07 - Khawatir

278 22 0
                                    

Bab 07 - Khawatir

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bab 07 - Khawatir

"Terima kasih, Pak. Semoga kerja sama kita kali ini sukses seperti sebelumnya," ujar Willy, seraya menjabat tangan Adimas.

"Terima kasih kembali, Pak Willy. Senang bisa bekerja sama lagi dengan Bapak." Adimas tersenyum ramah.

Willy mengangguk, ia kemudian berkata, "Em ... kalau begitu, saya izin pergi duluan ya, Pak. Ada urusan lain."

"Iya, Pak Willy. Silakan."

Setelah Willy tak terlihat, Dika lantas bertanya pada Adimas, "Setelah ini kita mau ke mana, Pak?"

"Saya masih ada urusan lain. Sekarang kamu silakan pulang. Saya nanti bisa pulang sendiri," jawab Adimas, seraya menutup laptopnya.

"Baik, Pak." Dika mengangguk patuh. Ia kemudian izin meninggalkan restoran tersebut.

Ketika Adimas hendak meninggalkan tempat duduknya, dari dalam restoran ia tak sengaja melihat Anna tengah berjalan sendirian dengan wajah yang terlihat sayu.

Dia mau ke mana dengan ekspresi sejelek itu? Apa aku ikuti dia saja? Ah, buat apa, dia aja nggak suka dapat perhatian dariku. Dasar, terlalu mendengarkan ucapan orang lain, sampai nggak bisa ngehargain perhatianku yang tulus. Adimas menggeleng, tak menghiraukan Anna lagi.

***

Hanin baru saja keluar dari bioskop. Namun, ia tak mendapati Anna di sana. Ia kemudian munuju ke lantai bawah, siapa tahu Anna menunggunya di sana.

"Anna kok nggak ada di sini? Jangan-jangan aku ditinggal pulang? Ih, gimana, sih." Hanin menggerutu. "Awas aja nanti kalau ketemu di apart!" tambahnya, ketika tak mendapati keberadaan Anna di manapun.

"Hanin?" sapa Adimas yang berpapasan dengan Hanin.

"Pak Adimas? Selamat siang, Pak."

"Siang."

"Pak Adimas sendirian?"

"Tadi sama Dika, selesai meeting."

Hanin mengangguk paham.

"Kamu cari Anna?"

"Pak Adimas kok bisa tahu? Bapak tadi lihat Anna di sini?"

"Iya. Dia tadi jalan menuju ke luar."

Ngeselin Anna. Bisa-bisanya aku ditinggal beneran.

"Tadi wajahnya kayak nahan nangis."

Hanin mengernyit. "Nahan nangis?" Apa gara-gara aku marahin tadi, ya? Tapi masak, sih, cuma gitu dia nangis? Setahuku Anna bukan orang yang gampang baperan.

My Perfect Boss [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang