Anna, seorang perempuan yang bekerja sebagai event planner harus merasakan patah hati tatkala lelaki yang diam-diam ia taksir ternyata sudah memiliki calon pendamping dan akan segera melaksanakan pernikahan.
Sialnya, Anna-lah yang harus terju...
"Aku kangen banget sama kamu. Ada banyak kejadian yang ingin aku ceritakan ke kamu, Bim," kata Anna, usai melepas pelukan.
"Cerita saja. Tapi, sebelum kamu cerita lebih baik kita duduk dulu di sana, gimana?"
Anna mengangguk mengiyakan. Keduanya pun berjalan menuju tempat yang Bima maksud.
Di waktu yang sama, Adimas masih berdiri di depan pintu apartemen Anna. Sesekali kepala lelaki itu terjatuh menahan kantuk.
Hanin yang melihatnya merasa tak tega. Dengan pelan ia menepuk pundak Adimas, lalu berkata, "Pak Adi, lebih baik Bapak pulang saja. Ini sudah malam. Nanti kalau Anna sudah pulang saya kabari Bapak segera."
"Ah, maaf, aku jadi ketiduran."
Hanin menggeleng. "Nggak pa-pa, Pak. Justru saya yang minta maaf karena mengganggu tidur Bapak."
Adimas menarik napas panjang. "Kalau saja besok pagi saya nggak ada jadwal rapat, saya bisa mencari di mana Anna sekarang. Saya merasa sangat bersalah karena membiarkannya pergi dengan kondisinya yang kurang baik."
"Terima kasih, Pak. Pak Adimas nggak perlu merasa bersalah. Bapak sudah menunjukkan kepedulian Bapak terhadap Anna. Padahal Anna hanya karyawan Bapak," ucap Hanin.
"Tolong kabari saya sesegera mungkin kalau Anna sudah pulang. Saya pergi sekarang. Permisi."
"Iya, Pak. Hati-hati di jalan."
***
"Jadi begitu ceritanya. Aku benar-benar payah, kan?" tanya Anna, usai menceritakan semua masalahnya pada Bima.
Bima tidak langsung menjawab. Lelaki itu memilih untuk menatap lekat mata Anna hingga membuat perempuan itu salah tingkah.
"Bim!" seru Anna, seraya menepuk pundak Bima. "Kok diam aja, sih? Jadi nyesel sudah capek-capek cerita sama kamu."
Bima mengusap pucuk kepala Anna, lalu berkata, "Coba temui mereka satu per satu, lalu ajak bicara."
"Maksudnya?"
"Pertama, tanpa sepengetahuan kakak dan mamamu, coba temui saja papamu yang ada di rumah sakit. Cari tahu keadaannya sekarang bagaimana. Aku tahu, kamu pasti sedih banget karena nggak diizinin mamamu. Tapi, bukankah papamu sangat merindukanmu dan ingin kamu menemuinya?"