17 - Patah Hati

222 17 2
                                    

Bab 17 - Patah Hati

"Ayuk, Bim. Aku udah siap," ucap Anna yang baru saja keluar dari apartemen.

"Eh, Ann, kayaknya aku nggak jadi ajak kamu pergi deh."

"Huh? Kenapa? Apa kamu capek gara-gara nunggu aku kelamaan, ya?" tanya Anna, merasa bersalah.

"Enggak, Ann. Barusan teman aku kirim pesan, dia minta tolong ke aku buat menjemputnya di rumah sakit."

"Teman kamu yang bapaknya masuk rumah sakit?"

"Iya. Dan hari ini bapaknya sudah diizinkan pulang."

"Oh, syukurlah."

"Maaf, ya, Ann. Lain kali aku pengen banget cerita sama kamu."

"Iya, Bim. Santai aja."

***

Klik

Anna menuntup pintu, bersandar pada dinding sejenak seraya menghela napas lega.

"Bima nggak jadi ajak kamu pergi?" tanya Adimas yang tengah duduk santai seraya menyesap kopi buatannya.

"Iya. Pak Adi pasti sudah dengar 'kan? Bapak kan suka nguping." Anna mencebikkan bibir.

"Saya nggak nguping. Cuma nggak sengaja denger aja," ucap Adimas.

"Ngomong-ngomong, sejak kapan Bapak bikin kopi? Bapak nggak pulang?"

"Kamu ngusir saya?" Adimas menaikkan satu alisnya.

"Enggak, Pak. Saya cuma mau istirahat aja. Meskipun kita sudah menjadi sepasang kekasih, bukan berarti Bapak dengan santainya berlama-lama di apartemen saya."

Adimas menghela napas panjang. "Nah, kamu sadarkan kalau kita sepasang kekasih? Kenapa masih panggil saya 'Bapak'? Emang saya bapak kamu?"

"Ya gimana lagi, sudah kebiasaan di kantor, sih. Emang Pak Adi mau saya panggil apa?"

"Panggil nama aja. Dan jangan bicara formal kecuali di kantor."

"Kak Adi?"

"Boleh juga," jawab Adimas.

"Oke." Anna mengangguk. "Kalau begitu, Kak Adi kapan pulang? Sudah malam, aku mau istirahat."

"Iya, iya, aku akan segera pulang setelah menghabiskan kopi ini," ucap Adimas, seraya mengangkat cangkir kopi di tangannya.

Anna duduk di kursi sebelah Adimas, lalu bertanya, "Kak, kira-kira tadi Bima mau bicara apa, ya? Aku jadi penasaran."

"Entah. Curhat mengenai tadi sore mungkin." Adimas mengangkat kedua bahunya tak acuh.

"Kak, kamu nggak benci sama Bima, kan?"

"Enggak sama sekali. Kenapa kamu bisa tanya begitu?"

"Ah, nggak pa-pa. Kalau kamu nggak benci sama Bima, gimana kalau besok ketika Bima ajak aku ketemuan kamu ikut sekalian?"

"Buat apa?"

"Supaya kalian bisa akur dan saling bicara. Selama kalian saling menghindar, masalah nggak akan pernah menemui jalan keluarnya."

Adimas berpikir sejenak. Kemudian ia menjawab, "Baiklah, kalau saya nggak lagi sibuk, ya."

Anna mengangguk semangat. "Oke!" serunya.

***

Rumah Kasih

"Terima kasih, Kak Bima sudah jemput Bapak dan aku. Berkat Kak Bima, aku dan Bapak nggak kedinginan gara-gara kelamaan nunggu di halaman rumah sakit." Kasih meraih tangan Bima dan menggenggamnya, menatap laki-laki itu dengan ceria.

My Perfect Boss [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang