, saat mengetahui Niara lebih dari tiga kali gagal menghubunginya. Pria itu menahan napas, kemudian balik menghubungi ibu dari anaknya itu. rasanya semakin was-was saat panggilan tak kunjung tersambung.
" Alwyn ! "
" Niara ! Kamu kenapa ? " tanya pria itu cepat dan tidak sabaran.
" Aku mau jemput Lio, kamu antar aja dia ke mobil ! "
" HAH ? Kenapa ? Liokan aman. Ada Vina juga buat jagain dia ! " ucap Alwyn beruntun, menjelaskan bahwa Niara tidak seharusnya mengkhawatirkan keadan Lio dan meragukan dirinya untuk menjaga anak itu. walaupun dia sangat sibuk tapi dia bersunguh-sungguh memperhatikan putranya dalam keadaan apapun. pria itu menelan ludah, emosinya sedikit tersulut pikirannya bercabang dan terbagi pada hal-hal lain. Pertemuan, Lio dan tuduhan wanita yang berbicara padanya saat ini.
" Tapi aku khawatir, aku barusan telpon dia tadi. dia bilang sendirian ! nggak papa biar aku saja yang jemput suruh aja Vina atau siapa antar di ke mobil. Kalau kamu sibuk banget "
Belum sempat dia menjawab sambungan itu sudah dimatikan, Alwyn berdecak kesal. Dia sangat tersinggung dengan perkataan Niara barusan. Pria itu juga kecewa karena Niara sama sekali tidak percaya pada dirinya.
Menahan napas untuk bersabar bersamaan seluruh amarahnya lalu menghembuskannya ke udara. Setelah dirinya merasa lebih baik dan merasa tenang kemudian pria itu menekan tombol lift, menunggu sejenak. Saat pintu terbuka dengan berat dia melagkah masuk kedalam.
..........................
Komen dan Vote ya Gaesss
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE HURTS : Love In Regret From Alwyn
ChickLitPermadani Niara Rahayu Niara tidak akan melakukan kesalahan yang sama untuk tetap mempertahankan rumah tangganya yang sudah hancur sejak di malam pertama dirinya sebagai pengantin, suaminya mengungkapkan fakta yang menyakitkan, yaitu memiliki kekas...