09 - Sebuah Fakta

284 23 0
                                    

Bab 09 — Sebuah Fakta

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 09 — Sebuah Fakta

Pagi telah tiba. Anna kembali bekerja, menjalani aktifitas seperti biasanya. Dari semalam, perempuan itu tak melihat keberadaan Hanin. Maklum lah, Anna baru tiba di apartemennya pukul satu dini hari tadi.

"Aduh, berkas ini lupa aku fotokopi dari kemarin lusa," gerutu Anna, seraya menepuk jidatnya sendiri.

Anna berjalan menuju tempat percetakan yang ada di sudut ruangan kantor.

Krrk ... krrrk

Suara mesin fotokopi berbunyi. Selagi menunggu, Anna duduk di kursi sembari mengecek berkas-berkasnya yang lain.

"Kamu di sini?" Suara Adimas terdengar.

Anna spontan menoleh. Belum sempat ia menjawab, Adimas menarik tubuh Anna dan memeluknya.

"Kamu semalam ke mana? Aku sudah mencarimu. Kamu nggak pa-pa 'kan?" tanya Adimas, tanpa melepas pelukannya.

"Pak Adi kenapa?" tanya Anna bingung. Seingatnya, kemarin Adimas masih bersikap dingin padanya.

Adimas melepas pelukan. "Apa kamu ada masalah? Kamu kemarin nggak pulang ke apartemen kamu 'kan? Kamu tidur di mana?"

"Saya pulang kok, Pak."

"Bohong. Aku kemarin malam ke sana, tapi kamu nggak ada. Aku khawatir sama kamu, Ann."

Kenapa aku baru sadar. Dari tadi Pak Adi bicara pakai 'aku-kamu'? Gini aja kok aku baper, ya? gumam Anna dalam hati. Tak lama setelahnya, ia menepuk dahinya dan mendengus kasar. Sadar, Ann! Dia ini atasanmu di kantor. Kamu cuma remahan rengginang di matanya!

Adimas memicingkan mata melihat kelakuan aneh Anna. "Ann? Are you okay? Kamu butuh cerita? Cerita saja."

Anna mengerjap gugup. "I'm okay, Pak."

"Kamuㅡ"

"Fotokopian saya sudah selesai, saya permisi." Anna hendak meraih lembaran kertas di mesin cetak. Namun, tangannya tiba-tiba ditahan oleh Adimas. "Pak?" Anna menoleh bingung ke arah Adimas.

Tanpa memberi penjelasan, Adimas kembali memeluk Anna. "Anna, aku mohon cerita ke aku apa masalah kamu sebenarnya. Jangan kamu pendam. Jangan pernah merasa sendirian. Oke?"

Anna tersenyum haru, lalu membalas pelukan Adimas dengan hangat. Baru saja ia hendak membuka mulutnya, tiba-tiba tepukan tangan di bahu membuatnya tersadar.

"Anna? Kamu tidur? Berkas kamu sudah selesai tuh." Amanda menunjuk ke arah mesin cetak.

Astaghfirullah! Ternyata tadi cuma mimpi. Anna menghela napas panjang.

"Kamu semalam lembur? Mata kamu kelihatan kurang seger gitu?" tanya Amanda.

"Iya, Man. Semalam nggak bisa tidur," balas Anna. "Aku balik ke ruangan aku dulu, ya!" ucap Anna, selesai membereskan berkasnya.

My Perfect Boss [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang