Chapter 19 "Menginginkan Keadilan"

283 12 0
                                    


.o0o.

Puluhan tahun telah berlalu kini usiaku menginjak 73 tahun, aku juga telah bertemu dengan teman-temanku, Angraeni dan mardiyem 2 tahun yang lalu.

Kondisinya sama sepertiku, tidak ada bedanya. Mereka juga sama-sama tersiksa.

5 tahun pernikahan ku, aku kembali ke Yogyakarta, ke rumah pak Dhe. Aku ingin minta maaf padanya.

Tidak seperti yang kubayangkan, kupikir pak Dhe akan marah dan membenciku. Kenyataan melihatku kembali dengan cerita yang menyedihkan beliau menangis, memelukku bahkan beliau tidak berani menatap mataku langsung.

Bukan aku yang meminta maaf kepadanya, nyatanya malah pak Dhe yang meminta maaf, beliau meminta maaf karena tidak bisa menjagaku lebih ketat sehingga aku mendapatkan hal yang menyeramkan seperti itu.

Aku benar-benar terharu, pandanganku pada pak Dhe berubah seketika. Sekarang pak Dhe adalah Romo kedua ku, dan aku menyayanginya.

.o0o.

Hari ini mardiyem menghampiri rumahku.

"Hapsari... Hapsari..." panggilnya dengan suara lemah.

Aku keluar dengan jalan yang sedikit teratih, sudah tidak kuat lagi seperti dahulu.

"Ada apa mardiyem?" Tanyaku menjawab

"Angraeni... Angraeni, dia sedang sekarat" katanya

Aku terkejut "Apa maksudmu?"

"dia sedang sekarat Sari!! ayo kita lihat dia" ujarnya kembali

Tanpa menunggu lama aku pun menyetujuinya dan segera menuju ke arah rumah Angraeni.

Aku lihat kondisinya benar-benar memprihatinkan, dia sakit dari 10 tahun yang lalu sampai saat ini, bahkan dia tidak bisa bangun dari ranjangnya.

Anggraini menatap kehadiran kami, dia tersenyum.

"Temanku kemarilah... kemari..." kami segera duduk di dekat Angraeni.

"Angraeni apakah kau baik-baik saja?" tanyaku

"Kau bicara apa Sari, aku baik-baik saja" jawab Angraeni dengan nada yang menunjukkan bahwa dia sama sekali tidak baik-baik saja.

"Sudah puluhan tahun ya sejak kejadian itu, bahkan keadilan sangat sulit dimiliki oleh kita"ujarnya menatap kami lemah

Benar yang dikatakan Angraeni keadilan bahkan tak kunjung datang pada kami masyarakat di sini menganggap kami sebagai pelacur yang memberikan tubuhnya dengan suka rela, negara bahkan pemerintah pun tidak ingin menangani kasus kami, kami di sini benar-benar sendirian, tidak ada yang mau menolong kami dan menganggap kami, mereka benar-benar kejam, tidak ada bedanya dengan Jepang itu. padahal kami juga ingin keadilan, kami juga ingin merdeka, dan permintaan sederhana kami adalah orang-orang Jepang biadap itu akan meminta maaf kepada kami dan mengakui kesalahannya, tapi bahkan pemerintah tidak dapat melakukan hal itu untuk mengabulkan permintaan kami. Pemerintah seolah tutup telinga mendengar keluhan kami Dan menganggap bahwa kami adalah aib negara.

"Kurasa waktu ku sudah habis..." Ucap lemah Angraeni

"Kau bicara apa Angraeni", "jangan ngaur" ujar kami

Angraeni tersenyum lemah menatap kami "Andai saja keadilan datang paada kita, pasti aku mati pun akan tenang, andai saja keadilan itu benar-benar datang.... andai saja...."

Anggraini mulai menutup matanya tangan yang dia genggam untuk menggenggam tangan kami terlepas. Dia benar-benar sudah tidak ada, dia mati, bahkan sebelum keadilan menghampirinya.

Aku dan mardiyem hanya bisa menangisi hidup kami.

Bahkan sampai akhirpu hidup kami benar-benar menyedihkan. Tidak ada satupun yang bisa membuat kami merasa lega.

Kami benar-benar ingin keadilan itu datang pada kami.

Pada akhirnya setelah berpikir panjang, aku dan mardiyem memutuskan untuk mencari keadilan untuk semua Jugun yang ada di Indonesia.

Setelah tekad kami bulat, kami segera mengumpulkan wanita-wanita yang menjadi Jugun ianfu dari luar dan dalam pulau dan menjalin kembali hubungan dengan rekan-rekan senasib semasa di Telawang. Ia ingin berjuang bersama-sama menuntut keadilan.

.o0o.

JUGUN IANFU : Aku Bukan Misaki Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang