Ada banyak pasang mata melihat interaksi ayah dan anak yang sedang makan siang di taman itu, hal itu membuat orang-orang pensaran karena baru pertama kali terjadi. atasannya yang dingin dengan pribadi yang tertutup tiba-tiba saja memperlihatkan kesan hangat kepada putra kecilnya.Taman buatan itu terletak di lantai tiga gedung ini, di luar ruangan yang dipisahkan dinding kaca dari arah dalam ruangan kantor. Alwyn sendiri jarang kesana. Kalau bukan karena ada acara penting, dan taman ini sering menjadi destinasi jika ada pertemuan besar dengan orang-orang penting. ada banyak tanaman bunga warna-warni tumbuh rimbun dalam pot-pot besar yang disusun sedemikan rupa, di masing-masing sisi terdapat pohon palm dan pohon kamboja berwana kuning. dan dindingnya di tutupi tanaman menjalar berdaun kecil-kecil yang lebat. Alwyn dan Lio duduk di sebuah gundukan semen berpahat yang dibentuk sebuah bangku, dihadapannya ada sebuah meja dari semen yang sama.
Keduanya duduk di tempat paling teduh disana, karena cahaya matahari terhalang dinding rimbun di belakang mereka. Langit cerah membentang menghiasi siang ini, tiada tempat bagi awan hitam dan kemendungan disana.
Alwyn mengumpat dalam hati ketika tangannya terkena minyak dari gulai yang dibawa Niara, ketika membuka tutup bekal, merasa geli cepat dia mengelapnya dengan tisu yang dibawanya dari ruang kerja. Inilah yang terjadi jika bukan ibunya atau Niara yang menyiapkan dirinya makan. Selain itu dia sering makan di luar dengan sajian yang sudah terhidang di atas meja. Dan sekarang untuk pertama kalinya dia menyiapkan makan untuk dirinya sendiri, membuka empat kotak stainles kecil-kecil itu adalah tantangan baru baginya. Dia sangat takut jika makanan itu mengenai setelan kerja.
" Kenapa Mama nangis ketemu Om Harry ? " tanya Lio memecah keheningan. anak itu diam sedari tadi kini menatap ke arah langit. Angin sejuk menyapu sekitar membuat rambutnya yang bergelombang mengikuti semilirnya. dia sangat suka. Lio masih menyandang tasnya hingga hampir mendudukinya saat ini, dan tidak berencana untuk melepaskannya. Jika ada ibunya mungkin hal itu tidak akan terjadi.
" Karena mereka sudah lama tidak bertemu, Mamamu sangat merindukan kakaknya ! " jelas Alwyn. Mengaduk makan siangnya dalam satu tempat dengan hati-hati.
" Papa kenapa nggak punya kakak ? " tanya Lio.
" Punya adik, tapi meninggal ! " jawab Alwyn terus terang, Lio sudah mengerti akan ucapannya. dia tidak menganggap hal ini dramatis. Suasana terbuka dengan keadan dirinya sedang makan.
" Meninggal ?---Oh ! " Lio menatap ayahnya yang sedang makan dengan tatapan polos. dia kasihan dengan ayahnya itu. Tapi ayahnya sama sekali tidak bersedih, terlihat ayahnya makan sangat lahap.
" Bagaiman rasanya punya kakak ? " tanya Lio kemudian. Dia berpikir ketika ayah dan ibunya pergi kemarin dan dirinya ditinggal sendirian bersama kakek dan neneknya. Dia terpikir tentang bagaimana jika dia punya teman di rumah. Jika dia membentuk kawanan yang sama dengan dirinya. seperti membentuk kawanan singa yang bisa dia ajak pergi bermain dan berburu.
Alwyn harus berhenti mengunyah dan menelan semua makanannya untuk menjawab pertanyaan Lio, dia sama sekali tidak bisa berbicara dengan makanan di mulut dan memang tidak terbiasa.
" Nggak tahu ! Lio nggak bisa punya kakak, Lio---" Alwyn tidak melanjutkan kata-katanya, pria itu menghela napas pelan, meluruhkan pundaknnya. Kemudian memilih menyuap lagi.
" Apa ? " tanya Lio lagi dia menatap ayahnya, dan Alwn risih di tatap oleh Lio yang menuntut.
Alwyn meletakkan mangkuk bekal ke atas meja dengan hati-hati, agar sendoknya tidak terjatuh. menutupnya dengan selemar tisu. Pria itu meraih botol membukanya dan menandaskannya hingga airnya tersisa setengah. meraih tisu mengelap bibirnya. sampai dia berhenti dengan aktivitasnya Lio masih tetap menunggu kata-kata yang akan dia ucapkan.
" Lio nggak bisa punya kakak, Lio bisanya punya adik ! cause you're brother ! " jelas Alwyn serius menatap putranya lekat.
" Brother ?! " Lio mengerti kata-kata ayahnya.
" Kalau kamu jadi kakak, kamu akan menjaga dan menjadi jadi contoh yang baik buat adik kamu ! "
" Like a leader ? Woaw itu kan Simba. pasti keren " kata Lio dengan mata berbinar. dia merasa definisi 'kakak' yang dikatakan ayahnya seperti seorang pemimpin di dalam film-fim hero yang sering dia tonton, Pemimpin kawanan. Seperti Simba. bukankah itu keren pikirnya.
Menarik napas panjang, Alwyn menghembuskannya pelan. Jangan bilang kalau Lio mau punya adik. Kemana dia akan mencarinya. Tentu saja dia tidak akan berpikir dua kali jika hal itu disetujui oleh Niara, bagaimana dia bisa menolak kalau itu memang keinginannya. Teruslah berharap sampai menjadi gila. Alwyn menelan ludah.
Alwyn mentapa lekat wajah putranya yang polos dan menggemaskan. Andai Lio tahu tujuan kedatangan paman anak itu. Dengan lembut dia meraih tangan mungil putranya, meletakkanya dalam telapak tanganya yang besar.
" Lio ! kita tidak harus menjadi pemimpin untuk menjadi keren. menjadi yang biasa-biasa saja sudah cukup asal kamu menjadi diri kamu sendiri, dengan begitu kamu bisa menaklukkan segalanya. Kamu bisa menjadi pemimpin yang sebenarnya. " jelas Alwyn. Lio terlihat sekali tidak mengerti akan kata-katanya.
" Kamu ingat Dinosaurus berkaki pendek, dia hidup sendiri ditinggal ayah dan ibunya. dia kelaparan dan tersesat di hutan, tapi begitu dia menemukan jati dirinya. dia langsung bangkit dan memiliki kekuatan. dia bahkan memimpin teman-temannya menuju lembah hijau. Kenapa Lio nggak seperti itu saja. itu jauh lebih keren ! " jelas Alwyn.
Lio menatap ayahnya dengan kagum, itulah kenapa dia merasa ayahnya sangat menyenangkan. Dadanya mengembang hangat merasa haru, anak itu mengenggam tangan ayahnya. Kemudian tersenyum malu-malu di wajahnya yang merona.
" PAPA ! " panggil Lio
pelan. Alwyn mengangkat kedua alisnya." Sebenaranya Simba nggak punya kakak dan adik ! "ucap Lio, di tahu itu. Alwyn terkekeh, mengusap lembut kepala putra semata wayangnya itu. Alwyn heran kenapa Lio sangat menyukai tokoh Simba. Raja hutan yang menguasai hutan Afrika.
KAMU SEDANG MEMBACA
LOVE HURTS : Love In Regret From Alwyn
ChickLitPermadani Niara Rahayu Niara tidak akan melakukan kesalahan yang sama untuk tetap mempertahankan rumah tangganya yang sudah hancur sejak di malam pertama dirinya sebagai pengantin, suaminya mengungkapkan fakta yang menyakitkan, yaitu memiliki kekas...