Chapter 16 "penyelamatan"

253 14 0
                                    

.o0o.

Beberapa hari telah berlalu, hari ini Baskara dan pasukannya siap untuk pergi menuju Ianjo untuk memberontak. Apapun yang terjadi adalah masa depan, kita tidak tahu apa yang terjadi sebelum kita mencobanya.

   Aku serta pasukan ku  tidak gentar dan tidak takut, karena ini adalah sebuah perjuangan.

"Pasukan siap?!"

"Kami siap komandan!"

"Ingat! Didepan kita adalah penjajahan yang menjajah bangsa kita, saat ini kita akan memberontak dan melawan mereka! kita tidak bisa diam saja saat dijajah seperti ini. Kita harus merdeka benar?" Teriakku membuat kobaran semangat datang pada tubuh kami

"Siap benar komandan!!"

"Kobarkan semangat kalian! jangan pantang menyerah! kita harus berjuang sampai titik darah penghabisan kita!"

"SERANGGG!!!!"

   Melihat aku dan pasukanku tentara-tentara Jepang itu mulai mengambil senjata dan bersiap untuk melawan kami.

   Peperangan terjadi begitu saja, tembakkan saling bersahutan, bambu runcing juga ada untuk melawan. Tak ada yang mau menyerah, kami bahkan saling membunuh, itulah peperangan.

Namun sayang, pasukanku terlalu kecil dan lemah, sudah setengah dari pasukanku tumbang dan mati.

   Walaupun begitu aku dan pasukanku tidak pantang menyerah, kami terus berjuang walau kami harus mati.

    Saat pasukanku tinggal seperempa, tiba-tiba komandan dari tentara Jepang memanggil mereka dengan benda pengeras suara yang mereka punya dan menggunakan bahasa Jepang.

Aku tidak mengerti mereka membicarakan apa, namun sepertinya ucapan itu membuat tentara Jepang mundur dan tidak melawan.

Mereka mundur dan segera membersihkan senjata dan barang mereka, lalu mereka pergi begitu saja melewati kami tanpa memperdulikan kami.

   Melihat pasukan-pasukan tentara Jepang pergi begitu saja Dirja yang sedari tadi berada di peperangan itu berteriak memanggil mereka, tak ada yang memeperdulikan Dirja, dia ditinggal sendirian oleh penjajah yang dia bela.

   Dirga mulai ketakutan, dia juga tidak tahu apa yang telah terjadi. Yang jelas, sekarang hanya tinggal ada dia aku serta pasukanku.

  Dirja berniat kabur, dia sudah tidak punya kekuatan lagi untuk melawan bangsanya yang telah dia khianati.

  Sebelum Dirja berhasil kabur, aku telah lebih dulu menangkapnya. Aku mencengkram pundak Dirja dengan kuat.

"Anda ingin pergi ke mana?" ujarku menggeram marah.

"Anda telah melewati batas Dirga"

   Dirja ketakutan melihatku yang seperti ini. Dia segera bersimpuh di bawah kakiku.

"Aku minta maaf... tolong maafkan aku... aku tidak akan melakukannya lagi... maafkan aku" mohonnya dengan kepala yang dihentak-hentakkan pada tanah.

"Tidak ada kata maaf untuk penghianat sepertimu, kau sudah menghancurkan segalanya Dirja" ucapku

  Dirja terus bersujud di kakiku untuk meminta pengampunan.

Muak melihat kelakuan Dirja, aku pun segera mengambil senapan dan mulai mengarahkannya ke kepala Dirja.

"Apa kau memiliki kata-kata terakhir?" Ucapku yang sudah menempelkan senapan ku di kepala Dirja

"Tidak tidak maafkan aku... maafkan aku... aku minta maaf.... tolong selamatkan aku... tolong biarkan aku hidup... aku minta maaf..."
Tak peduli apa yang Dirja katakan, aku segera menarik pelatuk senapanku, dan...

“tunggu… bukankah kematian yang singkat tidak pantas untuk orang seperti mu?” ujarku tersenyum miring.

“tolong ambil beberapa bambu runcing” ujarku pada salah satu bawahan ku.

Tanpa bertanya dia segera mengambil dan memberikannya padaku.

Setelah mendapatkan apa yang ku ingin, segera ku tendang tubuh Dirga hingga dia jatuh terlentang. Dirja mentapku takut.

Aku senang melihat ekspresinya yang seperti itu. Tanpa menunggu lama aku segera menusuk bambu runcing pada tubuh nya.

Trasss… “ini untuk mu yang telah berkhianat” satu bambu runcing tertancap di tangan kanannya

“aarrghhhhh”

Trasss…”ini untuk mu yang telah membunuh sahabat ku” satu lagi bambu runcing tertancap pada tangan kirinya

“arrghhu berhentiiii” teriak Dirja, mana mungkin aku berhenti disini bukan?

Trass… “ini juga untuk mu yang telah memperlakukan wanita bangsa kita dengan keji” kali ini ku tancapkan bambu runcing ke arah kemaluannya, mengingat apa yang telah dia lakukan.

   Dirja berteriak kembali, namun bahkan suaranya sudah tidak bisa keluar lagi akibat sakit yang terus dia dapatkan secara terus-menerus.

“Dan yang terakhir, untuk mu yang telah menyakiti wanita yang kucintai di depan mataku sendiri!” Trassss…bambu runcing terakhir ku tancapkan dengan sekuat tenaga pada jantung Dirja, aku benar-benar marah dengan manusia Di depan ku yang bahkan dia tidak pantas disebut manusia oleh ku.

Sekarang Dirga telah mati, dan itu pantas untuknya.

Aku melewati mayat Dirja dengan santai, tujuanku sekarang adalah menyelamatkan Hapsari. Aku berlari ke arah ruangan Hapsari, membuka pintu dan menemukan Hapsari sedang meringkuk ketakutan di atas ranjangnya.

Hapsari tak bergeming, dia masih di dalam posisinya.

"Hapsari mari kita pulang" ucapku mendekati nya
Hapsari mulai mengangkat kepalanya, menatapku dengan berlinang air mata.

"Ini sudah berakhir Hapsari, mari kita pulang"

.o0o.

JUGUN IANFU : Aku Bukan Misaki Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang